194

Seungwan terus memandangi layar ponselnya, kali ini pertanyaan yang dilontarkan kepadanya benar-benar membuatnya skakmat.

“That’s okay, you have plenty of time to think about it. I know Joohyun will.”

Seungwan membaca pesan terakhir yang baru saja masuk ke ponselnya itu dan melihat lawan bicaranya sudah berubah menjadi offline. Ia menarik napas dalam dan memejamkan matanya untuk beberapa saat.

Saat ini sudah hampir pukul setengah enam pagi, ia benar-benar menghabiskan waktu tidurnya untuk bercerita tentang dirinya dan Joohyun. Ia sangat ingin terlelap namun di lain sisi her biological clock just refused it.

Seungwan perlahan membuka kedua matanya kembali dan pandangannya justru jatuh tertuju pada sosok Joohyun yang masih terlelap menghadap ke arahnya. Suara napasnya yang teratur menandakan sosok di depannya itu masih tertidur pulas.

Ia menghabiskan beberapa saat untuk memperhatikan setiap lekuk wajah Joohyun. Baru kali ini Seungwan menyadari detail-detail wajah Joohyun yang tidak pernah ia cermati sebelumnya.

Ia tertawa pelan saat melihat Joohyun dan baju piyama motif baby winnie the pooh yang ia kenakan.

Joohyun dengan baju tidurnya adalah salah satu versi Joohyun yang paling Seungwan sukai. Ia terlihat lucu dengan setelan piyamanya yang selalu bermotif kartun, sesuatu hal yang tidak pernah Seungwan sangka akan ia temui dalam sosok Joohyun yang sangat kaku.

Satu per satu memori tentang Joohyun yang ada dalam ingatannya mengisi pikiran Seungwan. Mulai dari Joohyun yang keras kepala dan kaku, Joohyun yang berwibawa, Joohyun yang selalu menuruti permintaannya, Joohyun yang tak jarang mengagetkannya dengan kalimat-kalimat tidak terduga.

Joohyun yang peduli pada dirinya.

Mata Seungwan kini tertuju pada lengan Joohyun yang masih bertengger di pinggangnya itu. Ia ingat semalam Joohyun tiba-tiba memeluknya dalam tidurnya dan Seungwan tidak sampai hati untuk melepaskan pelukannya itu. Namun kini saat Seungwan mulai menyadari posisi mereka, ia perlahan merasakan napasnya tercekat seakan-akan ia dikurung dalam ruangan sempit dan gelap.

Menyadari kondisinya, Seungwan berusaha mendengarkan debur ombak untuk menenangkan dirinya. She doesn’t want to put more burden on Joohyun than what she already did.

Alarm Joohyun yang bunyi secara tiba-tiba hampir membuat Seungwan lompat dari posisinya. Ia benar-benar lupa bahwa Joohyun selalu terbangun di jam-jam sebelum matahari terbit, as per Joohyun’s words, “We will never know if we could see this beauty again by tomorrow.”

Joohyun perlahan mengerjapkan matanya. Tangannya yang semula bertengger di pinggang Seungwan kini mencoba meraih ponselnya yang ia letakkan tak jauh dari kepalanya itu.

“Good morning.” ujar Joohyun dengan suaranya yang masih serak dan matanya yang masih separuh tertutup.

“H-hi…”

Joohyun mengusap matanya kemudian menarik selimut yang sudah tidak menutupi tubuh mereka dengan sempurna.

“You look so tired, can’t sleep?”

Seungwan menggeleng, ia memang belum tidur sejak semalam.

“Why?” Joohyun mengernyitkan dahinya dan tiba-tiba ia terhenyak singkat, seakan-akan menyadari sesuatu. “Oh, I’m so sorry. Saya nggak sadar kalau saya ngelanggar batas.” sambung Joohyun yang mengacu kepada posisi tidur mereka yang terlalu berdekatan.

“I’m so sorry Seungwan. Saya bener-bener nggak ada maksud-...”

Joohyun buru-buru mengambil jarak lebih jauh namun tangan Seungwan secara otomatis menarik baju Joohyun untuk menghentikannya berpindah lebih jauh lagi.

“Don’t. Please don’t take another step away from me.”

Keduanya terdiam dalam posisinya masing-masing setelah apa yang Seungwan ucapkan. Joohyun mencoba untuk memahami maksud dari ucapan Seungwan sedangkan Seungwan bertanya pada dirinya sendiri bagaimana rasanya jika ia mempercayai Joohyun untuk masuk lebih jauh dalam kehidupannya? Bagaimana rasanya meringkuk mencari kehangatan dalam pelukan Joohyun? Bagaimana rasanya berbagi cerita tentang hal-hal yang ia sukai dan ia takuti, apakah Joohyun akan memahaminya?

Bagaimana rasanya mempercayai seseorang untuk ia titipkan sebagian dari dirinya?

