179
Niat Wendy dan Irene yang awalnya hanya keluar rumah untuk membeli boba dan mampir ke pantai akhirnya terus berlanjut hingga menjelang malam.
Keduanya memutuskan untuk menunggu sunset.
Lebih tepatnya Wendy memutuskan untuk menunggu sunset sembari bermain dengan anjing putih yang ia temui di pantai tadi setelah sang pemilik memperbolehkannya untuk bermain lebih lama dengan anjing tersebut.
Sedangkan Irene hanya duduk di tepi pantai, sembari merevisi berkas-berkas yang dikirimkan oleh Seulgi kepadanya.
Langit sudah berwarna oranye tua saat Wendy dan Irene akhirnya meninggalkan pantai, menuju mobil sedan milik Irene.
Lagi-lagi niat awal mereka untuk segera pulang berubah ketika keduanya tiba-tiba memutuskan untuk menghabiskan waktu mereka dengan menikmati pemandangan malam hari.
One of Irene's hobbies that Wendy never knew, night drive.
“Mau nemenin saya nggak?” tanya Irene tiba-tiba, kepalanya menoleh ke arah Wendy sejenak.
“Ke?”
“Rahasia, tapi saya jamin kamu pasti suka.”
Wendy hanya mengangguk mengiyakan permintaan Irene.
“Seungwan” panggil Irene pelan.
“Hm?”
“Wendy” panggil Irene lagi sambil melirik ke arah kursi penumpang untuk beberapa detik.
“What?”
“Is that okay kalau saya panggil kamu Seungwan?”
“You’ve done it before and I’m not complaining didn’t I?” jawab Wendy santai. Ia sedang sibuk membalas chat Sooyoung dan Yerim yang lagi-lagi menggodanya.
“Okay then. But which one do you prefer?”
Irene memutar kemudi mobilnya, mengambil jalan yang berbeda dengan jalan yang selama 2 hari ini mereka tempuh menuju rumah.
“Honestly? Seungwan. It’s my birth name, that’s how my parents call me. But because my parents call me that, it is also such a bittersweet name.”
“If I call you Seungwan, does it remind you of that bittersweet?”
“Funnily no. You are the second person that has such an effect to be honest.”
“Oh ya? I’m flattered then.” jawab Irene singkat. Ia tidak bisa memungkiri bahwa ada rasa penasaran setelah mendengar jawaban Wendy, but one step at a time.
“By the way, ini mau kemana sih?”
Baru saja Irene hendak menjawab pertanyaan Wendy, ia mendengar sayup-sayup lagu ‘A whole new world’ dari radio mobilnya yang rupanya lupa ia matikan.
“A whole new world. A new fantastic point of view. No one to tell us no!” Irene tiba-tiba bersenandung, sembari tertawa saat melihat Wendy menggelengkan kepalanya.
“A whole new world. I’m gonna show you a whole new world.”
Setelah hampir satu jam perjalanan -karena Irene salah jalan, maklum sudah lama ia tidak mampir ke kota ini-, akhirnya Wendy melihat sebuah plang kawasan glamping. Matanya mengerjap takjub dan secara otomatis bibirnya melengkung dengan indah.
“This… whoa. It’s so beautiful.”
Mendengar ucapan Wendy dan melihat ekspresi kagum yang tergambarkan pada wajah Wendy membuat Irene ikut tersenyum puas. Sudah ia duga Wendy pasti akan menyukai tempat ini.
“Uhm, anyway saya mau nanya dulu. As you know that kita bakal glamping, kamu mau kita satu tempat atau pisah?”
Pertanyaan Irene membuat Wendy terdiam sejenak. It is such a big deal for her. Tempo hari saat Irene tidur di pangkuannya saja sudah membuat ia sedikit hyperventilating, apalagi kalau harus tidur dalam satu ruangan tertutup dan sempit?
She might as well die.
“Are you okay? Kalau kamu memang lebih nyaman untuk tidur di tempat yang terpisah, saya sewa dua tempat.” ujar Irene.
Wendy menggigit bibirnya, ia sadar bahwa mobil mereka semakin mendekati area parkir.
“Seungwan, please remember that-..”
“Lo gak bakal maksa gue atau ngelakuin sesuatu yang gue nggak mau. I know that.” potong Wendy.
Wendy terdiam lagi. Ia tahu kalau Irene akan selalu menepati ucapannya, at least that's what she did all these time. Tetapi Wendy tidak tahu apakah ia sanggup untuk tidur dalam satu ruangan tertutup bersama Irene?
Bukan Irene masalahnya, tetapi dirinya sendiri.
Wendy memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam, “Just rent one place. That’s okay.”
Irene tidak langsung menanggapi ucapan Wendy walaupun sebenarnya ia sudah gatal untuk berbicara. Ia menyempurnakan posisi parkir mobilnya dan menarik tuas rem tangan sebelum akhirnya memutar tubuhnya menghadap Wendy.
“You sure? Serius saya nggak ada masalah kalau harus sewa dua tempat, your well being is my priority Seungwan. Saya bawa kamu kesini supaya kamu bisa refreshing bukan sebaliknya.”
Lagi-lagi Irene and her self-less habits yang justru bikin Wendy semakin “tertekan”. If only Irene is a jerk, it would be much mooooore easier for Wendy.
“It’s okay Hyun.” Wendy meraih tangan kanan Irene dan menggenggam tangan Irene. “See, gue nggak gemeter lagi sekarang kalo pegang tangan lo.”
“Lo gak harus selalu hati-hati sama gue, just do what you want to do Hyun. Maybe, just maybe, gue mulai familiar sama kehadiran lo.”
Setelahnya mereka berdua sama-sama terdiam, larut dalam pikiran masing-masing. Irene yang lebih dulu selesai dengan pikirannya itu mengusap punggung tangan Wendy dengan ibu jarinya.
Wendy belum melepaskan genggaman tangan mereka.
“Can I hug you?” tanya Irene yang dibalas dengan anggukan oleh Wendy.
Tubuh Wendy sempat kaku untuk beberapa saat sebelum akhirnya ia bisa sedikit lebih rileks.
“Whenever it’s getting too much, just tell me okay? Kamu nggak sendirian, ada Saya, Yerim, Sooyoung, Seulgi, Jennie, Taeyeon, even Zero dan Saya yang peduli sama kamu.”
“Kok nama lo dua kali?”
“Because I’m special. Kayak martabak kan kalau spesial telurnya dua?”
Wendy tertawa kencang mendengar penjelasan Irene. “Sekarang gue yakin lo sama Yerim emang saudaraan, sama-sama aneh dan gila.”
But Wendy does agree, Irene is special.