268.
Senin, 28 Juli 2025
“Halo, sudah sampai?”
“Sudah om. Aku di lobby. Om sudah sampai?” jawab Sagala yang secara otomatis menolehkan kepalanya ke arah pintu masuk lobby, mengira bahwa Anta sudah tiba.
Minggu malam kemarin tiba-tiba ia mendapatkan pesan singkat dari Anta yang mengatakan bahwa Sagala tidak perlu menjemput Anta dan menyampaikan bahwa mereka bisa bertemu langsung di golf course yang terletak tidak begitu jauh dari rumah Sagala.
Alasan Anta agar Sagala tidak perlu berkendara bolak-balik menempuh jalur yang sama.
Selain itu Anta juga memundurkan waktu pertemuan mereka menjadi pukul tujuh pagi di golf course tersebut.
Jarak rumahnya yang tidak jauh dari golf course membuat Sagala tiba di tempat yang sudah disepakati lebih dahulu dibandingkan dengan Anta. Akhirnya Sagala memutuskan untuk menunggu Anta di ruang tunggu lobby tersebut sembari memainkan beberapa game yang terdapat di ponselnya.
“Ini udah deket sih. Kita ketemuan di lobby aja ya?“
“Okay om.”
Tak lama kemudian sambungan telepon tersebut terputus.
Sagala pun menutup aplikasi game-nya kemudian berdiri untuk meregangkan tubuhnya yang terasa sedikit kaku.
Tak lupa Sagala melihat pantulan dirinya di kaca terdekat untuk memastikan bahwa saat ini penampilannya cukup rapi. Ia menggunakan celana panjang berwarna navy yang dipadu padankan dengan baju golf lengan panjang berwarna hijau muda. Pilihan yang menurutnya cukup tepat mengingat ia dan Anta akan berjalan cukup lama di bawah terik matahari.
Tepat pada saat ia membalikkan badannya, Sagala terkejut ketika melihat Anta berjalan bersama Rena.
Ia merasa napasnya terhenti sejenak karena dua alasan utama.
Pertama, ia cukup terkejut melihat Anta secara sengaja mengajak Rena padahal jelas sekali Anta mengetahui bahwa hubungannya dengan Rena tidak baik-baik saja. Ia juga ragu harus bersikap seperti apa sekarang dengan adanya Anta diantara dirinya dan Rena pagi itu.
Kedua, Sagala terpana melihat sosok Rena yang mengenakan celana golf berwarna hitam dengan atasan lengan panjang berwarna putih yang memeluk tubuh Rena dengan sempurna. Rambut hitam legamnya dibiarkan terurai dengan manis melengkapi kecantikan Rena pagi itu.
“Damn…” ucap Sagala pelan.
Tidak jauh berbeda dengan Sagala, Rena pun turut tertegun saat melihat kehadiran Sagala disana. Namun tak lama berselang ia memukul lengan papanya dengan kencang.
Sagala dapat melihat bahwa Rena sedang mengomeli papanya sambil mencubit pinggang pria tersebut. Anta pun terlihat hanya meringis kesakitan dan menanggapi amarah putrinya dengan candaan.
Entah apa yang dilakukan oleh Anta, akan tetapi reaksi Rena tidak seperti apa yang dibayangkan oleh Sagala. Ia kira Rena akan dengan segera meninggalkan tempat tersebut. Namun yang terjadi justru ia mengekor di belakang Anta dengan ekspresi kesal yang nampak jelas menghiasi wajahnya.
“P-pagi Om.” sapa Sagala sembari sedikit membungkukan badannya kemudian menjabat tangan Anta.
“Pagi…. Pagi…. Maaf ya om telat. Ini nih ada yang bangun kesiangan, padahal udah om mundurin jam mainnya.”
Mendengar sindiran dari papanya itu, Rena memutar kedua bola matanya malas.
“Oh omong-omong ya….. Om sebenarnya sudah reserve. Tapi tadi kok lupa ngomong sama kamu.”
“Nggak masalah Om…”
“Kamu bawa peralatan sendiri?”
Sagala mengangguk.
“Ngakunya nggak jago tapi diliat-liat kamu udah siap tempur gini. Ini sih merendah aja nggak sih, Ren?” kekeh Anta sembari menyikut Rena jahil.
Lagi-lagi Rena tidak banyak merespon. Ia hanya mengedikkan bahunya malas.
