311.
“Heh gila, itu makanan orang sakit malah lo cicip? Asli kalo ada kak Irene mampus lo setan.”
“Lah gue nyicip kan biar tau ini makanan ada racunnya apa nggak, ini Wendy loh, Wendy Son, siapa yang gatau dia coba? Orang itu perawat aja udah beberapa gue denger gosipin Wendy.”
“Masalahnya lo bukan nyicip, bangkeeee! Lo tuh udah makan berapa sendok bangsaaat!”
Yerim mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membuat huruf ‘v’ lalu hanya menyengir ke arah Sooyoung.
“Ntar gue tinggal minta Ojé buat kirimin makanan lagi deh. Laper tau gue jagain semaleman! Kak Seul balik buat ngantor, Ojé juga balik rumah bentar, mereka pada bisa makan, lah gue?!”
“Ya kan makanya gue kesini babi! Biar lo bisa makan! Tapi masa gue baru juga buka pintu udah liat tikus maling makanan?!”
“Rese’ lo! Gini doang elah, gue jamin Wendy juga gak masalah.”
Wendy tertawa pelan namun kemudian terbatuk pelan saat tawanya semakin keras. Ia terbangun sejak Yerim dan Sooyoung saling berdebat masalah sarapannya pagi itu.
It’s the first time in a week Wendy bisa tertawa dan bangun dengan perasaan yang lebih nyaman, seakan tanpa beban.
Yerim dan Sooyoung yang mendengar Wendy terbatuk sontak menoleh ke arah kasur pasien.
“WENDY!” teriak Sooyoung kegirangan.
“Woy jangan teriak anjir kasian anak orang!” celetuk Yerim sembari memukul lengan Sooyoung.
Yerim kemudian mengambil posisi di sebelah kanan Wendy dan duduk di kasur tersebut. Wendy melihat adanya kerutan-kerutan di dahi Yerim, suatu pemandangan yang jarang ia lihat.
“Ini berapa?” tanya Yerim, ia mengangkat jari telunjuknya
“Satu.”
“Kalo ini?” kali ini Yerim menunjukkan jari telunjuk dan jari jempol.
“Dua?”
Tak disangka-sangka, Yerim kemudian mencubit pipi Wendy dengan cukup keras hingga Wendy meringis kesakitan.
“Awas ya lo bikin gue jantungan lagi! Mumpung cewek lo nggak ada, sini lo gue siksa dulu.” protes Yerim
“Buset gila ya lo???” ujar Sooyoung kaget.
Sooyoung buru-buru melepas cubitan pada pipi Wendy walaupun yang dicubit juga hanya tertawa.
“I miss you girls.”
“Dih kayak udah nggak ketemu setaun aja lo.” ujar Sooyoung.
“No, seriously, I miss you girls.”
Wendy berusaha untuk mengubah posisinya dari tiduran menjadi duduk, melihat hal ini Yerim turun dari kasur dan menekan tombol untuk menaikkan posisi kasur.
“Segini cukup nggak?”
Wendy mengangguk.
“Gue minta minum dong.” ujar Wendy serak.
“Masih mau minum lo?” tanya Yerim yang memang dengan sengaja menyindir Wendy.
“Nggak lagi. Gue minta air mineral.”
“Bagus deh sadar, tunggu sini lo.”
Sementara itu Sooyoung hanya diam dan memperhatikan Yerim. Memang diantara mereka berdua, Sooyoung dan Yerim, sosok yang lebih muda darinya itu lebih frontal dan blak-blakan.
Yerim selalu jujur dengan isi hatinya.
Sooyoung menatap Wendy kemudian tersenyum, kali ini ia akan menjadi penyeimbang. Jika Yerim sudah mengambil peran untuk menasihati Wendy maka Sooyoung akan memilih untuk menjadi pihak yang netral.
“Lo ngerasa ada yang nggak enak? Bisa napas lancar gak lo? Pusing?” tanya Sooyoung yang dibalas dengan gelengan kepala oleh Wendy.
“Nih minum lo tuan putri.” ujar Yerim yang menyodorkan gelas kaca tepat di depan mulut Wendy. “Buruan minum, ini gue pegangin daripada ntar tumpah.”
Wendy meneguk air mineral tersebut dengan perlahan.
“Thanks.”
Suasana tiba-tiba menjadi canggung ketika Yerim melihat Wendy menatap dirinya seakan-akan menunggu Yerim untuk mengatakan sesuatu.
