207.
Pertemuan pertama antara Adrian Antasena dan Sagala Wening hanya berlangsung tidak lebih dari sepuluh menit. Tidak pernah terbesit dalam pikiran Adrian Antasena bahwa ia akan kembali bertemu dengan Sagala Wening dalam keadaan yang lebih formal.
Beberapa jam yang lalu Anta cukup terkejut ketika mendapatkan telepon dari nomor yang tidak ia kenali namun tak lama setelahnya sebuah pesan singkat dari nomor yang sama memperkenalkan diri sebagai Sagala Wening.
Pertemuan sepuluh menitnya dengan Sagala ditambah interaksi antara Sagala dengan putrinya cukup membekas bagi Anta. Maka tanpa pikir panjang ketika Sagala meminta untuk bertemu dengan dirinya secepat mungkin, Anta langsung menerima permintaan tersebut.
Kini keduanya berada di salah satu restoran hotel berbintang di pusat kota, tidak jauh dari kantor Sagala berada.
Sagala menunjukkan beberapa dokumen kepada Anta melalui laptopnya. Meminta Anta untuk melihat beberapa hal yang menurut Sagala perlu untuk diketahui oleh Anta.
Selepas ia selesai membaca seluruh dokumen yang diberikan oleh Sagala, Anta melepaskan kacamata bacanya dan menaruhnya tepat disebelah cangkir kopi miliknya.
“Saya nggak nyangka Azkan bisa memperlakukan Rena sejahat ini.” geram Anta.
“Dan mungkin bisa lebih jahat lagi, apalagi setelah melihat hasil sidang pembuktian penggugat kemarin. Karena itu saya hubungin Om pagi tadi. Saya sudah dikeluarkan dari tim karena kecerobohan saya sendiri, Om. Sekarang saya sudah tidak punya kewenangan untuk ada di dekat Rena lagi. Jadi saya mohon Om bisa pertimbangkan untuk meningkatkan keamanannya Rena.” ucap Sagala.
“Rena hanya bilang kalau dia semalam kerampokan.”
“Mungkin Rena nggak mau bikin Om khawatir, ditambah kejadian semalam memang cukup membuat Rena shock. Jadi mungkin dia juga belum siap untuk mendapatkan banyak pertanyaan dari keluarga.”
Anta menghela napasnya panjang, ia menatap Sagala dengan penuh kekhawatiran.
“Sekarang kamu mau saya ngapain? Saya ngerasa gagal ngelindungi Rena selama ini, jadi sekarang saya akan ikuti instruksi kamu.”
“Permintaan saya sederhana, Om. Tolong usaha untuk bisa mengerti Rena dan jadi teman bicara Rena seperti mendiang mamanya Rena dulu dan satu lagi, tolong tingkatin keamanan di sekeliling Rena mulai dari hari ini sampai satu tahun ke depan.”
Kening Anta mengkerut.
“Satu tahun?”
Sebuah anggukan mantap diberikan oleh Sagala.
“Pengalaman saya aja. Tipe-tipe kayak Azkan masih akan berusaha nyelakain Rena sampai satu tahun ke depan dan selama satu tahun ke depan pasti kasus perceraian Azkan dan Rena masih hangat buat media juga.”
“Gimana kalau lebih dari itu Sagala?”
Sagala tersenyum ke arah Anta.
“Senin pagi, Om bakal lihat alasan kenapa Azkan nggak akan bisa bertahan buat ngusik Rena lebih dari satu tahun.”
“Maksud kamu?”
Tangan Sagala meraih ponsel yang ia taruh di atas meja. Anta melihat Sagala memeriksa isi ponselnya beberapa saat sebelum kemudian disodorkan oleh Sagala kepada Anta.
Anta menatap Sagala kemudian mengambil ponsel Sagala sembari tangan kirinya mengambil kacamata yang tadi ia taruh. Matanya membulat terkejut ketika ia membaca informasi yang ada pada ponsel tersebut.
“I-ini?”
Sagala mengangguk, “Senin pagi semua orang akan lihat ini di setiap berita nasional. Karena itu Saya minta Om untuk lindungin Rena, terserah gimana caranya.”