158.

Wendy berulang-ulang kali memeriksa ponselnya, menunggu adanya chat dari Irene. Sekali lagi ia memeriksa penunjuk waktu di ponselnya dan Wendy harus menghela napas saat menyadari bahwa waktu baru berlalu tujuh menit. Masih tersisa tiga menit sebelum ia akan membombardir ponsel Irene dengan chatnya.

Hari ini sungguh ia nervous bukan main. Selain itu ia juga harus memasang senyuman bagi setiap orang yang ia temui di tempat itu, takut kalau-kalau ternyata orang yang ia jumpai adalah seseorang yang berpengaruh bagi kelangsungan perusahaan yang dinaungi oleh Irene.

Awkward? Jelas.

Lelah? Tidak usah ditanya.

Wendy bisa merasakan setiap pasang mata tertuju padanya, apalagi saat Irene dan Wendy turun dari mobil sedan milik Irene dengan bergandengan tangan. Ia tidak tahu apa yang terlintas di kepalanya sampai ia dengan refleks menggenggam tangan Irene.

Tidak hanya Wendy, Irene pun sempat tertegun tetapi kemudian ia membalas genggaman tangan Wendy dengan hangat. Irene lah yang lebih dulu mengendalikan suasana dengan berjalan tegap memasuki venue.

Orang-orang yang menyaksikan kedatangan mereka berdua benar-benar terpaku. Sebenarnya merupakan hal yang wajar, mengingat Irene adalah anak tertua dari pemilik perusahaan saat ini sekaligus pemegang jabatan eksekutif tertinggi. Ditambah, hari ini adalah pertama kali Irene membawa pasangan ke acara-acara formal kantor.

Wendy tertawa saat mengingat kata-kata yang Irene lontarkan untuk menghilangkan rasa gugupnya.

“Don't be so nervous Wen. You look awesome, you're the music genius everyone is talking about. We look like a perfect couple don't we? Come on, sombong sedikit. Kekurangan kita cuma tinggi badan aja.” goda Irene.

Wendy ingat betul bahwa setelah Irene berkelakar seperti itu, ia merasa lebih nyaman.

Mereka berdua berjalan ke arah hall yang sudah ramai dengan orang-orang berpenampilan necis. Kebanyakan dari mereka seumuran dengan orang tua Irene namun tidak sedikit yang Wendy prediksi hanya beberapa tahun lebih tua dari Irene.

Irene terlihat sangat berwibawa dengan pembawaannya yang tenang dan elegan, benar-benar kharismatik. Aura Irene benar-benar berbeda hari itu. Wendy bisa merasakan bahwa Irene sangat mengenal setiap seluk-beluk dari perusahaannya.

Bahkan Wendy sempat kaget saat Irene menyapa seorang laki-laki paruh baya yang ternyata 'hanya' seorang driver di kantor Irene. Namun Irene bisa dengan lancar menanyakan keadaan anak semata wayang dari laki-laki tersebut yang tahun ini sedang mengikuti tes masuk perguruan tinggi. Irene juga sempat menanyakan kesehatan laki-laki tersebut yang ternyata mengidap diabetes.

Irene yang kaku benar-benar disulap menjadi Irene yang sangat diplomatis, Wendy tidak heran Irene bisa meraih jabatannya sekarang diumur yang baru menginjak tiga puluh tahun.

She is on another level, indeed.

Saat itu Wendy merasa bersyukur dikenalkan dengan sosok Irene. Even if they will not end as a couple but she is sure Irene will teach her a lot about life lessons.

“So, finally I met the Wendy Son.”

Lamunan Wendy buyar saat ia mendengar suara berat khas laki-laki. Wendy yang tadinya sedang menatap ke arah lautan kini memutar tubuhnya menghadap ke arah laki-laki bertubuh jangkung dengan senyuman lebar yang penuh arti.

Awalnya Wendy sempat berpikir keras mengapa laki-laki ini tampak familiar namun tak lama akhirnya Wendy menyadari siapa sosok laki-laki di depannya itu.

Park Chanyeol.

Pendiri dari LOEY Ent sekaligus sosok yang sama sensasionalnya dengan dirinya. Hanya saja Chanyeol lebih sering keluar masuk berita utama dunia entertainment ketimbang Wendy. Well, bahkan mereka berdua sempat dirumorkan menjalin hubungan.

Padahal bertemu langsung saja baru hari ini.

“Dari tadi gue penasaran banget sama sosok yang menghebohkan acara anniversary malam ini, well other than Irene.” Chanyeol tertawa.

Wendy hanya mengangkat bahunya. “I'm not that special, orang-orang aja yang terlalu heboh.”

“I'm not that special? Comes from you? Okay that's.....merendahkan diri banget. But anyway, if you perhaps don't know me, I'm-...”

“Park Chanyeol.” potong Irene. Suaranya datar tanpa emosi.

Wendy dan Chanyeol melempar pandangan mereka ke arah Irene yang berjalan ke arah mereka berdua.

“Hi Joohyun.”

“That's Irene for you. What do you want?” tanya Irene sembari menaikan sebelah alisnya.

“Nothing, just saying hi to your fiancée. But anyway, you want some?” ujar Chanyeol sambil menawarkan segelas champagne yang ada di tangan kanannya.

“She doesn't drink.” jawab Wendy sambil menunjuk Irene.

Tangan Wendy baru saja hendak mengambil champagne yang ditawarkan oleh Chanyeol tetapi Irene sudah terlebih dahulu mengambil gelas tersebut dan meneguk habis champagne dalam satu tegukan.

“Well tonight is an exceptional.” potong Irene. Ia mengernyit saat sensasi champagne membasuh tenggorokannya itu.

Chanyeol tertawa dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah Irene. “Oh my God Ren, you never change.”

Laki-laki bertubuh jangkung itu menepuk pundak Irene dan mensejajarkan dirinya dengan telinga Irene.

“She's cute, but not my type. You gotta chill okay?”