199.

Sagala melirik layar ponselnya yang kembali menyala ketika terdapat notifikasi chat yang masuk. Ia menatap layar ponselnya untuk beberapa saat, membaca baris demi baris chat yang dikirimkan oleh Rena.

Ibu jari Sagala mengambang di atas layar ponselnya. Namun pada akhirnya Sagala hanya menghela napasnya kemudian kembali mengunci ponselnya dan menaruh ponselnya dalam keadaan tertelungkup agar tidak mengganggu fokusnya.

Sementara itu Teira yang awalnya sedang mereview dokumen yang diberikan oleh Sagala, kini berhenti sejenak. Ia menatap juniornya sesaat.

Teira menaikkan alisnya. Sedikit heran dengan sikap dua juniornya di minggu ini.

Sashi yang tiba-tiba menelponnya dan menyampaikan bahwa akan menarik Sagala dari seluruh persidangan, dengan alasan Sagala memiliki workload terlalu banyak dan kesehatannya yang menurun.

Lalu Sagala yang terlihat jauh lebih diam dari biasanya. Sagala berubah menjadi sosok yang penurut, tidak melayangkan satu bentuk protes pun pada Teira padahal biasanya Sagala selalu mendebat atau sekadar mengomentari keputusan atau statement yang Teira keluarkan.

Belum lagi Rena yang tiba-tiba mempertanyakan ketidakhadiran Sagala dalam sidang kemarin.

“You good?” tanya Teira.

Sagala hanya mengedikkan bahunya.

“Gimana tulisan gue?” tanya Sagala pada Teira, enggan membahas pertanyaan Teira barusan.

“Good.”

“Any comment?”

Teira menggeleng. “Kalau lo udah yakin sama ini, lo kirim aja. Dari gue udah nggak ada tambahan. Lagian ngapain sih kayak gini masih minta review gue lagi?”

“Butuh second opinion aja.”

Teira kembali mengamati Sagala. Ia cukup terkejut karena tidak ada komentar jenaka yang keluar dari mulut Sagala.

“Lo lagi badmood apa mau datang bulan? Abis balik dari puncak bukannya lebih fresh malah lebih suram.” ujar Teira to the point.

Sagala kembali mengedikkan bahunya dan kali ini Teira memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut.

“By the way, lunch ini gue mau bahas case Rena sama Sashi. Lo mau ikut nggak? Lunch on me.” lanjut Teira.

“Nggak deh. Kerjaan gue banyak. Mau submit dokumen yang udah lo review, terus gue juga harus review kerjaan Yesha dan ngajarin Meira bikin berita buat media.”

Jawaban Sagala kembali membuat Teira terkejut. Biasanya Sagala tidak pernah menolak makanan gratis.

“Yaudah ikut makannya doang aja kalo gitu? Lo jangan keseringan skip makan deh, Wen.”

“Santai kak, gue makan kok. Udah pesen delivery tadi.” jawab Sagala sembari merapikan barang-barangnya.

Percakapan keduanya terhenti saat terdengar suara ketukan dua kali pada pintu ruang kerja Teira. Baik Teira maupun Sagala secara otomatis menoleh ke arah pintu tersebut dan mendapati Sashi muncul dari balik sana.

“Kak, jadi nggak?” tanya Sashi pada Teira.

Sashi sempat sedikit terkejut saat melihat Sagala. Ia kemudian memasuki ruangan Teira dan berdiri tepat di sebelah meja Teira.

“Oh lagi sama Wening…..Ini gue ganggu gak?” tanya Sashi.

“Nggak Sas. Gue udah selesai sama kak Tei.”

Sagala kemudian bangkit dari kursinya dan membawa laptopnya kemudian pergi melewati Sashi dan keluar dari ruangan Teira.

“Wen! Sore kita bahas tugas yang dari gue bisa ya?”

Panggil Teira satu kali lagi namun tidak digubris oleh Sagala yang sudah melambaikan tangannya pada Teira tanpa menatap atasannya itu.

“Temen lo kenapa deh Sas? Perlu gue yang ngajak ngomong atau lo yang maju duluan?”

Sashi hanya mampu melihat punggung Sagala dari balik pintu ruangan Teira yang sudah tertutup kembali.

“Just Wening being Wening. Biar gue aja yang ngomong sama dia.”