13.
Selene Parabawa.
Putri dari Konglomerat Yoshua Parabawa.
Satu dari sedikit klien yang masih cukup sering berkomunikasi dengan Wening di luar kontrak mereka sebagai Klien dan Pengacaranya.
Awalnya Wening cukup sering berkomunikasi dengan Selene karena salah satu proyek akuisisi yang ditangani oleh Wening. Salah satu perusahaan milik Parabawa Corp mengakuisisi sebuah perusahaan perbankan digital.
Wening dan timnya merupakan lawyer yang dipilih oleh Yoshua Parabawa untuk melakukan legal due diligence. Sedangkan Selene waktu itu merupakan project manager untuk proyek tersebut.
Kendati mereka cukup sering berkomunikasi, Wening masih lah seorang Sagala bagi Selene. Sebisa mungkin Wening tetap menjaga batas-batas professionalisme. Bagaimanapun juga, Selene tetap lah kliennya, dulu dan mungkin di masa depan nanti.
Kedekatan mereka hanya Wening anggap sebagai salah satu usaha client maintenance, tidak lebih. Walau harus Wening akui, Selene merupakan sosok yang menyenangkan. Jika mereka bertemu sebagai teman terlebih dahulu ketimbang bertemu sebagai Klien dan Pengacaranya, saat ini mungkin dirinya adalah Wening bagi Selene.
“Kak Saga!!”
Seorang wanita bertubuh jangkung terlihat berdiri dari kursinya dan melambaikan tangan ke arah Wening. Tentu saja hal ini dibalas dengan lambaian oleh Wening yang disertai senyuman sumringah.
“Selene, apa kabar?” tanya Wening sembari memeluk singkat tubuh Selene.
“Good good. Duduk dulu kak. Aku tadi udah order tenderloin steak buat Kak Saga. Well done, black pepper sauce, mashed potato kan? Minumnya Ice Lychee Tea?” ujar Selene dengan fasih.
Wening tersenyum dan mengangguk mantap. Memang menu tadi adalah salah satu menu andalannya.
“Thank you, Sel. Jadi nggak enak.”
“Kayak sama siapa aja kak, kan aku yang ngajak ketemuan. Lagian, hari ini aku sekalian mau ngasih tau kakak nih.”
Tangan Selene menyodorkan sebuah kartu nama dengan logo yang sangat Wening kenali. Diambilnya kartu nama tersebut dan Wening ternganga ketika membaca jabatan Selene saat ini.
Vice Director of HRD and Public Relations.
“Oh my God!! Congrats!!” pekik Wening sembari menepuk-nepuk tangan Selene.
“Thanks to you Kak. Kata papa ujiannya pas akuisisi waktu itu. You helped me a lot.”
“Nahh, aku cuma ngelakuin kerjaanku. Selebihnya, it's on you.”
“Iya, tapi karena tim kakak jadinya smooth banget transisinya. By the way, tim Kakak masih sama Yesha dan kak Sashi?”
Percakapan mereka terhenti sejenak ketika minuman milik Wening diantarkan oleh pelayan.
“Aslinya Sashi beda group sama aku. Dia litigasi, waktu itu dimasukin karena ada possibility fraud dan tax evasion. Aku yang minta dia masuk tim ku. Kalau aku, lawyer transaksi. Yesha dibawah aku.”
Selene mengangguk-angguk berusaha memahami.
“Kalau kak Tei? Udah naik pangkat belum?”
Wening tertawa.
“Udah, sekarang udah jadi partner. Termuda di kantor. Walaupun ada beberapa partner yang gak suka sama Kak Tei karena dia anak yang punya lawfirm, tapi menurutku kak Tei deserves her promotion. Lagian Pak Ares juga selama ini selalu main fair kok.”
“Ih kok kak Tei nggak bilang sih ke aku! Tau gitu aku kirimin sesuatu! Udah lama dia jadi partner?”
Wening mengangguk, “Hampir setahun. In fact, seinget aku bulan oktober ini genap setahun.”
“Kalo kak Saga sekarang lagi sibuk apa? Kata Papa tim kakak susah di hire nih akhir-akhir ini.” goda Selene.
“Bercanda itu papa kamu…. Klien yang masuk di aku kan bukan pilihan aku, Sel.”
“Ih papa kan ngobrolnya sama Om Ares. Masa iya Om Ares bohong. Dia bilang katanya tim kakak udah over.”
“Iya sih… Kadang aku mikir kayaknya bisa tiba-tiba mati kena serangan jantung.” tawa Wening
“Ngaco ah kak!”
Keduanya tertawa mendengar kelakar Wening. Mata Selene melihat ke arah Wening, mencari momen untuk membahas tentang Rena.
“Tapi emang sesibuk itu kak? Minta libur lah ke Kak Teira atau ke Om Ares. Lah iya, hari ini lowong nih?“
“Kemaren aku harusnya cuti Sel. Tapi diganggu sama Kak Tei, terus aku protes deh minta diganti.”
“Urgent banget sampe diganggu cutinya? Emang pengacara kondang sih Kak Saga.” goda Selene.
“Bukan kondang, Sel. Tapi aku tuh spesialis bersih-bersih kerjaan orang. Kak Tei sama Pak Ares aja yang suka berlebihan bilang kalau aku orang kepercayaan mereka.”
“Tapi kan emang iya kak…Papa juga bilang gitu kok.”
“Yang kemaren nggak tapi. Aku tiba-tiba dikasih case yang bukan forte ku.”
“Ah masa ada sih case yang bukan fortenya kak Saga?”
“Ada, Sel. Makanya jangan terlalu mikir ketinggian tentang aku.”
Percakapan mereka kembali terhenti ketika pelayan kembali menyambangi meja mereka, kini untuk mengantarkan steak milik Wening.
“Tapi tandanya mereka percaya sama Kak Saga kali?”
Wening menggeleng, “Terlalu percaya. Itu udah langkah konyol. Kalau mau perang itu nggak boleh terlalu percaya diri, gak boleh sombong.”
“Casenya berat banget kayaknya.”
Wening hanya mengendikkan bahunya, ia tidak mau mengelaborasi lebih banyak. Sementara itu, Selene kembali menghela napasnya. Susah juga untuk mengulik Wening.
“Seharian ini libur kan tapi kak?”
Wening mengangguk sembari memotong steaknya kecil-kecil.
“Temenin aku shopping dong kak.” pinta Selene, ia ingin mengambil waktu Wening lebih lama.
“Nggak bisa, Sel. Sorry banget tapi tiap tanggal tujuh belas itu peringatan kematian Bunda aku. Pagi tadi aku udah nyekar, tapi sore aku mau ke Yayasan Kanker yang dulu bantu Bunda aku.”
Selene terhenyak, ia sama sekali tidak mengetahui hal ini.
“S-sorry kak…Aku nggak tahu. Ih kenapa kita pergi hari ini sih? Aku jadi nggak enak.”
“It's okay, kan aku juga nggak nolak. Sekalian udah keluar rumah Sel.”
“Eh kak Yayasan mana sih? Kalau boleh tahu.”
“YKPI situ, Sel. Tau nggak?”
“YKPI? Ih aku tau banget itu! Kak Rena kan donatur tetap disana.”
“Rena?”
“Oh.. Itu temen aku. Temen kak Teira juga. Itu lho kak, Justicia Renata. Tau dong?”
Kening Wening mengerut. Nama itu lagi.