177. Jet Coaster
Mata Sagala berbinar bersemangat saat ia melihat papan tanda wahana jet coaster dari kejauhan. Tanpa menunggu lama, ia langsung menoleh ke arah Rena.
“Naik jet coaster yuk?” ucap Sagala.
Sebenarnya kalimat barusan lebih tepat disebut sebagai pernyataan ketimbang pertanyaan karena Sagala sudah memegang pergelangan tangan Rena dan setengah menarik wanita tersebut, mengajaknya untuk mengantri wahana jet coaster.
“Kamu beneran nggak ada vertigo kan?” tanya Sagala sembari mereka berjalan ke arah wahana.
Rena menggeleng mantap.
“Nggak ada.”
“Yes! Kalau gitu kita bisa naik banyak wahana. Bebas teriak-teriak ya, Ren! Jangan malu nanti aku temenin!”
Rena justru terkekeh mendengar ucapan Sagala, “Emangnya kamu yakin aku bakalan teriak?”
Sebuah ibu jari diacungkan oleh Sagala.
“Yakin! Mumpung udah naik wahana, sekalian aja kamu lepasin semuanya. Teriakin aja apa yang pengen kamu teriakin.”
Rena hanya bisa tertawa melihat kepercayaan diri Sagala.
Ia juga cukup bersyukur kecanggungan yang sempat tercipta saat makan siang tadi sudah hilang entah kemana. Mungkin Rena harus berterima kasih dengan hewan-hewan yang ada di baby zoo yang tadi sempat mereka kunjungi sebentar.
Pasalnya Rena menyadari bahwa kehadiran hewan-hewan di sekeliling Sagala cukup membuat mood Sagala meningkat drastis. Sepanjang mereka berjalan di kawasan baby zoo, Sagala tidak berhenti menyapa atau sekadar membaca informasi tentang hewan-hewan yang ada. Sagala pun selalu berusaha untuk mengikutkan Rena dalam aktivitasnya karena Sagala ingat bahwa Rena tidak terlalu bersahabat dengan hewan.
“Ga, kalau kamu kayak gini terus, aku nggak yakin sanggup ketemu kamu cuma sebatas temen.” batin Rena sembari menatap pergelangan tangannya yang masih digenggam oleh Sagala.
Sesampainya mereka di lokasi yang dituju, Rena cukup terkejut ketika ia mendapati hanya ada dirinya dan Sagala disana. Belum ada pengunjung lainnya.
Akhirnya baik Sagala maupun Rena diminta menunggu terlebih dahulu oleh petugas, dengan alasan diminta untuk menunggu pengunjung lainnya.
Namun demikian, hampir lima menit menunggu, Sagala dan Rena masih belum melihat ada pengunjung lainnya yang hendak menaiki wahana yang sama.
Melihat hal ini membuat Sagala cukup resah. Ia tidak mau gagal menaiki jet coaster siang hari ini.
“Mas, boleh gak sih dua orang dulu aja?”
“Tunggu dulu ya mba?”
“Sampai kapan maaas?” protes Sagala tidak sabar.
“Sepuluh menit ya mba?” ucap sang petugas yang kembali duduk di kursinya.
Sagala memutar kedua bola matanya kesal melihat sikap petugas yang menurutnya tidak berusaha untuk mencari pengunjung lainnya untuk memenuhi kuota minimum agar jet coaster tersebut dapat berjalan.
Namun seorang Sagala Wening tidak kehabisan akal. Ia berjalan ke arah ujung tangga naik dan melihat kondisi sekitarnya.
Rena terperanjat kaget saat Sagala tiba-tiba menggunakan kedua tangannya sebagai corong dan berteriak cukup kencang.
“BAPAK-BAPAK! IBU-IBU! ADEK-ADEK SEKALIAN! AYO CEPETAN KESINI JET COASTERNYA UDAH MAU MULAI! INI KLOTER TERAKHIR SEBELUM DITUTUP! AYO AYO AYO! LIMA MENIT LAGI BERANGKAT!”
Sementara itu sang petugas pun ikut terkejut karena pengumuman palsu yang diberikan oleh Sagala.
“Maaf ya mas, temen saya emang kelewat unik.” tawa Rena.
Usaha Sagala nampaknya membuahkan hasil karena satu rombongan anak sekolah terlihat berlari dengan cepat saat mendengar pengumuman palsu barusan. Melihat hal ini, Sagala tersenyum puas.
“Let’s go Ren! Kamu pilih mau duduk di baris yang mana.”
“Mba! Mba! Tunggu dulu!”
“Apalagi sih mas? Itu udah ada satu rombongan tuh mas! Cukup kan?” ucap Sagala yang tak lama kemudian dibuktikan dengan adanya segerombolan anak sekolah yang sangat berisik tengah menaiki tangga.
Rena hanya bisa tertawa melihat senyuman penuh kemenangan di wajah Sagala. Ia kemudian memilih untuk duduk di deretan tengah bersama dengan Sagala.
“Sagala” panggil Rena sembari ia berusaha untuk memasang sabuk pengamannya.
“Yes?”
“Makasih ya, I’m so happy today.”