“Apaan?”
“Uhm, kakak lo kemana?”
“Pergi jauh. Ini lo basa basi apa beneran nanya karena care sama kakak gue?” tanya Yerim.
Wendy bisa merasakan adanya respon agresif dari Yerim, bahwa Yerim yang ada di depannya ini adalah Yerim adik dari Joohyun, bukan Yerim sebagai sahabatnya.
Sangat bisa dipahami walau sejujurnya Wendy juga merasa cukup takut dengan Yerim yang tidak terduga.
Wendy juga paham, setelah apa yang Irene korbankan untuknya juga setelah keluarga Bae menerimanya dengan hangat, Wendy justru melakukan hal-hal seperti ini yang pasti mengecewakan Yerim, Nyonya dan Tuan Bae.
Ah, benar Nyonya Bae terutama. Sosok yang sudah sangat hangat padanya.
Tanpa Wendy sadari air matanya jatuh, ia merasa benar-benar bersalah. Irene benar, ia terlalu kekanak-kanakan. Kalau saja ia bisa melihat segalanya lebih dekat, kalau saja ia tidak selalu egois.
“Sorry….” ujar Wendy disela tangisnya.
“Kata maaf lo salah sasaran Wen, lo mending ngomong ke kakak gue langsung ya nanti pas dia udah balik. Malem nanti gue jemput dia ke bandara abis itu gue yakin dia langsung minta anter ke sini.”
Wendy mengangguk.
“Hari ini dia ada rapat pemegang saham di Jepang, tadinya mau balik langsung abis selesai meeting tapi nggak dapet tiket jadi yaudah baru balik sore dari sana.”
Wendy mengangguk lagi.
“Udah lo jangan nangis, ntar kalo ada yang liat dikira gue yang ngapa-ngapain.”
“DIH KAN EMANG LO YANG NGAPA-NGAPAIN!” celetuk Sooyoung sambil tertawa.
“Gue kan cuma ngomong, salah siapa Wendy lembek? Tapi bagus sih dia masih kesindir, berarti masih normal.” kata Yerim sambil mengangkat bahunya. Kemudian ia menyodorkan ponselnya ke arah Wendy.
“Nih, hp gue. Kalo lo mau pake buat hubungin kakak gue. Soalnya gue gak tau hp lo dimana.”
“Thanks Yer.”
Yerim hanya memutar bola matanya, “Awas ya gausah ada drama-drama lagi. Pusing tau jadi gue.”
“Berpelukan dong lo berdua!!” goda Sooyoung yang kemudian berjalan ke arah Yerim dan memaksa untuk memeluk Yerim serta Wendy. “Udah-udah gue gak suka yang sedih-sedih gini.”
Wendy tertawa melilhat Yerim yang protes atas tingkah Sooyoung.
”I need to count on my blessings.”
Sooyoung kemudian berjalan keluar, ia beralasan ingin memanggil dokter. Sedangkan Yerim kembali duduk di meja dan menyantap sarapan yang seharusnya Wendy makan.
Wendy tau bahwa keduanya sengaja memberikannya ruang dan kesempatan ini Wendy gunakan untuk menghubungi Irene.
Namun baru saja Wendy membuka isi chat Yerim dan Irene, lagi-lagi Wendy merasa matanya memanas dan air mata memenuhi pelupuk matanya.
Ia membaca chat-chat Irene dan Yerim, terutama chat saat Irene sedang panik karena tingkahnya kemarin. Ia benar-benar merasa menjadi orang yang jahat.
Baru saja ia hendak scrolling lebih jauh, tangan Yerim sudah mengambil ponsel miliknya dan Wendy melihat Yerim menekan sesuatu sebelum ia mengembalikan ponsel miliknya ke tangan Wendy.
“Gak usah lo baca yang kemaren-kemaren. Gak ada gunanya juga crying over the spilled milk okay? Yang penting sekarang moving forward.” ujar Yerim.
Wendy kembali menatap layar ponsel tersebut dan menemukan isi chat tersebut sudah kembali bersih putih, seakan-akan Yerim dan Irene tidak pernah bertukar pesan.
Yerim just cleared her chat with her own sister. Just so Wendy will not feel too guilty.
Sedangkan sang oknum hanya diam saja dan berpura-pura fokus menyantap sarapan hasil curiannya.
”Thank you Yerim.”