252.
“Okay talk, Wen…..” ucap Teira yang kini menaruh sendok dan garpu yang tadi ia pegang.
Sesampainya Sagala di rumahnya, Teira dapat melihat bahwa Sagala sedang memikirkan banyak hal.
Beberapa kali Sagala tidak merespon ucapannya dengan cepat, terkadang apa yang Sagala lakukan juga tidak sinkron.
Awalnya Teira mengira bahwa maksud kedatangan Sagala ke rumahnya adalah untuk bermain dengan putrinya. Namun melihat Sagala yang tidak antusias saat Teira menggendong Thea dan berusaha mengajak Sagala untuk ikut mengurus Thea, Teira semakin yakin bahwa sebenarnya Sagala memiliki niat lain.
“H-huh?”
“Talk to me,anything. Whatever it is that is bothering you.” ucap Teira.
Sagala terdiam, matanya menerawang memandangi piring di hadapannya. Melihat hal ini, Teira sengaja memberikan waktu bagi Sagala untuk menata pikirannya kembali. Sementara itu ia memeriksa ponselnya sejenak, membalas beberapa chat sembari memberi waktu bagi Sagala.
“I don’t know where to start.” ucap Sagala.
“Start it easy then, apa yang lo pikirin sekarang?”
“Rena.”
Jawaban Sagala membuat alis Teira terangkat sebelah. Ketika Sagala tidak lagi bertele-tele artinya Rena sudah sangat mengganggu pikirannya.
“What about Rena?”
“I fucked up.”
Sagala menangkupkan kedua tangannya dan membenamkan wajahnya disana.
“Gue tau apa yang gue lakuin ke Rena salah, salah banget malah. Gue nyesel banget kak. I thought I could move on, living my life with guilt and move on but I can’t. Gue terlalu sombong, gue pikir rencana gue bisa berjalan lancar and when the case is closed, we can go back into our life just like that.”
“But you're wrong, you like her.”
Sagala mengangguk, “The moment I realized that we can be something more, I stop. I hate cheaters and I don’t want her to be one. Gue juga nggak mau jadi selingkuhan.”
“Wen, jujur ya, selingkuh itu nggak cuma masalah physical touch. Selingkuh secara emosi juga ada. You already crossed the line with her. Something happened between you two? Jawab gue jujur sebagai keluarga lo, gak usah mikir gue sebagai partner di kantor.”
Sagala mengangguk pelan.
“Kapan?”
“Kita ke puncak bareng.”
Teira memijat kepalanya saat mendengar ucapan Sagala.
“Satu-satunya yang gue khawatirin waktu sidang cuma itu. Walaupun gue yakin nggak ada yang ngikutin gue, tapi tetep aja gue takut bokap gue punya foto waktu gue dan Rena ke puncak. Nothing can justify what we did. Nggak ada lawyer yang pergi sama kliennya, berdua aja, nginep bareng. Although we didn’t do anything but still ....” lanjut Sagala.
“Apa lagi yang perlu gue tau?”
“She kissed me. On my cheek but still a kiss.”
Teira menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
“Terus?”
“I try kak, I try to forget my feelings for her but I just couldn’t. This is my karma, I know.”
“Terus gimana? Lo mau apa sekarang?”
“I don’t know.”
Teira menghela napasnya panjang, “Wen, lo udah gede ya Wen. Don’t make this only about you, think about her too. Sampai sekarang gue masih nggak ngerti sama jalan pikiran lo yang cerdas itu. Kenapa lo lari? Don’t give me that bullshit about you enrolling for the scholarship first before everything happens. Lo dari awal udah berencana buat lari.”
“Karena gue merasa bersalah. I use her, even if somewhere along the way I do like her, but still I use her for my own gain.”
“Kalau lo ngerasa bersalah, lo minta maaf Sagala Wening. Perkara Rena terima atau nggak, itu bukan urusan lo. Jangan jadi pengecut.”
Sagala menatap Teira saat mendengar nama lengkapnya disebut oleh Teira.
“Jangan bilang ini karma lo, jangan bilang lo bakal terima dibenci Rena seumur hidup sebagai bentuk penyesalan. Bullshit!”
