217
Seharian Irene dan Wendy sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing. Irene sudah pergi dari pagi hingga siang ke bengkel karena semalam waktu mereka sedang late night drive date tiba-tiba alarm pengingat service mobil berbunyi. Sedangkan Wendy tiba-tiba dapat inspirasi untuk menulis lagu, so she’s in her don’t disturb mode.
Keduanya hanya sempat bertemu muka di dapur saat hari sudah menjelang sore, Irene yang baru saja kembali dari bengkel dan Wendy yang keluar dari studio musik karena ia kelaparan.
“Baru pulang?”
“Iya, well turned out my car is really really out of service. Jadi tadi sekalian diservice semuanya.”
“Here try this, itu kemaren dibeliin Bunda kamu.”
Wendy menyodorkan gelasnya yang berisi jus jeruk saat ia melihat Irene yang hendak mengambil air mineral dari kulkas.
“Oh, it’s so refreshing. Anyway, seharian ngapain aja? Tumben jam segini belum mandi?”
“Tiba-tiba dapet inspirasi buat nulis. Kok tau sih aku belum mandi? Emang bau ya?” tanya Wendy sambil berusaha mencium bau badannya.
Irene tertawa melihat Wendy yang mengendus tubuhnya sendiri, “Not that, you always smells good. Itu kamu masih pakai baju yang sama kayak semalam.”
Oh.
Wendy lupa kalau Irene is a detail freak but she never imagined that Irene will remember the details about her as well. Cuma baju sih, but somehow everything that comes from Irene which concerns herself makes Wendy feel special. Like Irene is really really putting her attention on her.
“Muka kamu kenapa merah gitu?”
“Oh shit, no. It’s not time to blush Son Seungwan.” ujar Wendy dalam hati.
“L-laper.”
What a weird answer to be honest. Tapi Irene terima-terima saja dengan alasan itu dan tidak bertanya lebih lanjut.
“Saya masakin ya? Yang waktu itu kan saya batal masakin kamu.”
Wendy mengangguk. Sebenarnya dia lupa yang waktu itu yang mana? Tapi karena dia sendiri memang kelaparan dan tiba-tiba Wendy merasa tidak bisa menatap Irene sama sekali, akhirnya dia mengikuti ucapan Irene.
As always karena Irene melarang siapapun untuk masuk ke rumah tanpa izinnya, sehingga sore itu Irene dan Wendy hanya berdua. Bibi yang jaga rumah standby di rumah terpisah yang memang sengaja Irene bangun untuk orang-orang yang bekerja di rumahnya itu.
Irene dengan cepat bergerak kesana kemari, menyiapkan bahan makanan dan menghidupkan kompor. Sedangkan Wendy memilih untuk langsung duduk di meja makan.
A wrong move.
Kitchen di rumah itu berhadapan langsung dengan meja makan. Jadi saat ini Irene justru bisa melihat Wendy dengan jelas and vice versa.
Sang chef dadakan tersenyum ke arah Wendy yang lagi-lagi bikin Wendy salah tingkah.
“Just what the hell is wrong with you Woman!!” batin Wendy.
Akhirnya setelah 15 agonizing minutes, Irene selesai masak buat Wendy. Khasnya Irene banget, dia sama sekali tidak berbicara banyak tapi langsung menyiapkan semuanya buat Wendy.
Sendok, garpu, bahkan sampai minuman dan dessert es krim. Irene hanya bicara satu kata.
“Enjoy.”
Lucunya Irene seperti menunggu reaksi dari Wendy yang sedang mengunyah nasi goreng buatannya itu.
“So?”
“What?”
“Itu masakan saya gimana?”
“Enakan masakan bunda kamu.” goda Wendy.
“Nyebelin.”
Wendy tertawa. Okay sekarang ia paham kenapa Yerim senang sekali menggoda Irene, karena reaksi dari Irene sangat mengundang tawa.
Lucu aja karena Irene sama sekali tidak merasa kalau Wendy sedang menggodanya. Irene yang tipikal sangat serius selalu menanggapi semua hal dengan serius, padahal orang normal juga biasanya tahu kalau ia sedang digoda.
Wendy menjulurkan tangannya ke arah tangan Irene yang ada di atas meja dan menepuk tangan Irene pelan. “Enak enak, jangan ngambek dong.”
“Siapa yang ngambek? Lagian taste bud tiap orang kan beda-beda.”
“Setuju sih dan taste bud ku lebih suka masakan bunda kamu.”
Irene tiba-tiba melotot ke arah Wendy. She feels betrayed.
Sedangkan Wendy lagi-lagi tertawa namun kali ini lebih kencang dan ia hampir tersedak. Tangannya buru-buru mengambil gelas kaca yang berisi jus jeruk dan meneguknya sampai setengah gelas.
“Reminds me to never tease you again.” ujar Wendy.
“Karma does exist huh?” ejek Irene.
“Katanya nggak ngambek?”
“Emang nggak.”
Wendy lagi-lagi tertawa, Irene masih ngambek karena dibilang masakannya kalah enak sama masakan Nyonya Bae. Ia kemudian bangkit dari kursinya dan memotong jarak diantara mereka berdua.
“Coba liat aku sini.” ujar Wendy sambil menatap mata Irene lekat. “Kamu tuh ya, kompetitif boleh tapi liat-liat dong. Dulu jealous sama Kak Seul, sekarang sama Bunda kamu sendiri?”
Irene hanya mengangkat bahunya.
“Damn, you’re truly annoyingly cute.” ujar Wendy sambil mencium bibir Irene sekilas.
Tangan Irene dengan cepat menahan tengkuk Wendy dan membalas ciuman Wendy. They exchange a few kisses here and there, mostly Irene who's initiating it.
“Hmm, so delicious and sweet.” ujar Irene, ibu jarinya mengusap bibir Wendy.
Irene tertawa saat melihat Wendy yang salah tingkah dengan ucapannya. If Wendy can tease her, so does Irene.
“The orange juice I mean.” tangan Irene mengacak-acak rambut Wendy.
“Jerk!”
“Habisin ya makanannya, saya mau mandi. Habis itu kita beres-beres buat besok and then after that we can watch some movies if you want or continue this.” ujar Irene sembari bangkit dari kursi yang ia duduki.
Kemudian Irene berjalan memutari meja dan berdiri tepat di sebelah Wendy.
“This is what I mean by continuing this.” Irene mengecup bibir Wendy sekali lagi namun lebih dalam.
Kemudian ia meninggalkan Wendy begitu saja, berjalan ke arah kamarnya dengan santai. Sedangkan pipi Wendy benar-benar memerah dan degup jantungnya sudah tidak karuan.
Bagaimana bisa Irene melakukan semua ini dengan sangat santai?
“Shit, I never know she can affect me this much.” ujar Wendy pelan.
She will never tease Irene ever again.