233.
Kediaman Anta hari itu tidak sepi seperti hari-hari biasanya. Selama sepekan ini ia dikunjungi oleh Yona dan putranya, Anselmus Kardia atau yang biasa dipanggil Acel oleh Rena, dikarenakan suami Yona sedang menghadiri konferensi di luar negeri dan Acel cukup rungsing dengan ketidakhadiran papanya di rumah.
Sebagai kakek yang baik, Anta kemudian menyarankan Yona untuk tinggal di rumahnya sementara waktu hingga suaminya kembali ke tanah air. Selain itu Rena juga merupakan teman main yang sangat baik bagi Acel yang sudah mendaulat Rena sebagai “the best auntie”. Acel sendiri memang tidak terlalu dekat dengan om maupun tante dari pihak ayahnya. Berbeda halnya dengan Rena, Acel justru sangat menempel dengan Rena.
“Acel ayo tidur yuk?” ajak Yona.
Malam hari itu Yona dan Anta cukup kewalahan karena Acel tidak kunjung terlelap walau saat itu sudah pukul sepuluh malam. Acel masih sibuk bermain dengan lego dan dinosaurus-dinosaurusnya.
“Dak!”
“Acel udah jam segini. Ayo tidur sama mama, besok kita lanjutin lagi.”
Acel menggeleng mantap.
“Adik kamu kapan pulang ya, ini kalau udah gini yang bisa bujuk cuma Rena.” desah Anta kewalahan.
“Aku juga nggak tau pa, tadi cuma bilang mau pergi ke acaranya Yesha.”
“Yesha?”
“Itu lho pa, salah satu lawyer cerainya Rena.”
“Oh, temannya Sagala berarti?”
Yona mengangguk sembari menyeka air liur yang keluar dari mulut Acel yang sedang asik membuat suara-suara dinosaurus.
“Omong-omong ya, ada apa sih adik kamu sama Sagala? Udah dua tahun papa penasaran. Setiap papa nyebut nama Sagala, adik kamu moodnya pasti berubah drastis. Antara papa kena semprot atau dia terus ninggalin papa tanpa berkata-kata.”
“Aku nggak tau. Rena nggak pernah mau cerita. Tapi aku tanya Teira, katanya mereka emang berantem hebat cuma Teira juga nggak mau cerita detil ke aku. Sagala juga sekarang kan nggak di Indo pa, lagi lanjut studi tuh di Cambridge.”
“CAMBRIDGE?!”
Yona kembali mengangguk.
“Papa tuh selama ini masih kontakan sama Sagala! Dia emang bilang lagi lanjut kuliah tapi papa nggak tau dia di Cambridge? Bukannya sini sama sana beda tujuh jam ya?”
“Emang kenapa pa?”
“Dia selalu langsung balas chat papa. Apalagi waktu papa konsultasi masalah orang tuanya Azkan.”
“Hush! Pa, itu nama lebih sakral daripada namanya Sagala.”
“Iya, papa kan ngomong gini juga kalau dia nggak di rumah aja. Cuma kamu juga yang tau.”
Tak lama kemudian, Yona dan Anta mendengar suara pintu rumah yang dibanting cukup keras. Keduanya dapat melihat bahwa Rena baru tiba dan suasana hatinya tidak baik.
“Ante!!!” pekik Acel saat melihat sosok Rena.
Ekspresi wajah Rena berubah saat melihat Acel yang terduduk di atas karpet bulu di ruang keluarga rumahnya. Keponakannya itu bertepuk tangan dan meminta di gendong oleh Rena. Tanpa menunggu lama, Rena langsung menaruh tasnya di sofa kemudian mengangkat Acel ke pelukannya.
“Acel kok belum tidur?”
“Ren, ganti baju dulu. Kamu baru dari luar.” ucap Yona memperingati adiknya.
“Ante ganti baju dulu ya?”
Acel menggeleng, “Ikut!”
Melihat hal ini, Yona langsung menggunakan kesempatan emas tersebut untuk sedikit membujuk putranya.
“Acel boleh ikut Ante, tapi habis ini harus tidur.”
Acel mengerucutkan bibirnya masam.
“Gini gini, kalau Acel mau tidur sekarang, nanti boleh ikut aku ke kamar plus tidur sama aku malam ini. Gimana?” tawar Rena.
Mendengar hal ini, Acel mengangguk mantap dan langsung mengalungkan tangannya di leher Rena. Kini ganti Yona yang mengerucutkan bibirnya masam, sama persis seperti putranya barusan.
“Kalau kayak gini, papa kadang heran ya. Acel itu anak kamu apa adik kamu.” tawa Anta.
“Emang harus gitu, emangnya siapa yang dulu pontang panting nyariin kepengenannya kak Yona pas lagi hamil?”
“Suami gueee.”
Rena menyipitkan matanya ke arah Yona.
“Iya sama lo juga, kalau suami gue lagi standby tugas.” ucap Yona sembari mengedikkan bahunya.
“See?”
Hubungan Rena dan keluarganya berangsur pulih sejak perceraiannya dengan Azkan. Sebenarnya mulai berangsur membaik ketika Yona mengumumkan kehamilannya, tepat satu bulan sebelum putusan cerai Rena keluar.
