231. Ghost from the Past
Kamis, 17 Juli 2023
“Seriusan deh, ini bagus gak sih dressnya di gue?” tanya Selene tepat saat ia turun dari mobil dan berjalan ke arah lobby tempat dimana acara Yesha berlangsung.
Rena memutar kedua bola matanya malas. Pertanyaan ini sudah dilayangkan oleh Selene kepada dirinya berkali-kali sejak siang tadi saat mereka pergi ke salah satu mall besar di pusat kota.
“Makanya lain kali kalau emang mau nyari baju tuh jangan mepet pas di hari acaranya.”
“Ih kok gitu sih jawaban lo kak!” dengus Selene kesal.
“Gue udah bilang bagus dari tadi, tapi lo yang nggak percaya diri. Rule number one, yang penting itu bukan model bajunya tapi siapa yang pakai baju itu. Kaos singlet juga kalau dipakai sama idol korea pasti jadi keliatan bagus. Coba itu singlet dipakai Mahen, pasti lo bilang jelek.”
Selene menyengir ke arah Rena.
“Selamat malam ibu, sudah ada reservasi?” sapa salah seorang pelayan.
“Malam mba, atas nama Yesha ada?” jawab Rena.
Pelayan tersebut mengangguk kemudian mengantarkan keduanya ke sisi Rumah Kaca Melati yang telah direservasi oleh Yesha. Sesampainya disana Rena sudah disambut oleh Yesha yang terlihat sedang sibuk menghitung jumlah kursi bersama dengan Mahen.
“Yeshaaaa!”
Yesha menoleh saat mendengar namanya dipanggil oleh Rena. Sebuah senyuman mengembang di wajah Yesha yang kemudian berlari kecil meninggalkan Mahen untuk menyambut Rena dan Selene.
“Halo kaaaaak! Akhirnya jadi dateng setelah gue bujuk ribuan kali!” ucap Yesha sembari memberikan pelukan hangat kepada Rena lalu kepada Selene.
“Gue kira di rooftop?” tanya Selene.
“Gue milih disini soalnya kak Teira nanti bawa Thea. Kalau di rooftop kasian kena angin malam, terus kalau di lounge depan terlalu berisik.” jawab Yesha.
“Yang dateng malem ini siapa aja, Yes?” kini ganti Rena bertanya.
“Kita-kita aja. Paling ketambahan suaminya kak Tei sama Thea terus ada dua temen Mahen buat nemenin Mahen.” tawa Yesha.
Yesha kemudian mempersilakan Rena dan Selene untuk duduk di tempat pilihan masing-masing. Konsep makan malam hari ini adalah tanpa konsep, selain dress code ungu yang ditentukan oleh Yesha.
Satu per satu undangan Yesha datang dan layaknya seorang tuan rumah, Yesha menyapa satu per satu tamu-tamunya. Seperti ucapannya, tidak banyak yang ia undang.
Teira dan keluarga kecilnya, Sashi, Meira, Karin, Selene, Rena, Mahen, dan dua temannya.
Namun Rena tidak bisa menebak siapa satu undangan lagi yang belum hadir mengingat saat ini terdapat satu kursi yang masih kosong tepat di sampingnya.
“Well, masih ada satu lagi yang bakal nyusul. Katanya kena macet. Kayaknya gue buka aja ya ini acaranya?” ucap Yesha saat melihat bahwa hanya Sagala yang belum hadir.
Acaranya dibuka dengan sambutan kecil dari Yesha yang dibalas dengan godaan dari Sashi dan Meira. Teira pun turut menggoda Yesha namun tak lupa ia juga memberikan selamat kepada juniornya itu. Yesha justru berbalik menggoda Teira saat ia melihat Teira sedikit emosional dengan matanya yang berkaca-kaca.
“Gimana gue nggak emosional? Gue liat lo dari jaman trainee kayak anak piyik sampai sekarang lo udah jadi Senior Associate? Gak nyangka gue. But thank you for choosing to stay with my lawfirm, no offense ya Karin.”
Satu meja tertawa mendengar ucapan Teira, termasuk Karin yang juga ikut tertawa karena memahami maksud Teira.
“Siapa nih ada yang mau kasih pesan kesan ke Yesha lagi nggak?” tanya Teira.
Pada akhirnya satu per satu memberikan sedikit ucapan personal bagi Yesha. Mulai dari ucapan selamat, harapan dan doa bagi kelancaran karir Yesha, hingga sebuah kecupan singkat di bibir Yesha dari Mahen sebagai penutup setelah kekasihnya itu menyampaikan satu kalimat singkat.
”I know what you’ve been going through all this time. I’m so proud of you.”
Tentu saja lagi-lagi Yesha digoda oleh teman-temannya namun ia tidak ambil pusing. Malam itu ia merasa sangat bahagia.
Ditengah hiruk pikuk meja yang dihuni oleh Yesha dan tamu undangannya, dari kejauhan Sagala melihat tawa dan canda yang sedari tadi tersaji disana. Lagi-lagi ia merasakan rindu yang selama ini berusaha ia pendam.
Sagala pun kemudian menyampaikan kepada pelayan yang mengantarkannya untuk meninggalkan dirinya karena ia sudah menemukan meja yang ia cari.
“Hi all” sapa Sagala saat tiba di meja nomor 29.
Semua orang menatap Sagala dengan tatapan terkejut, tidak terkecuali dengan sosok Rena yang berada tepat di sisi kiri Sagala.
“Wening?!” ucap Teira terkejut.
Sementara itu Rena hanya bisa terpaku melihat sosok Sagala yang kini berada kurang dari dua meter dari kursi yang ia tempati.
Keheningan yang ada disana terpecahkan saat tiba-tiba satu tamparan didapatkan oleh Sagala dan mengejutkan semua orang yang ada di ruangan itu.
“Hi? Lo bisa-bisanya segampang itu bilang ngomong kayak gitu di depan kak Rena tanpa rasa bersalah? Gila lo.” sergah Selene yang kemudian menatap Yesha, “Lo juga! Kenapa ngundang dia sih?! Kak, ayo kita pergi aja!”
Rena yang masih terdiam hanya bisa menurut pada Selene yang sudah memegang lengannya untuk berdiri. Namun Sagala dengan segera menahan bahu Rena.
“No, don’t. Gue aja yang pergi. Also, Yesha nggak salah. Gue nggak diundang sama sekali. I just….know it from her insta story.”
“Kak…”
“It’s okay Sha, sorry udah bikin suasananya nggak enak. Anyway, selamat buat promosinya.” ucap Sagala sembari memberikan senyumannya kepada Yesha.
Semuanya berlalu sangat cepat bagi Rena.
Satu detik ia terkejut melihat kehadiran Sagala setelah dua tahun lebih ia memutus kontak dengan wanita itu. Ia tidak bisa memungkiri bahwa dirinya mematung saat ia melihat sosok Sagala, begitu pula saat Sagala menyentuh bahunya tadi.
Akan tetapi kini Sagala sudah pergi meninggalkan venue tersebut, sepenuhnya hilang dari pandangan Rena yang bahkan membuat dirinya pun mempertanyakan apakah kejadian tadi hanya ada dalam benaknya saja atau sungguh terjadi.
Rena hanya mampu melihat ke arah pintu keluar. Entah apakah dirinya berharap melihat Sagala kembali memasuki ruangan tersebut atau justru berharap bahwa kejadian tadi hanyalah skenario-skenario lainnya yang ia ciptakan di dalam benaknya.