261.
Yesha tidak pernah menyangka bahwa Sagala kemungkinan besar serius dengan ucapannya yang akan mengitari Stadion Utama GBK seribu kali. Tentunya hanya perumpamaan karena ia rasa kakinya bisa lepas dari sendinya jika benar-benar berlari mengitari Stadion Utama GBK sebanyak itu.
Namun melihat seniornya itu berlari dengan kecepatan konstan sembari kepalanya menengok ke kanan dan kekiri seakan-akan mencari seseorang membuat Yesha sangat kewalahan. Bahkan Mahen yang secara rutin lari pagi pun cukup takjub dengan stamina Sagala.
“Yang, aku nggak kuat deh kalau harus ngimbangin Kak Wen kayak gini.” ucap Yesha pada Mahen yang berhenti berlari ketika kekasihnya menepi.
Mahen pun menggandeng tangan Yesha dan mencari tempat duduk terdekat, ia kemudian menyuruh Yesha untuk melakukan pendinginan sebelum benar-benar duduk untuk beristirahat.
“Kamu kalau mau lari lagi sama Kak Wen aja deh, aku kalau kayak gini mau mati rasanya.” keluh Yesha sembari menempelkan minuman dingin yang diberikan oleh Mahen ke keningnya.
Mahen tertawa melihat tingkah Yesha. Ia kemudian merapikan sedikit rambut Yesha yang berantakan tertiup angin.
“Nggak lah, I just want to spend my time with you.”
Yesha yang tersipu malu memilih untuk menangkupkan tangan kanannya di mulut Mahen untuk membungkam kekasihnya.
Sementara itu Mahen justru berusaha untuk menghindari tangan Yesha, kedua tangan Mahen berusaha untuk menangkap tangan Yesha agar mulutnya tidak berhasil dibungkam.
“Yang begini ini nih yang bikin gue iri.”
Yesha menoleh ke arah datangnya suara dan melihat Sagala sudah berkecak pinggang.
“Kok lo berdua berhenti gak bilang-bilang sih? Gue udah lari jauh pas gue ngajak ngobrol orang taunya salah! Malu anjir!” protes Sagala.
“Ya abis kak, lo larinya udah kayak atlet tau! Jangan-jangan lo di Inggris masuk klub bola ya?” balas Yesha.
“Yaudah deh, makan bubur aja yuk ah. Gue laper. Lo yang bayarin ya Sha, itung-itung traktiran lo ke gue.”
“Idih!”
“Gue nggak bawa dompet nih, gara-gara tadi pagi lo ngeburu-buru gue!”
Mahen hanya bisa menggelengkan kepalanya, sementara Yesha secara otomatis melingkarkan lengannya di lengan Mahen.
“Belain aku dong!”
“Yaudah aku aja yang traktir.” tawa Mahen.
Selama mereka berjalan mencari penjual bubur, Sagala terus menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Berharap ia dapat menemukan sosok Sashi.
Doanya terkabulkan ketika di kejauhan ia melihat sosok Selene sedang berjalan bersama dengan Rena dan Sashi.
“Ayo buruan Hen, Sha!”
Yesha menatap Mahen keheranan namun tak lama kemudian matanya membulat sempurna saat melihat sosok Sashi bersama dengan Rena dan Selene.
“Hi, Ren, Sel.” sapa Sagala.
Sementara itu Selene melihat ke arah adiknya dengan penuh selidik yang hanya dibalas oleh Mahen dengan mengendikkan bahunya.
Rena tidak menggubris Sagala sama sekali, ia memutar kedua bola matanya malas lalu mendekati bapak-bapak yang menjual bubur tempat tujuan awal ia dan Selene serta Sashi untuk menyantap sarapan pagi mereka.
“Uhm, pak dua porsi bubur, yang satu nggak pakai kacang, yang satu lengkap. Terus dua-duanya nggak diaduk. Minumnya teh manis hangat ya pak, dua juga.” potong Sagala tepat sebelum Rena memesan.
