235.
Seperti janji Rena kepada kakaknya, pagi itu ia membawa keponakannya untuk menghadiri ekshibisi hewan purba favorit Acel. Ia sengaja berdandan kembar dengan style Acel yang menggunakan celana jeans dan kaos putih.
Rena pun memindahkan barang-barang Acel yang tadinya sudah disiapkan oleh Yona ke dalam tas punggung dengan motif dinosaurus milik Acel dikarenakan hari itu Rena enggan membawa baby sitter yang biasanya selalu menempel bersama Acel. Alasan Rena karena ia ingin quality time dengan Acel.
Sehingga akan lebih memudahkan Rena untuk membawa barang-barang Acel menggunakan tas punggung dibandingkan tas jinjing yang tadi sudah disiapkan oleh kakaknya.
Setibanya di acara pameran, Rena dan Acel disambut dengan lorong yang berisikan poster-poster maupun lukisan-lukisan dinosaurus. Rena sendiri sebenarnya tidak terlalu familiar dengan nama-nama dinosaurus yang ada, sehingga setiap kali Acel mengoceh sendirian Rena hanya tersenyum dan mengangguk mengiyakan.
Sesekali Rena mengusap ujung bibir Acel yang penuh dengan liur saking aktifnya Acel berbicara.
“Ante! T-Rex!” tunjuk Acel pada salah satu lukisan.
Rena yang tengah menggendong Acel di pelukannya kemudian mengingat-ingat nama dinosaurus yang baru saja ditunjuk oleh keponakannya.
Di section berikutnya, Rena dan Acel memasuki sebuah ruangan yang di desain seperti sebuah pesawat dimana sisi kanan dan kirinya dibuat jendela yang seolah-olah menunjukkan bahwa kini mereka berada di ketinggian. Kemudian di sisi depan ruangan tersebut terdapat sebuah layar proyektor yang cukup besar yang kini sedang memutar sebuah penjelasan tentang penemuan-penemuan tulang dinosaurus di beberapa negara.
Rena sengaja memilih tempat duduk paling depan agar keponakannya itu bisa menonton tayangan tersebut dengan jelas tanpa tertutupi oleh pengunjung lainnya. Ia menaruh Acel di kursi sebentar untuk melepaskan tas yang ia kenakan dan setelah menaruh tasnya di lantai, Rena kemudian kembali mengangkat Acel untuk ia pangku.
Mata Acel berbinar-binar melihat penjelasan yang ditampilkan di layar. Ia ikut bereaksi ketika mendengar efek suara dari tayangan tersebut.
“Whoaaaa!”
Sementara itu, Rena cukup terkejut beberapa kali karena efek suara yang mengagetkan baginya. Namun tentu saja Rena berusaha untuk tidak menunjukkan hal ini di depan Acel. Dalam hatinya Rena cukup bersyukur karena semua dinosaurus di ekshibisi ini tentu saja hanya replika dan bukan binatang hidup sungguhan.
Ia rasa dirinya bisa pingsan jika harus bertemu dinosaurus yang asli.
Namun nampaknya Rena terlalu cepat menyimpulkan. Pasalnya di section berikutnya, ia dan Acel harus berjalan melewati section jurassic world dimana terdapat replika-replika dinosaurus yang berukuran besar dan dapat bergerak.
Sejujurnya Rena cukup takjub karena semua dinosaurus disana dibuat sangat detil.
“Ante! Ini Brachi!”
“Brachi?”
Acel mengangguk mantap. Rena cukup keheranan karena baru kali ini ia mendengar ada dinosaurus dengan nama demikian. Namun rasa penasarannya langsung terjawab ketika ia melihat papan informasi yang terdapat tepat di depan dinosaurus yang disebut ‘Brachi’ oleh Acel barusan.
Brachiosaurus.
Dinosaurus sauropoda yang hidup sekitar 154 hingga 150 juta tahun yang lalu.
“Ini sih jerapah, cel!” goda Rena.
“Bukan Ante! Brachi!” dengus Acel.
Rena tertawa melihat wajah Acel yang bersungut kesal. Ia kemudian mengelus kepala Acel lalu mencubit pipi keponakannya saking gemasnya Rena melihat Acel.
Rena dengan sabar menggendong Acel menikmati semua section di pameran itu. Sesekali Acel sengaja diturunkan dari gendongan oleh Rena, agar keponakannya itu tidak terlalu manja. Namun saat ruangan terlalu ramai, Rena akan kembali menggendong Acel.
Entah sudah berapa lama mereka menghabiskan waktu di dalam pameran tersebut. Dalam hatinya Rena cukup berteriak lega saat melihat bahwa mereka sudah tiba di penghujung ekshibisi dan memasuki ruangan yang menjual merchandise.
Jujur saja punggungnya mulai pegal menggendong Acel.
“Mama mu tadi bilang kalau kita nggak boleh beli mainan, tapi karena Acel udah pinter hari ini, jadi Ante beliin satu dinosaurus deh. Tapi janji ya ini rahasia kita berdua.” ucap Rena sembari lagi-lagi menjulurkan jari kelingkingnya kepada Acel yang langsung disambut baik oleh Acel.
“Oke! Makasih Ante!”
“Cium dulu pipi ku sini.”
