303

(part 2)

Lima puluh menit yang lalu Irene masih berada di kantornya, dalam keadaan hati yang tidak karuan.

Kepalanya serasa ingin pecah saat mengingat penuturan demi penuturan yang diutarakan oleh Nyonya Do. Tentang Seungwan dan masa lalunya yang jauh lebih rumit dari apa yang ia bayangkan. Tentang Seungwan dan Ojé yang sukses membuat dirinya bertanya-tanya dan lagi-lagi merasa kecil.

Lima belas menit yang lalu Irene baru saja mengakhiri sambungan teleponnya dengan Seulgi, sekali lagi ia berhutang budi pada sahabatnya itu.

Irene sangat beruntung karena pada saat ia menelepon Seulgi, sang direktur keuangan sedang mengantri di kafe yang ada di lobby gedung perusahaan mereka. Seulgi baru saja hendak menikmati waktu istirahat makan siangnya. Mendengar suara Irene yang tersengal-sengal membuat Seulgi menjadi paham bahwa saat itu sahabatnya sedang dalam posisi yang genting.

Ia dengan segera berlari ke pintu lobby walaupun pada awalnya ia sendiri tidak tahu apa yang harus ia lakukan setelah sampai di sana. Barulah setelah Irene mengulang kalimatnya lagi, dengan setengah berteriak, Seulgi tahu apa yang harus ia lakukan.

Hari itu entah hari keberuntungan Irene atau justru hari penuh kesialan baginya, Seulgi yang kesulitan menemukan Wendy, di tengah lautan pekerja yang berhamburan keluar kantor untuk menikmati waktu istirahat makan siang mereka, menemukan sosok Wendy setengah berlari ke arah pintu keluar, tentu saja Seulgi langsung mengikuti Wendy.

Kalau saja Seulgi telat beberapa detik, mungkin ia akan tertinggal oleh Wendy yang sudah melompat masuk ke dalam taksi yang bersiaga di pintu masuk gedung perusahaan. Seulgi tanpa berpikir panjang langsung berputar membuka pintu penumpang yang terletak di belakang kursi pengemudi.

Wendy sempat memaksa Seulgi untuk keluar namun Seulgi pun tidak kalah keras kepala hari itu.

“Wen, please semua orang sayang sama lo. Gue cuma mau mastiin lo baik-baik aja, gue akan diem kayak patung kecuali lo minta gue bersuara, dimulai dari sekarang.”

Kira-kira begitu ucapan Seulgi yang sukses membuat Wendy menyerah. Seulgi pun menepati ucapannya, ia benar-benar diam tidak bersuara. Hanya sesekali lewat ekor matanya, Wendy melihat bahwa Seulgi mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan, yang Wendy yakin ditujukan untuk Irene.

Ia sudah tidak peduli. Ada hal lain yang memenuhi pikirannya yang saat ini masih membuat dirinya hancur tak karuan.

Lima menit, waktu tempuh yang dibutuhkan oleh Irene dari basement apartemen hingga sampai di lantai apartemen milik Wendy.

Irene memasukkan password untuk membuka pintu apartment tersebut dan ia cukup terkejut melihat Seulgi yang sedang berjongkok membersihkan apartemen yang hancur berantakan.

“Oh, lo udah sampe?” tanya Seulgi sebagai basa-basi. Ia berdiri dari posisinya dan menaruh trofi penghargaan milik Wendy yang sudah terbelah menjadi dua.

“W-what happened Gi?”

“Sorry Ren, gue udah usaha buat nyegah dia nggak kayak gini but she’s threatening to kick me out dan gue juga udah janji buat diem aja, so yeah…”

Seulgi memberikan kode pada Irene ke arah pintu kamar Wendy.

“She’s there. Tadi abis dia pecahin ini semua, she’s getting inside and locked the door. Gue gatau dia ngapain but I’m sure she’s still breathing.”

“O-okay. I’ll talk to her. Thanks a lot Gi, lo bisa balik kantor aja. Sorry gue ngerepotin lo lagi.”

