102. Sagala dan Sashi
Sagala berjalan dengan wajah yang sangat serius.
Beberapa junior maupun rekan kerja yang bertemu dengannya bahkan tidak mendapat teguran dari Sagala. Tentu saja mereka menangkap adanya kegentingan. Mungkin salah satu proyek yang dipegang Sagala, pikir mereka.
Tanpa mengetuk pintu sama sekali, Sagala langsung membuka pintu ruangan Sashi.
Pemilik ruangan tersebut mengalihkan pandangannya dari layar komputernya ke arah Sagala. Masih dengan ekspresi tenangnya.
“What happened? Kenapa lo masuk ruangan gue marah gini?”
Menghabiskan bertahun-tahun lamanya sebagai sahabat Sagala membuat Sashi dengan mudah membaca ekspresi maupun suasana hati Sagala dan kali ini Sashi menangkap adanya amarah pada diri Sagala.
“Tarik Karin sekarang.”
“Huh?”
“Tarik Karin sekarang, Sashi.”
Sashi sedikit keheranan dengan sikap Sagala. Bahkan ia merasakan bahwa Sagala tengah berusaha untuk tidak meninggikan nada bicaranya.
Menyadari bahwa rahang Sagala sedikit mengeras, Sashi kini menatap Sagala lekat-lekat.
“Tell me something that I don’t know and you do.” ujar Sashi sembari menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya.
Sementara itu tingkah Sashi justru membuat Sagala kesal. Ia merasa tidak dianggap serius oleh gestur tubuh Sashi.
“Azkan kemaren datengin apartemen Rena, Sas. Lo tau? Dia hampir nyakitin Rena lagi.”
Sashi menghela napasnya, “Okay, and then? I mean kita semua tahu Azkan orangnya violent.”
“That’s because he knew! He knew tim kita nguntit anaknya!”
“Kapan kejadiannya? Rena kabarin lo langsung?”
“Sore kemaren dan gue ada disana Sas! Lo tau, kalau gak ada gue, maybe Rena udah kena pukul lagi!”
Kali ini emosi Sagala tidak terbendung, sementara Sashi justru masih menanggapi Sagala dengan santai. Namun Sashi tidak bisa menyangkal bahwa dirinya kini justru berbalik khawatir.
“Sore? And why were you there? Why didn't you tell me right away? Lo tau kan dengan lo keep info penting kayak gini lo justru ngebahayain anggota tim?”
Sagala balik terdiam.
“Wen?”
Sagala menjatuhkan dirinya pada kursi yang ada tepat di hadapan Sashi. Ia mengusap wajahnya lelah.
“Sorry. Gue kemarin panik and after I went home, gue cuma mastiin kalau Rena baik-baik aja and work on my other task right away.”
“Kenapa Rena bisa ada sama lo?”
“Acara peresmian kemarin dia diundang juga. Kita ketemu disana dan Rena numpang mobil gue buat balik.”
Sashi mengambil ponselnya kemudian menelepon Karin langsung. Untungnya juniornya itu berkata bahwa ia sudah tidak membutuhkan informasi apapun dari sekolah keponakannya itu. Kemudian Sashi juga meminta Karin untuk segera kembali ke kantor dan untuk sementara waktu ia akan ditarik dari semua tugas lapangan.
“You are very lucky, Wen. Karin hari ini lagi nggak ngerjain tugas buat kasusnya Rena. Gue kecewa kenapa lo gak kasih tau gue atau kak Teira info sepenting ini?”
“Sorry Sas….”
“Why?”
“Ya gue panik? Gue khawatir aja Rena bakal diapa-apain sama Azkan karena Azkan bahkan ngancem Rena. Azkan bilang kalau sampai anaknya dia kenapa-kenapa gara-gara Rena, Azkan gak bakal tinggal diam.”
“Lo gak khawatir Karin diapa-apain sama Azkan?” selidik Sashi.
“Ya kan Karin udah kebiasaan tugas gini Sas. Lagian kenapa juga dia bisa teledor sampe Azkan notice Karin?”
Sashi menggelengkan kepalanya serta menghela napas panjang.
“Wen, bokapnya Rena bahkan kemana-mana bisa sewa patwal. Masalah gini doang ya, kalau sampai ke telinga bokapnya Rena, gue yakin dia bisa sewa bodyguard buat Rena. You got my point?”
“Ya mungkin aja Rena nggak enak buat bilang ke bokapnya?”
“And then? Is it our task to babysit her? To protect her from Azkan? Wen, lo sendiri yang bilang kalau kita ‘cuma’ kuasa hukum Rena.”
Sagala hanya mengendikkan bahunya.
“Wen, gue udah jadi temen lo lama banget. Gue tau lo banget, Wen. Sagala Wening yang gue tau sekarang udah dewasa. Bertindak tenang, nggak pakai emosi. Jangan balik ke Sagala Wening yang dulu, Wen.”
“Yeah, I know. Thank you for the reminder” ujar Sagala sembari memutar kedua bola matanya dengan malas.
Defensif.
Sashi menangkap adanya sinyal-sinyal defensif dari Sagala.
“Inget ya Wen, Rena sebatas klien kita. You didn’t owe her anything. Also, lo nggak perlu gue ingetin code of conduct kita sebagai lawyer dan peraturan di lawfirm ini kan?”
Sagala berdiri dari kursinya. Ia enggan mendapatkan nasihat-nasihat dari Sashi. Rencana awalnya adalah memprotes cara kerja tim Sashi, kenapa sekarang malah balik ia yang mendapatkan wejangan dari Sashi?
Melihat Sagala berniat meninggalkan ruangannya, Sashi semakin yakin bahwa Sagala berniat untuk menghindari dirinya.
“Wen, gue belum selesai ngomong.”
“Sibuk Sas.”
“Wen” panggil Sashi sekali lagi namun tidak digubris oleh Sagala.
“Sagala Wening…”
Tangan Sagala berhenti meraih pintu ruangan Sashi, sahabatnya itu sangat jarang memanggilnya dengan nama lengkap. Sementara itu Sashi menggunakan kesempatan ini untuk menyelesaikan kalimatnya.
“Gue harap lo tetap profesional okay? Or else, gue akan jadi orang pertama yang nyaranin lo buat dikeluarin dari tim. Gue udah pernah kehilangan lo sekali dengan lo dipindahin grup dari litigasi ke infrastruktur. Gue nggak mau harus kehilangan lo dari kantor ini.”