189. Lapse of Judgement
“Ren? Rena?”
Sagala mengguncang tubuh Rena pelan, berusaha membangunkan Rena dari tidurnya.
Berbanding terbalik dengan Sagala yang mudah terbangun, rupanya Rena justru cukup sulit terbangun dari tidurnya. Hal ini membuat Sagala sedikit tertawa.
Lima menit berselang, Rena masih belum kunjung bangun.
Mobil Sagala kini sudah sampai di depan rumah Rena, namun sang empunya masih belum terbangun. Melihat ada sebuah mobil asing berhenti di depan pagar, salah satu penjaga rumah keluar dari pos jaganya kemudian mengetuk kaca mobil Sagala.
“Oh temennya mba Rena.” ucap sang penjaga saat melihat Rena tertidur di kursi penumpang.
“Pagi pak, boleh minta tolong turunin barang Rena dulu aja nggak pak? Saya coba bangunin Rena dulu.” ujar Sagala.
“Masuk dulu aja mba sekalian biar aman.”
Sagala mengangguk mengiyakan, ia kemudian melajukan mobilnya memasuki halaman rumah Rena dan memarkirkannya seperti saat ia menjemput Rena.
Sementara itu sang penjaga rumah kemudian membuka bagasi mobil Sagala dan menurunkan tas milik Rena.
“Rena… bangun Ren…. udah sampai rumah….” ucap Sagala lagi, kali ini sembari mengusap kepala Rena.
“Hngg?”
Rena mengeluarkan suara-suara yang menurut Sagala terlalu lucu untuk dikeluarkan oleh wanita dewasa sembari meregangkan tubuhnya. Hal ini membuat Sagala tersenyum saat melihat Rena yang masih berusaha menyesuaikan dirinya dengan keadaan.
“Kita udah sampai Ren”
“Rumahku?”
“Iya…” senyum Sagala.
“Hngggg kenapa liburan kita cepet bangeeet.” keluh Rena yang masih meringkuk di kursi penumpang.
Tangan Sagala terjulur ke puncak kepala Rena, sedikit mengacak-acak rambut Rena. “Lain kali lagi deh.”
“Janjiii?” rengek Rena.
“Janji. Ayo turun, biar kamu bisa tidur di kasur dan aku bisa pulang ke rumah supaya ke kejar buat berangkat meeting yang jam 9.”
“Kamu tidur rumah ku aja Sagalaaa. Masih pagi giniiii, bahaya tau!” rengek Rena lagi.
“Nggak bisa Rena, mobil aku ganjil. Hari ini tanggal genap. Ayo turun dulu ya? Nanti aku janji kita jalan-jalan lagi.”
Rena mengusap-usap matanya sejenak. Berusaha untuk mengumpulkan nyawanya. Ia kemudian meringis kesakitan saat Sagala mencubit pipinya.
“Sakit Sagalaaaa!”
“Makanya jangan lucu-lucu kayak gini. Udah gede, Ren.” kekeh Sagala.
Rena hanya mampu mengerucutkan bibirnya sebagai tanda protes. Tetapi belum sempat ia memprotes Sagala, ekor matanya secara tidak sengaja menangkap jam yang tertera pada panel audio mobil Sagala. Ia tahu ia tidak boleh menahan Sagala lebih lama lagi.
“Yaudah hati-hati ya di jalan? Kabarin aku kalau udah di rumah.”
Sagala mengangguk.
“Will do. Makasih ya udah nemenin kemarin.” lanjut Sagala.
Rena tersenyum, ia kemudian memutar tubuhnya mencari tasnya yang ada di belakang.
“Udah diturunin sama orang rumah kamu.”
“Oh….”
Rena hanya bisa menyengir.
Ia kemudian membuka pintu mobil Sagala.
Akan tetapi, entah dari mana asal keberaniannya, Rena yang sudah hendak turun dari mobil Sagala kemudian mengurungkan niatnya dan justru berbalik menatap Sagala.
“Kenapa Ren?”
Pertanyaan Sagala tidak dijawab oleh Rena. Sang model justru mendaratkan satu kecupan di pipi Sagala.
“Thank you Sagala, aku seneng banget dua hari ini. Drive safely.”
Sagala hanya bisa mematung.
Ia bahkan tidak tahu kapan Rena sudah turun dari mobilnya dan berlari memasuki rumahnya.
Mata Sagala mengerjap berkali-kali, berusaha memahami apa yang baru saja terjadi. Tangan kirinya perlahan terangkat dan memegang pipi kirinya yang tadi dikecup oleh Rena.
“Rena…. Don’t do this….”