Seungwan tahu setidaknya bagaimana rasanya saat Joohyun menggenggam tangannya, ia merasa sangat nyaman. Seungwan tahu rasanya saat ia beradu argumen dengan Joohyun, challenging dan menyebalkan. Seungwan tahu bagaimana rasanya saat Joohyun memperhatikan detail tentang dirinya yang belum pernah ia beritahukan kepada Joohyun sebelumnya, she feels special.

It just then the feelings hit her all too sudden.

Pertanyaan dan pernyataan dari orang-orang disekelilingnya seakan-akan datang bertubi-tubi dan menyerang dirinya. Yes, Joohyun does make her heart flutters.

Apa yang Joohyun ungkap padanya semalam juga merupakan bukti. Seungwan tidak akan mengalami panic attack jika itu bukan sesuatu yang mengingatkannya akan komitmen.

Kini disaat matahari perlahan meninggi dan debur obak menjadi background music yang secara konstan mengisi pendengarannya, Seungwan can’t help but wonder if it’s possible for her to return Joohyun’s feelings for her? Or has she started to develop feelings for Joohyun already? After all, Joohyun is the first in almost ten years to make her feels like this again.

“Seungwan? What happened? Saya cuma mau ngasih jarak aja supaya kamu nyaman. Lagipula Saya nggak akan kemana-mana, unless you ask me to.” ujar Joohyun saat ia melihat ekspresi wajah Seungwan yang tidak bisa ia pahami.

Seungwan mengerjapkan matanya, suara Joohyun membawanya kembali pada kenyataan. Entah apa yang ada di pikirannya tapi justru Seungwan beranjak untuk mendekati Joohyun.

Seungwan kembali memposisikan dirinya seperti saat Joohyun masih terlelap beberapa saat lalu, kepalanya ia sandarkan pada lengan Joohyun. Kemudian Seungwan menarik selimut mereka untuk memberikan mereka kehangatan walaupun sebenarnya dengan jarak yang sedekat itu, keduanya sudah saling berbagi kehangatan.

Joohyun terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Seungwan namun ia memutuskan untuk tetap diam dan mengikuti keinginan sosok yang ada di pelukannya itu. They are confused but they both wish to just relish the moment.

As usual, tubuh Seungwan yang tidak terbiasa dengan skinship yang demikian mengirimkan sinyal-sinyal kewaspadaan pada dirinya. Ia masih sangat tegang dan takut untuk bergerak. Seungwan pun masih berpikir untuk segera menjauh dari Joohyun.

“Seungwan, kamu bikin saya takut. Kamu kenapa?” ucap Joohyun pelan, seakan-akan jika ia berbicara lebih keras lagi akan menyakiti Seungwan.

Seungwan menengadahkan kepalanya, matanya menatap Joohyun lekat. Kemudian ia menyadari bahwa Joohyun pun sama dengan dirinya. “Your heart is beating so hard, I can feel it.”

“O-of course....but are you okay though? Something happened when I’m asleep?”

“Telinga kamu merah Hyun.”

Tangan kanan Joohyun secepat kilat menutupi telinganya itu yang kemudian disambut dengan tawa oleh Seungwan.

“Sorry, but it's just so funny to me.”

Joohyun berdeham pelan, berusaha untuk mengatur detak jantungnya.

“Am I making you uncomfortable?” tanya Seungwan.

“Seharusnya saya yang tanya gitu ke kamu, are you comfortable?”

“Trying to.”

“Kamu kenapa Wan?”

“Peluk aku lagi, like what you did just last night.”

Tentu saja Joohyun bingung dengan ucapan Seungwan itu karena ia tidak ingat bahwa semalam ia memeluk Seungwan dalam tidurnya, namun Joohyun tetap mengabulkan permintaan Seungwan.

Perlahan tangan kanannya menarik Seungwan untuk lebih mendekat pada tubuhnya kemudian ia memeluk Seungwan dengan hangat. Joohyun bisa merasakan detak jantungnya justru semakin meningkat dengan posisi mereka saat ini.

Sedangkan Seungwan perlahan mencoba mengatur napasnya dan berulang kali mengingatkan dirinya bahwa sosok yang sedang memeluknya adalah Joohyun. Orang yang hampir tidak mungkin membahayakan dirinya.

Sedikit demi sedikit Seungwan mulai bernapas dengan lebih teratur dan rileks. Ia meringkuk dengan sempurna dalam pelukan Joohyun. Berusaha untuk mengingat momen ini dan menyimpannya dalam ingatan terdalam.

“Thank you for always prioritizing me Joohyun and sorry about last-..”

“Don’t, jangan minta maaf ke saya karena kamu nggak salah.”

“Hear me out first, please?”

Joohyun melonggarkan pelukannya agar ia bisa melihat wajah Seungwan namun Seungwan saat ini jauh lebih keras kepala sehingga ia tidak membiarkan Joohyun untuk melihat wajahnya.

“Gak mau, jangan liat aku.”

“What’s with sudden aku-kamu? Are you okay? Now you really scare me.”

Seungwan tertawa pelan, “Gak tau, kelepasan. Well, about what you said last night, I’m not gonna pretend I feel the same way about you because honestly? I don’t even understand myself.”

