217.

Sosok Sagala berdiri di dinding kaca ruangan Teira, menatap kendaraan serta orang-orang yang berlalu lalang di jalanan.

Fokusnya tidak terpecah bahkan ketika ia mendengar seseorang memasuki ruangan dengan bunyi langkah yang ia kenali.

“Banyak yang harus lo jelasin ke gue.” ucap Sashi dengan nada tertahan, sedikit marah.

Sagala mengangguk. Matanya masih menatap ke arah jalanan.

“So?” lanjut Sashi.

“Lo mau tau dari mana?”

“Everything Sagala Wening! Lo tau? Gue gak bisa tidur semaleman mikirin lo, nyet?!” protes Sashi sembari melempar tubuhnya ke sofa yang ada di ruangan Teira.

“Thank you udah mikirin gue.” tawa Sagala pelan.

“Jadi gimana? Gue liat ekspresi lo tadi! You look like someone-...”

“...looking at their prey who's walking into the trap they made.” ujar Sagala melengkapi kalimatnya.

Sashi menatap Sagala tidak percaya. “It’s all premeditated?”

Sagala mengangguk.

“Lo kemaren gemeter di depan mata gue Wening!”

“To make you believe that I’m walking into their trap. Which I didn’t. They did. Gue harus acting di depan lo supaya lo panik, supaya lo infoin semuanya ke Kak Teira. Ninda didn’t know me like you do, so gue cuma butuh bikin lo dan Kak Teira untuk panik, Ninda bakal panik juga. Efek domino. The whole team in chaos. Gue butuh kalian terlihat panik di depan bokap gue so they will think they win. Kalau kalian nggak panik, mungkin mereka gak akan buka kartu mereka yang itu.”

Sashi mengusap wajahnya gusar.

“Sinting banget lo. Anjing banget. Sejak kapan lo acting?”

“Since the beginning. Since the day we went to Azkan’s house.”

“What?!”

“Disana gue notice kalau bokap gue ngirim orang untuk ngikutin gue. There is a reason why I really hate the way you work, Sas. Bokap gue juga pakai metode yang sama waktu dia kerja.”

“Surveillance beda sama nguntit, Wen. Gue nggak nguntit.”

“Still the same.”

“Terus lo sengaja deketin Rena selama ini?”

“Yeah…. Bokap gue knows my preference. So I’m leading him to think that I like Rena like that.”

“Are you sure? Because the reason gue panik semalem karena gue tau lo suka sama Rena. Or at least you have a soft spot for her.”

“It’s all premeditated. Lo mau liat semua video yang gue kumpulin dari dashcam gue? Semua foto yang mereka kirim, gue punya counter video or photo yang bisa gue pakai. Every single of it. There is a reason why I always use Evy all the time sejak gue pegang kasus Rena. Supaya gue gampang cari video dashcamnya.”

“Gila banget lo. Sinting lo tau? Terus yang puncak?”

Sagala terdiam.

“Puncak dan perampokan adalah variable tak terduga gue. And Rena’s feelings too.”

“Wen, you’re playing with someone’s feeling here.”

“I know. But honestly speaking, even if I like her like that, bahkan sebelum dimulai pun semua ini nggak akan bisa lanjut.” ucap Sagala, kali ini sembari memutar tubuhnya menghadap ke arah Sashi.

Bola mata Sagala membesar ketika ia melihat sosok Rena, Teira, dan Yesha berdiri di pintu masuk.

Melihat Sagala yang tiba-tiba terdiam, Sashi pun turut menoleh ke arah pandangan Sagala dan memberikan respon yang serupa dengan yang diberikan Sagala.

Detik berikutnya Rena berjalan dengan cepat ke arah Sagala dengan matanya yang sudah berlinang air mata.

Plak!

Sebuah tamparan keras dilayangkan oleh Rena.

“Fuck you, ga. I thought all these times you are different from Azkan.”

Sagala hanya terdiam.

Sikap Sagala membuat hati Rena bagaikan dihunus oleh pedang tajam dan dikoyak sejadi-jadinya. Rena merasakan sesak di dadanya. Rena menatap Sagala secara lekat namun yang dipandang tetap tidak mau menatap dirinya.

Merasa tangisnya sudah tidak bisa dibendung lagi, Rena dengan segera keluar dari ruangan Teira meninggalkan Sagala yang masih dalam diamnya.

Sagala menghela napasnya. Ia kemudian mengangkat kepalanya dan kini beradu tatap dengan Teira.

“Please temenin Rena dulu kak, at least anterin dia pulang.” senyum Sagala.

“Lo gila.” ucap Teira yang kini juga turut meninggalkan ruangannya.

Sementara itu Yesha yang sedari tadi berdiri mematung di pintu masuk, kini berjalan ke dalam ruangan. Mendatangi kulkas milik Teira untuk mencari minuman kaleng dingin yang bisa digunakan sebagai kompres sementara bagi wajah Sagala yang memerah serta sedikit berdarah di ujung bibirnya akibat tamparan Rena tadi.

“Kak lo sinting banget! Bukan ini yang lo bilang ke gue semalem!” protes Yesha sembari mencari-cari minuman kaleng yang paling dingin yang bisa ia temukan.

Sagala hanya terdiam masih di posisi awalnya, kembali menatap jalanan yang ada dibawahnya.

Ia cukup terkejut ketika Sashi tiba-tiba mendorongnya ke arah dinding kaca, menatapnya dengan lekat.

“Ini bukan Sagala Wening yang gue kenal. Lo jujur sama gue, lo suka sama Rena kan Wen?”

Sagala hanya tersenyum tipis dan detik berikutnya Sashi memahami segalanya.

“You hate cheaters and you won’t make her as one…..”

Sagala mengangguk diiringi dengan air mata yang akhirnya lolos dari pelupuk matanya.