Sebenarnya Rena pun menjadi lebih komunikatif dengan keluarganya karena ia membutuhkan jalan keluar untuk tidak selalu mengingat Sagala. Rena dengan senang hati menyibukkan dirinya membantu Yona melewati kehamilan anak pertamanya sembari ia kembali mengambil course-course fashion design.
“Ayeee, let’s go Acel!”
Yona dan Anta melihat bagaimana Rena menggendong Acel lalu membungkuk sejenak untuk mengambil mainan dinosaurus pemberiannya sebelum meninggalkan ruang keluarga tersebut. Rena kemudian menaiki tangga ke lantai dua tempat dimana kamar tidurnya berada.
“Nggak cuma Acel yang moodnya bisa bagus kalau ketemu Rena, adik kamu juga kalau ketemu Acel moodnya jadi bagus gitu ya? Bisa gak sih Acel tinggal disini terus aja? Lumayan bisa papa pakai Acel kalau adik kamu lagi badmood.”
Yona menepuk pundak papanya dengan kencang, “Emangnya anak aku apaan!”
Anta dan Yona tertawa setelahnya. Keduanya pun meninggalkan ruang keluarga tersebut untuk beristirahat di kamar masing-masing.
Sementara itu Rena yang baru tiba di kamarnya kemudian menaruh Acel di atas kasurnya. Ia kemudian memasuki walk-in closet miliknya dan membuka pintu lemari baju yang berisikan baju-baju tidurnya.
“Acel main disini dulu ya? Ante mau mandi.”
“Ikut!”
“Heh!” Rena terbahak mendengar permintaan keponakannya itu.
“Nggak boleh ya Acel. Ante janji mandinya cepet kok.”
“Janji?”
Rena mengangguk, kemudian secara refleks memberikan jari kelingkingnya kepada Acel yang melihatnya dengan bingung.
“Sini jari kelingking nya Acel, disatuin sama jari Ante kayak gini ya. Ini namanya kita udah janji.”
“Oke!”
Rena tidak langsung memasuki kamar mandi yang ada di kamarnya. Ia membersihkan make-upnya terlebih dahulu sembari mengamati Acel yang asik bermain di kasurnya dengan beberapa dinosaurus yang tadi dibawa oleh Rena.
“Ante, Acel mau guguk.”
“Hah? Kamu mau pelihara guguk?” tanya Rena sembari mengusapkan kapas pembersih muka.
“Ituuuu!” tunjuk Acel pada boneka yang disimpan oleh Rena di dalam lemari kaca yang terletak tepat di sebelah televisi di kamarnya.
Boneka pemberian Sagala dua tahun silam.
Rena cukup bimbang mendengar permintaan Acel. Disatu sisi, ia sengaja menyimpan boneka itu karena ia tidak mau melihat boneka puppy dan hamster yang didapatkan oleh Sagala untuknya. Namun disisi lain, alasan utamanya tidak ingin meminjamkan boneka tersebut kepada Acel karena ia takut boneka dari Sagala itu bisa ’rusak’ mengingat anak seumuran Acel memang sedang di masa-masa kreatifnya.
“Yang lain aja boleh nggak?” tawar Rena.
“Mau yang itu Anteee!”
“Tunggu aku mandi deh?”
Acel menggeleng mantap.
Rena menggaruk pelipisnya sejenak. “Janji nggak boleh digigit ya bonekanya?”
Acel mengangguk lalu bertepuk tangan. Sebuah jawaban afirmatif yang berusaha ia berikan kepada tantenya itu.
Sebuah helaan napas panjang dikeluarkan oleh Rena yang kemudian mengambil boneka yang Acel maksud.
“Puppy nya aja atau mau sama hamsternya juga?” tawar Rena yang menunjukkan dua boneka miliknya.
“Semua Ante!”
Rena terkekeh mendengar ucapan keponakannya. Ia kemudian mengambil dua boneka tersebut dan menaruhnya di atas kasur. Tak lupa ia mencium pipi Acel sejenak, meninggalkan bekas lipstik di pipi keponakannya.
Sementara itu Acel tidak menyadari bekas lipstik yang ditinggalkan tantenya. Ia sudah terlampau fokus dengan mainan-mainannya. Membuat imajinasi-imajinasi di kepalanya dan menirukan suara-suara hewan sembari berbicara sendiri.
“Kamu kenapa lucu banget sih, cel?” gemas Rena sembari mengusap pipi Acel untuk menghilangkan bekas lipstik yang ia tinggalkan.
Setelahnya Rena dengan cepat memasuki kamar mandi, ia sengaja tidak menutup pintunya rapat-rapat agar bisa mendengar suara Acel.
Lagi-lagi Rena tertawa saat ia keluar kamar mandi. Acel ternyata sudah terlelap bersama dengan mainan-mainannya. Rena mengangkat Acel dan memindahkan posisi tidur Acel agar lebih ke tengah. Ia kemudian mengambil mainan-mainan milik Acel beserta boneka miliknya yang akhirnya dijejer rapi oleh Rena di sebelah Acel.
Tangan kanan Rena mengusap-usap kepala Acel dan merapikan rambut Acel yang sudah acak-acakan.
“Thank you Acel… Badmoodnya Ante hilang gara-gara kamu.”
Mata Rena kemudian menatap dua boneka pemberian Sagala kepadanya. Rahangnya mengeras sejenak namun Rena kemudian menggelengkan kepalanya dan menghela napas panjang.
“Udah dua tahun Ren. Stop hurting yourself.”