Ia menarik Joohyun untuk mendekat lagi, if that is even possible.

“Then I remember what other people said to me about us then what you said to me about how it took you time and the right person to finally move on. Through the night I’ve been thinking about this. Can I move on? Can I finally be free from this weakness of mine?”

“I see, you want my help?”

“Gue egois banget ya minta tolong kayak gini sedangkan you just confess to me last night?”

Joohyun tidak menjawab pertanyaan Seungwan, justru ia memeluk Seungwan lebih erat dan mendaratkan kecupan singkat di puncak kepala Seungwan.

“How does it feels?”

“You can basically answer it by yourself, don’t you feel it?” jawab Seungwan, tubuhnya kembali menegang.

“Then I’ll do it more, so that you’ll get familiar with it.”

Seungwan menonjok perut Joohyun kencang, “Itu sih namanya nyari kesempatan!”

“Oof, I never know you’re a boxer. So what are we gonna do next? What do you want?”

“Nggak tau, but I want to find out. Can we?”

“Okay, but please do tell me when it’s getting too much? Also tell me everything that’s bugging your mind?”

“Only if you’ll do the same to me.”

Seungwan menjauhkan dirinya sejenak dari pelukan Joohyun, “A bit of warning, there will be time when I do something that I don’t mean or say something that I don’t mean to, please don’t leave me?”

“I’ll never leave you unless you are the one who asks me to. Now can I ask you a favor too?”

“Apa?”

“No more flings, no more wild parties, no more shocking headline news about you and some stranger. If you need anything just come to me?”

Tangan Seungwan secara refleks mencubit pipi Joohyun, “Jealous much? Okay no more flings. But party? No way, gue masih mau dateng party ya.”

“Then just let me tag along.”

“Hah? Yakin? You don’t even know people in entertainment industry that much?”

“Iya biarin aja. Nanti saya paksa Seulgi ikut juga biar saya ada temen.”

“Tuh kan Kak Seul lagi.”

“Iya biarin aja, take it or leave it. Lagian udah saya bilang, saya dan Seulgi nggak ada apa-apa.”

“Let’s see ya kamu bertahan atau nggak dateng party kayak gitu. Also, about headline news, I can’t control it you know?”

“Ya pokoknya jangan deket-deket sama orang lain, selain saya.”

“Kalo tetep ada berita gimana? Kan aku nggak kerja sendirian, bisa aja collab sana sini sama orang yang beda-beda.” Tanya Seungwan namun tiba-tiba ia menyadari sesuatu dan buru-buru menyambung kalimatnya, “HEH, KAMU GAK BAKAL LARANG AKU BUAT TETEP MAKING MUSIC KAN?”

“Nggak lah, I know it’s your world, your happy place. Yang penting kamu gak usah deket-deket sama orang lain, nanti kalau ada berita yang nggak-nggak, biar saya yang take care.”

“Emang mau diapain? Dibayar?” celoteh Seungwan asal.

“Iya, gampang itu. Saya bakal take down semuanya, uang nggak masalah.”

“Here you go, the cocky Bae Joohyun. Tau deh tau yang uangnya gak ada serinya.”

Joohyun tidak menggubris ucapan Seungwan, well uang memang tidak pernah jadi masalah baginya. “So no more flings okay?”

“Okay, no flings.”

“Party, hmm kadang-kadang aja ya? Saya kayaknya gak bakal kuat kalau datang party terus. Kepala saya sakit kalau dengar orang teriak kenceng-kenceng gitu atau musik yang kekencengan juga.”

“Alright Joohyun.”

“For the news, I’ll be the one to take care of it.”

“Iyaaa. Anyway, I need another favor. Please be patient with me? I need time to adjust too.”

“Of course, like what I always say to you, saya gak akan maksa kamu. Your convenience is my priority, so if it’s time that you ask from me, I’ll give it to you.” jawab Joohyun.

“Hyun, what if in the end I fail? What if in the end I only hurt you?”

“Let’s just talk about the present. Let me be the one to judge if you're going to hurt me or not.”

“Hyun, please think about yourself too. You need to put yourself as your priority as well.”

“Iya, I will. Anyway silau banget, itu kamu lupa tutup tirainya ya semalam?”

“Eh, mataharinya udah di atas! Yah hari ini kamu kelewatan sunrise dong?”

“It’s okay, I've you in front of me now. Udah sebanding. Now just shush and let me hug you more.”

Seungwan perlahan memejamkan matanya, telinganya yang ia dekatkan pada dada Joohyun mendengarkan detak jantung Joohyun yang teratur. Somehow membuatnya mulai mengantuk.

Sedangkan Joohyun sedang mengingat setiap momen yang terjadi di dalam caravan mereka. Ditemani oleh matahari pagi dan deburan ombak.

Pagi itu merupakan pagi yang aneh bagi mereka berdua, keduanya sama-sama bertanya-tanya akan berakhir seperti apa hubungan mereka yang baru saja mereka mulai kembali dari awal.

Namun untuk sekarang, mereka hanya Joohyun dan Seungwan yang sedang menikmati pagi mereka yang unik.