300.

Sagala memijat keningnya sejenak ketika ia kembali merasakan pusing saat membaca klausa demi klausa perjanjian.

Bukannya ia meragukan kemampuan Sashi. Namun tidak ada salahnya memeriksa kembali hal-hal yang penting.

Tadi Sagala sempat menemukan hal yang janggal terkait dengan vendor yang akan digait oleh perusahaan Rena saat membaca company profile dan melakukan background research secara cepatl. Namun ia mengurungkan niatnya untuk membicarakan hal itu sekarang, mengingat Rena masih tertidur disampingnya.

Merasa ia tidak bisa melanjutkan memeriksa perjanjian yang diberikan secara ilegal oleh Mahen, Sagala memilih untuk menatap Rena sejenak. Mumpung saat ini Rena masih terlelap di kursi penumpang.

Sebuah helaan napas keluar dari Sagala..

“Sampai kapan ya kamu bakal benci aku kayak gini, Ren?”

Namun dengan cepat Sagala menggelengkan kepalanya. Baru dua minggu ia kembali di kehidupan Rena setelah menghilang bertahun-tahun lamanya. Reaksi yang diberikan Rena wajar adanya.

Laju mobil yang ditumpangi Sagala dan Rena berhenti secara mendadak saat sang pengemudi menginjak rem cukup dalam dibarengi dengan suara klakson panjang.

Sagala secara otomatis menaruh tangannya di depan tubuh Rena, sebagai penghalang agar Rena yang sedang tertidur tidak terhempas ke arah kursi penumpang di baris depan.

“Hati-hati pak!” ucap Sagala dengan kesal secara refleks.

“Maaf mba, itu mobil pajero motong jalur tiba-tiba”

“Okay… Pelan-pelan aja pak. Udah mau sampai kan? Gak masalah kok pak telat sedikit dibanding kecelakaan. Pengemudi jaman sekarang banyak yang makin tambah gila.”

“Baik mba…”

Sagala mengangguk pelan. “Maaf ya pak tadi saya refleks teriaknya.”

“Nggak apa-apa mba. Saya juga tadi kaget pas dipotong jalurnya.”

Sagala tidak menyadari bahwa Rena pun turut terbangun dari tidurnya saat supir papanya menginjak rem tadi. Rena bahkan mencengkeram hand rest kursi penumpang yang ia tempati.

Kini mata Rena mengamati Sagala yang masih belum sadar bahwa Rena sudah terbangun.

Rahang Rena mengeras.

Ia membenci semua ini.

Ia benci bagaimana Sagala terlihat sangat peduli pada dirinya bahkan ketika ia tidak 'melihatnya'.

Ia benci bagaimana Sagala terlihat sangat tulus kepada dirinya.

Ia benci bagaimana Sagala tetap gigih berusaha hadir di dekatnya akhir-akhir ini.

Ia benci bagaimana usaha dirinya untuk melupakan dan membenci Sagala selama dua tahun ke belakang seakan-akan dengan mudah di patahkan oleh Sagala.

Ia benci bagaimana Sagala terus menerima perlakuan buruknya. Sekarang justru Rena yang merasa menjadi orang jahat di antara mereka berdua.

“Ren, you okay?” tanya Sagala memecah lamunan Rena.

Sagala sendiri cukup terkejut saat mendapati Rena sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit ia terjemahkan.

“Stop Sagala. Aku capek.”

Sagala terdiam.

“Kamu… beneran nggak mau dengar penjelasan aku sedikit pun? Aku nggak akan membela diriku, Rena. Aku salah. Aku cuma mau minta maaf dan minta satu kali kesempatan untuk memperbaiki apa yang udah aku hancurin.”

“Telat, ga. Kamu mau minta maaf seribu kali pun, nggak ada satu kata maaf kamu yang aku terima.”

Sagala tersenyum tipis.

“Let me pay for my mistake then, Rena. At least sampai aku harus balik studi. C-can I?”

Rena tidak menggubris ucapan Sagala lagi.

Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan kembali memejamkan matanya.

Sagala menggunakan kesempatan ini untuk menanyakan temuannya tadi sebelum Rena kembali terlelap.

“Uhm Rena, I-I….have something to ask… vendor kamu…. Yang pilih siapa? S-sorry lancang tapi aku tadi nemu kalau induk perusahaannya bermasalah Ren. Lagi pailit dan bahkan beberapa krediturnya nggak dibayar. K-kamu nggak mau cek lagi?”

Mata Rena kembali terbuka, dua iris cokelat milik Rena bertukar tatap dengan iris milik Sagala.

“Aku lebih percaya ucapan Sashi daripada kamu.”