167

Irene memijat keningnya sembari mendengarkan penjelasan Seulgi tentang kejadian setelah ia dan Wendy menghilang dari acara anniversary kantornya itu.

Sudah hampir tiga jam ia habiskan waktunya untuk berkomunikasi dengan Yerim dan Seulgi dalam dua waktu yang terpisah.

Yerim lebih banyak bertanya dan mendengarkan cerita Irene kemudian baru ia memberikan update info tentang keadaan kedua orang tua mereka itu. Yerim juga sudah berjanji akan membantu Irene dan Wendy kalau-kalau mereka membutuhkan bantuan mengingat jadwal Yerim yang jauh lebih fleksibel dibandingkan Seulgi dan Jennie.

Di akhir durasi telpon, Yerim kembali mengingatkan Irene bahwa ia tidak sendirian dan begitu pula dengan Wendy.

Berbeda dengan Yerim, Seulgi lebih banyak memberikan update tentang hal-hal yang terjadi setelah insiden dan memberikan sedikit informasi tentang kedua orang tua Wendy. Ia tidak perlu banyak mendengarkan cerita dari Irene karena sedikit banyak Seulgi sudah memiliki kepingan-kepingan cerita tentang Wendy. Seulgi hanya butuh jembatan penghubung.

Irene memejamkan matanya untuk beberapa detik sebelum ia kembali membuka kedua matanya dan bersandar di sofa panjang yang terletak di ruang tengah safe house miliknya itu.

Telinganya tetap dengan saksama mendengarkan penjelasan Seulgi. Dari sahabatnya itu Irene mendapatkan informasi bahwa Tuan Son menikah dengan Nyonya Do, anak perempuan satu-satunya dari mantan ketua salah satu partai politik yang berkuasa di negara mereka, kurang dari satu tahun sebelum Wendy lahir.

Hubungan Tuan Son dan Nyonya Do juga tidak begitu banyak disorot oleh publik karena keduanya tidak terlalu sering tampil bersama. Pernikahan keduanya hanya bertahan sekitar tujuh tahun, namun mereka hanya tinggal satu atap sekitar lima sampai enam tahun.

Setelah mereka bercerai Tuan Son dan Wendy pindah ke Kanada dengan Tuan Son yang selalu bolak-balik antar negara karena ia tidak bisa meninggalkan pekerjaannya sebagai politisi.

Tidak banyak yang bisa Seulgi temukan tentang Nyonya Do mengingat ia berasal dari keluarga yang memiliki background kuat.

“Then Gi, where the hell this woman suddenly comes out? Lo denger kan apa yang Wendy bilang?” tanya Irene.

“Well gue belom tau Ren, but give me two days and I'll give the report to you.”

Irene mengangguk pelan dan menyadari bahwa Seulgi tidak bisa melihatnya saat ini. “Okay Gi, take your time. Anyway, semua jadwal meeting seminggu kedepan ini kalo ada yg harus gue hadirin secara fisik tolong lo gantiin aja, atau Jennie juga boleh.”

“Okay, lo mau stay disana seminggu?”

“Don't know, but for sure I'll be with her.”

“Anyway, lo juga jangan lupa jaga kesehatan ya Ren. Lo disana cuma berdua banget?”

“Nggak kok ada bibi yang jaga rumah sama security, tapi mereka tinggal di rumah terpisah.”

“Ya sama aja itu lo berdua doang kan serumah.”

“Well if you put it that way.”

“Jangan aneh-aneh lo, jangan tidur sekamar. Ntar pas setan lewat aja bahaya.”

“Gi, lo jangan ketularan Jennie sama Yerim dong.” Irene tertawa kecil, tiba-tiba teringat akan Jennie dan Yerim yang selalu menggoda hubungannya dengan Wendy.

“Haaaah bagus deh lo masih bisa ketawa. Tapi serius gue nanya nih, rumah lo kan itu gede banget lo tidur dimana terus Wendy tidur dimana?”

“Wendy tidur di kamar tidur utama, gue tidur depan tv.”

“Lah? Rumah segede gitu dan kamar sebanyak itu terus lo tidur depan tv?”

“Ya yang paling deket sama kamar tidur utama kan di depan tv. Biar gue bisa cek keadaan Wendy juga. Also, honestly gue takut tiba-tiba Wendy ilang gitu aja tanpa pamit.”

“Put some faith on her Ren. Gak baik kalo lo juga jadi ikutan dihantui kayak gini.”

“Will try Gi.”

Tak lama setelahnya, Irene mendengar suara barang terjatuh dari arah kamar yang ditempati oleh Wendy.

“Wen?”

Tidak ada jawaban.

“Kenapa Ren? Wendy bangun?”

“Gak tau, tapi tadi gue denger ada barang jatuh sih dari kamar dia. Gue cek dulu deh Gi, lo juga harus istirahat kan. Sorry banget gue telpon sampe jam segini.” ujar Irene yang memandangi jam dinding.

Pukul 2.30 pagi hari.

“No problem, you need someone to talk to. Jangan lupa kasih tau keadaan lo ke Jennie juga, ntar dia ngambek kalo tau lo cuma cerita ke gue.”

“Nanti deh agak siangan. Bye Gi.”

“Yup, take care Ren. Telpon gue aja kapan pun lo butuh.”

Irene meletakkan ponselnya di meja. Telinganya terasa sangat panas. Ia kemudian berdiri dan melakukan sedikit peregangan lalu berjalan untuk memeriksa kunci-kunci pintu rumahnya itu.

For some odd reason, Irene kemudian memilih untuk mengikuti nalurinya dan mendatangi kamar utama. Wendy masih terlelap, wajahnya terlihat sangat lelah namun dari napas yang keluar beraturan, Irene bersyukur akhirnya Wendy bisa tidur dengan nyaman.

Irene memeriksa kunci jendela kamar dan membetulkan letak selimut yang tidak menutupi tubuh Wendy dengan sempurna.

“Sleep tight Seungwan.”

Ia hendak keluar dari kamar tersebut ketika dirinya mendengar Wendy berbicara dalam tidurnya.

“M-mom p-please back. I-I need you. S-sorry. Don't be mad.”

Napasnya tercekat saat memahami ucapan Wendy. Ia tidak tahu harus berbuat apa saat itu.

Irene berjalan kembali ke arah kasur yang ditempati oleh Wendy dan berlutut tepat disebelahnya. Tangannya mengusap kepala Wendy dengan pelan.

“Sleep Seungwan. No one is mad at you. I'm here, we'll be okay.”

Setelah memastikan bahwa Wendy sudah kembali tertidur dengan tenang, Irene beranjak dari posisinya. Ia membiarkan pintu kamar Wendy sedikit terbuka, just in case.

Badannya terasa sangat lelah, she needs to sleep right now.