“Yaudah kita mulai aja lah ya. Nanti ada dua golf car. Kamu sama Sagala ya Ren. Papa soalnya minta disetirin Caddynya. Kamu kan nggak bisa nyetir soalnya.”
“Pa! Kan kemarin janjinya aku nemenin papa supaya papa nggak sewa caddy?! Kok sekarang gini sih! Aku ajalah yang sama Caddy!”
Anta balas mengedikkan bahunya dan melayangkan senyuman jahil ke arah putrinya.
“Lho papa tepat janji ini. Kamu kan ngelarang papa sewa jasa caddy cewek, orang caddy papa cowok kok. Lagian ya, kamu kan nggak bisa nyetir. Makanya belajar nyetir. Selain itu karena Caddynya cowok, ya papa nggak mau lah anak papa deket-deket sama dia.” ucap Anta.
Rena mendesis kesal ke arah papanya sembari memelototi Anta.
Sementara itu Sagala terkekeh pelan melihat interaksi Anta dan Rena. Ia bersyukur bahwa Anta memenuhi permintaannya beberapa tahun silam. Terbukti kini hubungan Anta dan Rena tidak secanggung dulu.
Anta masih tertawa melihat aksi protes putrinya, namun ia tidak mengambil pusing atas hal ini. Ia pun berjalan meninggalkan Rena dan Sagala, menuju ke arah caddy yang tadi sudah mengenali dirinya mengingat Anta merupakan member VIP di tempat golf tersebut.
“Uhm… you go first…” ucap Sagala kepada Rena, mempersilakan Rena untuk berjalan di depannya.
Rena menatap Sagala dengan kesal. Namun ia justru melihat senyuman tulus yang diberikan oleh mantan pengacaranya itu. Ia pun akhirnya hanya bisa mendengus kesal ke arah Sagala.
Setelah melihat Rena berjalan di depannya, Sagala kemudian mengekor di belakang Rena. Sagala sengaja melakukan hal ini dikarenakan ia masih merasa jantungnya berdebar cukup cepat dengan kehadiran Rena di dekatnya. Selain itu dengan posisi seperti ini ia bisa melihat Rena dengan lebih leluasa.
Sagala kembali terpesona saat melihat Rena menguncir rambutnya. Entah kenapa pagi itu setiap gerak-gerik Rena terlihat sangat mengagumkan di mata Sagala.
”Hold yourself Wen!”
“Kalian naik yang ini ya, papa naik yang itu.” ucap Anta membuyarkan pikiran Sagala.
Tanpa basa-basi Rena langsung menempati golf car yang ditunjuk oleh papanya. Ia duduk tepat di sebelah kursi pengemudi dengan kedua tangannya yang ia lipat di depan dada.
“Uhm, aku duduk sini ya Ren…” ujar Sagala meminta izin kepada Rena yang tentu saja tidak digubris oleh Rena.
Sebuah senyuman canggung diberikan oleh Sagala ketika ia menyadari bahwa Rena menatapnya tajam.
Perlahan golf car keduanya berjalan beriringan dengan golf car yang digunakan oleh Anta.
“M-maaf ya… aku tau kamu nggak pengen ada dideketku sekarang. Tapi sumpah aku nggak tahu kalau papa kamu ngajak kamu juga pagi ini. Aku kira-...”
“Nggak usah dibahas.”
Sagala mengangguk pelan.
“R-ren, aku pengen ngomong serius sama ka-...”
“Bisa diem nggak? Jangan bikin tambah badmood, ini masih pagi. Kalau bukan karena permintaan papa, aku males ada disini. Paham kan?”
“Please kasih aku satu kesempatan aja, Ren….Aku pengen minta maaf ke kamu. Perbuatan aku dulu nggak bisa dibenarkan dari segi mana pun. But I just want to let you know kalau–...”
Rena menolehkan kepalanya ke arah Sagala, menghentikan ucapan Sagala yang menyadari bahwa kini Rena kembali menatapnya tajam. Bahkan lebih tajam dari sebelumnya.
“Stop Sagala. Just stop. Jangan bikin aku inget-inget kebodohan aku itu berkali-kali, kecuali memang itu tujuan kamu.”
“Ren…”
“Kamu berhenti ngomong atau aku pergi dari sini? Aku nggak peduli papa mau komentar apapun ke aku.” ancam Rena.
Sagala menghela napasnya pelan.
“Once again, I'm so sorry Rena… Aku bener-bener menyesal. I really am…..” lirih Sagala pelan.