Tanpa berlama-lama, Acel langsung mencium pipi kanan dan kiri Rena. Bahkan tak tanggung-tanggung Acel juga mencium singkat bibir Rena. Hanya sebuah innocent peck. Namun tentu saja cukup membuat Rena terkejut.
“Heh! Siapa yang ngajarin!” tawa Rena.
“Papa sering cium mama kayak gitu?”
Rena terbahak mendengar jawaban Acel.
“Acel nggak boleh sembarangan cium bibir orang, okay? Nanti kalau acel udah besar, udah punya pasangan, udah nikah kayak papa dan mama baru boleh.” ucap Rena menerangkan pada keponakannya.
“Tapi kata mama cium kayak gitu karena mama sayang papa? Acel sayang sama Ante.”
Rena tersenyum lebar mendengar jawaban Acel. Ia kemudian mengelus-elus puncak kepala keponakan yang berada dalam gendongannya itu.
“Ante Rena juga sayang sama Acel. Tapi Acel cuma boleh cium pipi aja kayak gini, sama hidung kayak gini.” ucap Rena sembari mencium pipi dan hidung Acel.
“Oke!”
Rena menghela napas penuh syukur. Susah juga untuk menjelaskan dengan bahasa bayi seperti ini. Nanti ia harus mengomel kepada kakaknya yang terlalu sering bermesraan dengan suaminya di depan Acel.
Pasangan tante dan ponakan tersebut kemudian memasuki ruangan terakhir dan melihat-lihat merchandise yang ada.
“Ante, mau yang itu!” tunjuk Acel pada pterodactyl yang dipajang di langit-langit.
“Waduh, itu kegedean Acel. Lagian mana bisa kamu main sama dino segede itu di rumah? Yang kecil coba.”
Acel terdiam sejenak. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri.
“Kita muter dulu deh ya? Liat-liat yang lainya.”
Acel dan Rena kemudian berputar melihat satu per satu etalase. Disana Rena menyadari bahwa keponakannya itu menyukai dinosaurus-dinosaurus dari keluarga Tyrannosaurus Rex atau T-Rex. Rena menyadari ini ketika Acel sempat memegang sebuah Albertosaurus berukuran sedang serta Gorgosaurus berwarna biru.
“Cel, kamu kenapa nggak suka dinosaurus yang imut-imut aja sih cel? Kayak yang ini?” tanya Rena sembari menunjukkan boneka Brontosaurus.
Rena berjongkok mensejajarkan pandangan matanya dengan pandangan mata Acel.
“Acel nggak suka.”
“Yaudah deh, kamu mau yang mana? Satu aja ya tapi.”
“Yang biru tadi Ante!”
“Yakin?”
Acel mengangguk mantap. Ia kemudian berlari cepat ke etalase tempat Gorgosaurus tadi berada. Rena yang tidak menyangka bahwa keponakannya akan berlari, akhirnya sempat tertinggal sebentar. Ia pun sedikit panik karena ruangan tersebut kini mulai penuh sesak dengan kehadiran beberapa rombongan.
“Acel!”
Rena pun akhirnya tiba di etalase tempat Gorgosaurus tadi berada dan bernapas lega saat melihat sosok keponakannya.
Namun betapa terkejutnya Rena saat mendapati Acel sedang berebut Gorgosaurus dengan sosok yang sangat tidak ia duga akan ia temui di mall itu.
“Ini punya Acel!”
“Lho? Tadi kan aku duluan yang pegang? Terus kamu tiba-tiba rebut ini dari aku. Gak boleh gitu ya adik kecil.”
“Ini punya Acel!” marah Acel yang perlahan menjadi tangis.
“Aduh ini anak siapa sih.” dengus Sagala.
“Bisa ngalah nggak sih sama anak kecil!”
Sagala mendangak saat ia mendengar suara khas milik Rena. Ia cukup terkejut ketika melihat Rena menggendong anak kecil yang tadi sempat berebut mainan dengan dirinya.
Mata Sagala memperhatikan dengan saksama bagaimana Rena menggendong Acel dan menenangkan anak laki-laki tersebut. Rena menepuk-nepuk punggung Acel serta membujuk Acel untuk membeli mainan lainnya namun tentu saja Acel menggeleng tidak mau.
“Uhm… sorry…”
Mendengar suara Sagala, Rena kemudian memutar tubuhnya dan menatap Sagala penuh amarah.
“Apa?!”
“I-ini… buat… dia aja….” ucap Sagala sembari memberikan Gorgosaurus yang ada di tangannya.
Rena menatap Gorgosaurus tersebut kemudian menyambarnya dengan cepat dan pergi meninggalkan Sagala yang masih terkejut dengan pemandangan di hadapannya. Ia terus memandangi Rena yang kini berada di kasir, mengantri untuk melakukan pembayaran.
Sagala melihat bagaimana Rena mencium pipi anak laki-laki tersebut, lalu mengelus kepalanya dan punggungnya, berusaha untuk menghentikan tangis anak laki-laki tersebut yang sekarang sudah mulai mereda namun masih sedikit sesenggukan.
Tidak bisa ia pungkiri, hati Sagala merasakan beragam ekspresi saat melihat Rena bersama dengan anak kecil yang tidak ia ketahui identitasnya tersebut.