“Lo nggak mau gue temenin? Ini juga masih harus diberesin loh Ren?” tanya Seulgi. Tangannya menunjuk seisi ruang tengah apartemen yang sudah berantakan tidak karuan.

“Gak usah Gi, I can do it. Also ini masalah gue sama Seungwan, lo udah bantu terlalu banyak. Thanks a lot Gi, I really appreciate it.”

Seulgi mengangguk. Ia menepuk pundak Irene kemudian membelai kepala Irene yang diakhiri dengan mengacak-acak rambut Irene. Seulgi sengaja bertindak demikian untuk menyalurkan afeksinya pada Irene, she wants Irene to know that Irene has her.

“I’m one phone call away okay? Anytime, anywhere. Kalau lo butuh gue, gak usah pake mikir.”

Irene mengangguk lalu berusaha memberikan senyuman pada Seulgi sebagai rasa terima kasihnya.

Setelah ia mengantarkan Seulgi ke pintu masuk apartemen, Irene berbalik dan menyandarkan tubuhnya di pintu. Ia sama sekali tidak mengira akan pulang ke apartemen dalam keadaan apartemen yang berantakan seperti ini.

Ini juga kali pertama Irene melihat sisi destruktif dari Wendy dan ia seperti melihat sisi Wendy yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan ada dalam diri Wendy.

Irene mengusap wajahnya dengan sedikit kasar dan menarik napasnya dalam-dalam. Tangannya perlahan bergerak untuk melepaskan blazer yang ia kenakan. Kemudian Irene berjalan ke arah kamar mandi dan memasukkannya ke dalam keranjang pakaian kotor yang terletak di dekat pintu kamar mandi.

Ia tahu mau dicoba sampai berjam-jam pun Wendy tidak akan mau membuka pintu kamarnya, seperti yang sudah terjadi di beach housenya itu. Akhirnya Irene memutuskan untuk membersihkan ruang tengah. Ia berjalan ke dapur dan mencari kantong plastik besar yang biasa digunakan untuk menampung sampah.

Satu per satu trofi Wendy yang sudah hancur tak berbentuk ia masukkan ke dalam kantong plastik tersebut. Kemudian Irene juga menyisihkan barang-barang lainnya yang sudah pecah ke dalam plastik yang sama.

Kira-kira satu jam Irene membersihkan ruangan tersebut dan hasilnya sudah jauh lebih baik.

Sekitar pukul tiga sore, Irene mendengar kunci pintu kamar Wendy terbuka. Secara refleks Irene menatap ke arah pintu tersebut dan melihat oknum yang sudah ia tunggu-tunggu berjalan sempoyongan.

Dari dalam kamar Wendy, Irene mencium bau alkohol yang kuat dan hal itu ia konfirmasi saat melihat botol-botol alkohol berserakan di lantai. Irene sama sekali tidak tahu bahwa Wendy mabuk-mabukan selama Seulgi ada disana bahkan hingga ia membersihkan seisi apartemen yang Wendy obrak-abrik, ia bahkan tidak menyangka Wendy menyimpan alkohol di kamarnya.

Irene dengan sigap langsung menghampiri Wendy karena ia melihat bahwa tunangannya itu sudah kehilangan keseimbangan dan juga Irene belum yakin bahwa ia telah membersihkan kepingan-kepingan trofi maupun barang pecah belah lainnya. Ia khawatir Wendy akan terluka dengan kondisinya yang seperti sekarang.

“Watch your step Seungwan. Saya belum bersihin semua serpihan-serpihannya.”

“Get off!”

Wendy menepis tangan Irene yang sudah menyentuh pergelangan tangannya untuk membantu dirinya berdiri dengan lebih stabil.

“What do you wanna do Seungwan? Terus kenapa kamu mabuk kayak gini?” tanya Irene. Ia menarik tangannya namun tetap bersiaga kalau-kalau Wendy lagi-lagi kehilangan keseimbangannya.

“I’m not drunk! Also do not touch me!”