“Sha, Hen, lo berdua pesen sendiri deh. Gue nggak tau bubur kalian harus gimana. Yang tadi gue mesenin buat Rena.” lanjut Sagala.
“Gue nggak ngerasa perlu lo pesenin.” desis Rena.
“I know, but I want to. Aku nggak salah kan mesennya?” tanya Sagala sembari tersenyum ke arah Rena.
Yang ditanya sama sekali tidak memberikan respon. Ia justru langsung meninggalkan Sagala dan mendekat ke arah Sashi dan Selene, sebagai bentuk antisipasi Sagala akan mengikuti dirinya.
Melihat hal ini, Sagala sempat mengerucutkan bibirnya sejenak. Namun hal ini tidak berlangsung lama.
“Titip bubur gue dulu deh Sel, gue mau cari angin bentar.” ucap Rena yang kemudian meninggalkan ‘rombongan’ kecilnya.
Sagala pun dengan cepat mengikuti Rena, ia ingin segera menjelaskan semua duduk permasalahannya dan menyampaikan kata maafnya kepada Rena seperti apa yang disarankan oleh Teira.
Mahen menarik tangan Selene yang hendak mengikuti Sagala dan Rena.
“Hen! Lepasin!”
“Kak, let them. You have to be fair.” ucap Mahen sembari menatap mata kakaknya.
Yesha pun turut menggelengkan kepalanya ke arah Sashi yang juga hendak mengikuti Sagala.
“Nah mendingan kita makan bubur dengan damai okay? Kak Wen sama Kak Rena udah sama-sama gede, nggak perlu kita jagain terus-terusan.” ucap Yesha saat melihat pesanan mereka sudah selesai di buat.
“Babe, kita kan belum pesen?” tawa Mahen.
“Makan aja dulu punya kak Wen sama kak Rena, emang mereka bakalan cepet ngomong berdua nya?”
Sashi tertawa mendengar ucapan Yesha. “Well, if you put it that way….”
Sementara itu, Sagala berusaha untuk mengejar Rena yang berjalan cukup cepat meninggalkan dirinya. Tentu saja hal ini bukan perkara sulit bagi Sagala. Jika ia kuat berlari secara konstan pagi tadi, hanya mengejar Rena merupakan hal yang mudah baginya.
“Ren…. please let me talk…..let us talk….” ucap Sagala.
Rena memutar tubuhnya secara tiba-tiba, hampir membuat Sagala menabraknya.
“Talk? Kamu nggak bisa tiba-tiba demand aku buat mau dengerin kamu Sagala! Your only chance was on that day and you blew it away.”
“Please Ren? Give me a few minutes, I will explain it all. Semuanya ke kamu.”
“Basi, ga! Apa alasan kamu tiba-tiba mutusin buat jelasin ke aku? Selama ini aku kan cuma variabel tak terduga dari rencana kamu itu? You won your case, my case, that’s it! Aku bahkan udah gak tau lagi apakah aku bisa bedain mana perbuatan kamu yang sincere dan mana yang nggak. You sick, ga!”
“Ren… don’t say it like that. I admit, I’m at fault but-.....”
“Kamu nggak bisa ngilang gitu aja dua tahun, tiba-tiba balik lagi dan mutusin buat seenaknya ngusik kehidupan aku lagi!”
“I never leave, Ren. I tried but I couldn’t.”
Rahang Rena mengeras. Ia sudah tidak peduli dengan orang-orang yang berlalu-lalang di sekitarnya dan mulai memperhatikan dirinya serta Sagala. Matanya beradu tatap dengan mata Sagala.
“Kamu pikir lagi ya ga, kalau kayak gini sebenernya alasan kamu mau jelasin semuanya ke aku bukan karena kamu ngerasa bersalah, you just selfish. You said you couldn’t let me go, you couldn’t see me with someone else, you don’t want to fix anything, you are just selfish.”