Rahang Sagala mengeras.
“Lo tau gue bener kan? Sekarang gue tanya, kemaren waktu acaranya Yesha, lo kabur lagi. Buat apa? Ngalah? Nggak Wen! Lo kabur. Lo kabur lagi. Emang dengan lo pergi, acaranya Yesha bisa jalan mulus? Nggak! Suasananya udah nggak enak. Emang lo pikir abis lo pergi, Rena tetep stay? Nggak, dia juga ikutan pergi.”
Perkataan Teira cukup membuat Sagala terhenyak, ia dapat merasakan matanya mulai memanas.
“Gue tanya sekarang, waktu lo liat Rena malam itu, apa yang lo rasain? Gue nggak usah bahas waktu Selene nampar lo, secara fisik gue yakin sakit tapi pasti nggak ngaruh banyak ke lo. Tapi gimana waktu Rena natap lo?”
Teira berhenti berbicara sejenak saat mendengar notifikasi ponselnya. Ia memeriksa ponselnya beberapa detik kemudian kembali mematikan ponselnya.
“Itu tatapan yang akan dia kasih ke lo selama-lamanya. Nggak tau sampai kapan. Lo mau?”
Sagala merundukkan kepalanya, menggeleng pelan.
“Lo dibenci Rena itu bukan karma lo, tapi pilihan hidup lo sendiri, tau? Terus sekarang kenapa lo kepikiran? Bukannya semua udah berjalan sesuai rencana lo? Kan lo sendiri yang milih jalan begini?”
Tangan Sagala mengepal keras, mencengkram celana yang ia kenakan. Kepalanya tertunduk semakin dalam, berusaha menyembunyikan tetesan air matanya.
“Gue nggak kuat kak….. Gue nggak kuat liat dia sama orang lain. Gue kira dibenci Rena, dia maki, dia tampar, udah paling nyakitin buat gue. Tapi gue salah…. Gue lebih nggak bisa ngelepas dia sama orang lain….”
“Your first step is, minta maaf Wen. Yang tulus, bukan semata-mata lo takut kehilangan dia. Lo egois tau nggak? Bisa bayangin gak gimana perasaannya Rena? Bertahun-tahun di treat kayak gitu sama Azkan, lo tau gimana terlukanya dia, terus lo malah mainin perasaannya dia. Lo jahat banget, Wen”
“I know…. I know… Please don’t…..Every night, tatapan mata Rena waktu dia nampar gue selalu menghantui gue kak. I hurt her the worst way possible.” tangis Sagala.
“Minta maaf Wen, tunjukin kalau lo emang nyesel. Jangan kabur kayak gini. Lo takut kata maaf lo nggak diterima? Ya itu risiko. Lo takut dia sama orang lain? Ya itu buah dari perbuatan lo sendiri. Gue malah heran kalau dia bisa maafin lo secepat itu.”
Teira menghela napasnya panjang. Ia bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah Sagala.
Ibu satu anak itu kemudian menarik Sagala agar berhenti menahan tangisnya, ia kemudian memeluk juniornya yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri. Sagala pun secara otomatis membenamkan wajahnya di perut Teira.
“Sakit banget kak…. Gue gak pernah sesakit ini bahkan waktu putus sama mantan-mantan gue….”
“You love her, Wen. Deep down inside, you know it. Kalaupun nantinya Rena nggak bisa maafin lo dan lo akhirnya harus ngelepasin dia, lo harus janji sama gue, belajar lupain dia okay? Lo nggak bisa terfiksasi pada masa lalu. Learn from your mistakes and move on. Jadiin ini pelajaran berharga di hidup lo.”
Teira dapat merasakan bagaimana air mata Sagala membasahi bajunya. Ia hanya mampu memberikan pelukan dan usapan pada punggung Sagala, selebihnya Teira membiarkan Sagala untuk merasakan semua perasaan yang selama ini berusaha dipendam dalam-dalam.
“Anak gue perasaan cuma satu, sekarang kenapa jadi nambah satu bayi gede gini.” kekeh Teira sembari mengelus kepala Sagala berkali-kali.
“Thea is so lucky to have you as her mom.”