Lagi-lagi Wendy menepis tangan Irene dan kali ini ia mendorong bahu Irene untuk menjauh. Akhirnya Irene hanya bisa mengawasi Wendy dari belakang, ia berjalan mengekor di belakang Wendy yang berjalan dengan gontai ke arah dapur.

Sesampainya di dapur, Wendy berjalan menuju wine cellar miliknya namun Irene langsung menghentikan Wendy dengan berdiri tepat di depan pintu wine cellar tersebut.

“Kamu mau ngapain? Nggak cukup udah sampai kayak gini?”

“Minggiiiiiir Ireneeeee.”

Irene menggelengkan kepalanya, ia langsung berpikir “Why do you always have to resort to alcohol, Seungwan?”

Wendy kembali berusaha untuk mendorong Irene agar ia bisa membuka wine cellar miliknya namun kali ini Irene pun tidak kalah keras kepala. Ia tidak akan membiarkan Wendy untuk minum lebih banyak lagi.

“Can you just get theeee fuck off? Stop ikut campuuuur!” tiba-tiba Wendy berteriak. “I thought you wereee different Ireneeee! When I’m sooooo sooo fucking ready to trust you then you just throoow it awaaaay! Puas nggaaak looo?! Udaah ngetawain my fucking pathetic family??!?!”

Irene hanya bisa terkejut dengan ucapan Wendy. Ia sama sekali tidak paham kenapa sekarang ia yang disalahkan dan seolah-olah ia adalah villain yang menyebabkan ini semua. True, ia memang mencari Nyonya Do tanpa sepengetahuan Wendy, tetapi itu semua ia lakukan karena ia hanya ingin Wendy bisa bertemu dengan ibunya lagi.

“Are you joking now? Saya nggak pernah sedetik pun kepikiran untuk melakukan yang kamu tuduhkan ke saya.” ujar Irene dengan nada yang mulai serius.

“Why?! Isn’t it fun for you?!”

“What???”

“Kalo tadi gue nggak denger itu semua, lo bakal tetep diem aja dan ketawa di belakang gue kan?!”

Lagi-lagi Irene hanya bisa terkejut mendengar semua tuduhan yang keluar dari mulut Seungwan. Irene memejamkan matanya dan menarik napasnya dalam-dalam. Ia sangat amat kecewa dengan semua ucapan yang diutarakan Wendy.

“Gak usah diem aja Irene! Say something! Nggak usah sok sabar di depan gue!!” teriak Wendy kini tangannya menonjok bahu Irene seolah-olah ingin memprovokasi sosok yang ada di depannya.

“You know that I will never do that Seungwan. Saya pun sama terkejutnya sama kamu tadi.” ujar Irene yang mengasumsikan Wendy memang mendengar hampir seluruh isi percakapannya dengan Nyonya Do. Nada bicaranya yang lebih rendah dari biasanya, penuh penekanan seakan-akan ia menahan amarahnya.

“Then kenapa lo do something that I don’t know BEHIND MY BACK?! Atau jangan-jangan selama ini lo emang cuma pura-pura baik sama gue so when I’m ready to trust you, you will just leave and throw me away like I'm a trash?!?!?!”

Irene sudah tidak habis pikir. Wendy benar-benar memutar balikkan ini semua padanya. Ia sama sekali tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut Wendy.

“Seungwan, you can be mad at me but don’t you think you just went too far? You know I’m not like that, why you do this? Kamu cuma nyakitin saya dengan ucapan kamu.”

“Because I want to hurt you Irene. I hate you!”

“Tell me Seungwan, what do I do that I deserve all your hate words? I told you I love you. I admit it’s my fault to look for your mom without you knowing but I swear! I swear saya cuma pengen kamu bisa ketemu lagi sama mama kamu! You said you miss her!”

“Bullshit!” sergah Wendy

Irene mengepalkan tangannya dengan kencang. Ia sudah benar-benar kehabisan kesabaran.

“I’M NOT! WHAT DO YOU WANT TO HEAR FROM ME SON SEUNGWAN?! I CARE FOR YOU FOR GOD SAKE! DO YOU THINK YOU ARE THE ONLY ONE HURTING? I DO TOO! ESPECIALLY WHEN I SEE YOU HURTING!”

“Do you think I’m gonna believe it?! Gak ada orang yang do something like you did without asking for a return! Do you think I’m stupid?!”

“You don’t know how it feels to be born in a fucked up family! You don't know how it feels to know your own father two timing your mother! You don't know how it feels to see your own father do the deed with another woman! You don’t know how it feels tiap hari lo harus liat orang tua lo berantem dan bahkan isi rumah lo akan terus berubah setiap seminggu sekali karena nggak ada barang yang bertahan lama sebelum harus hancur berantakan! You don’t know it Ren!!” teriak Wendy.

“And now as if the universe is joking, my whole life is a lie?!?! The woman whom I thought is my mother is not my biological mother and the woman I despise the most is my mother?? You don't know how it feels Irene!!”

“You also don’t know how scary it was for me! You don’t know how my head feels like exploding setiap malam karena itu semua menghantui gue! Lo nggak tau betapa muaknya gue minum semua obat-obatan to just surpress my stress and just to let me have my sleep at night! You don’t know how it feels when you have to go through thousands of medications going back and forth to the hospital! You don’t know how it feels!” lanjut Wendy.

“Oh right, you weren’t there. You weren’t there when I had to be admitted to the hospital. You weren’t there when I almost ended my life right? You have to thank Chaeyoung, if she wasn’t there, you would never meet me again. You have to thank Chaeyoung, she’s the one who pushed me to let you into my life and now when I thought I could trust you, you betrayed me!!”ujar Wendy setengah tertawa.

“So all this time you think of me that low?? Kamu mikir saya just do this all for fun? After all the things we’ve been through? After all of that Seungwan? You never tell me just a simple story about yourself! Selalu saya yang harus approach kamu duluan dan saya pikir, It’s okay one step at a time. Kalau kamu masih bisa mikir dengan jernih, tolong, tolong sebut satu kali aja kapan saya do something to hurt you Seungwan. Tell me when, kapan saya pernah do something just out of pity to you or do something and ask for a return from you?” tanya Irene.

Airmatanya mulai menetes, out of her anger, out of her desperate attempt.

“Do you think it’s all rainbow for me? No Seungwan! I feel like I’m in hell too. You never tell me anything! Saya harus meraba-raba itu semua, saya juga mau gila kalo kamu mau tau. Saya selalu mikir, what if I was there for you, can I help you? What if I can be there for you at your worst but then again you never let me in. I was wondering if I’m not enough? And I keep blaming myself too! I know how bad I am with communication. So please stop Seungwan, stop hurting us further.”

Irene mengusap air matanya dengan punggung tangan. Ia pun lelah.

Sementara itu, Wendy sempat terkejut melihat Irene yang menitikan air mata di depannya. Terakhir kali ia melihat Irene menangis adalah saat ia bercerita tentang Nana. Tangisan Irene seperti membangunkan Wendy dari amukannya.

Wendy kehilangan kata-katanya. Ia tahu semua yang ia ucapkan, semua yang ia salahkan pada Irene hanya ia lakukan out of her anger. Ia tidak tahu ia harus marah pada siapa dan saat itu yang ada dihadapannya hanyalah Irene. Satu-satunya objek yang bisa ia lampiaskan kemarahannya hanyalah Irene.

Wendy pun tahu, apa yang Irene ucapkan padanya adalah kebenaran.

“See? Now even I’m hurting you Hyun…..” batin Wendy.

Ia dengan segera berbalik badan dan berjalan meninggalkan Irene. Ia tidak sanggup harus melihat Irene seperti ini.

“Am I not enough Seungwan?” tanya Irene tiba-tiba, menghentikan langkah Wendy. “Do you want me to leave? Because if my presence is just hurting you, then I will.”

“Even though it’s hurting me, I will Seungwan. That’s how much I love you. I hope you know that and can feel it.”

“I don’t want to see you now.” ucap Wendy sembari berjalan kembali ke arah kamarnya.