313.
tw: airplane crash, death
“Don’t be awkward Wan, kayak sama siapa aja.”
Saat itu memang hanya ada Ojé dan Wendy di dalam ruang VIP tersebut. Yerim sudah pulang ke rumah sejak siang tadi untuk beristirahat sebelum ia harus menjemput Irene di bandara.
Sooyoung juga pulang sore tadi karena ia pun besok ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan dan Seulgi memilih untuk mengantar Sooyoung pulang terlebih dahulu.
Jennie dan Taeyeon masing-masing sibuk dengan pekerjaan mereka, sehingga hanya menyisakan Ojé untuk menjaga Wendy sore ini.
Sebenarnya Ojé pun hanya diam karena Wendy yang tidak memulai percakapan, ia kira Wendy masih belum benar-benar pulih, sedangkan Wendy justru menunggu Ojé untuk membuka pembicaraan.
Namun Ojé tak kunjung berbicara, ia justru melihat ponselnya beberapa kali.
“Uhm, I’m sorry.” ujar Wendy membuka pembicaraan.
“Eh? Kenapa?”
“For everything. Gue udah sering ngerepotin lo dari dulu dan gue belum sempet bilang maaf dan makasih.”
“It’s okay Wan, I do care about you okay? Oh iya, gue tadi udah cerita ke kak Joohyun but I think she still wants to hear it from you too.”
“I will.”
“Good. Anyway, your first gift from Kak Joohyun will arrive soon. So, lo sekarang gue tinggal dulu gapapa ya? Kalo gue nggak pergi sekarang nanti keburu macet jalanan.”
“Iya, sana pergi. Gue gak bakal aneh-aneh kok.”
Wendy tidak menyangka kalau yang dimaksud dengan ’hadiah’ oleh Ojé adalah kehadiran Ibunya di ruang VIP tersebut.
Nyonya Do datang tepat saat Wendy keluar dari kamar mandi.
Ia cukup terkejut melihat sosok yang sudah belasan tahun tidak ia lihat karena bahkan saat Nyonya Do menyambangi kantor Irene, Wendy sama sekali tidak berani untuk melihat sosok Nyonya Do.
“Ma...ma?”
Nyonya Do langsung memeluk Wendy dengan erat. Ia sama sekali tidak menyangka hari itu akhirnya tiba juga, hari dimana ia bisa memeluk Wendy lagi setelah sekian lama.
“Maaf mama baru bisa ketemu kamu sekarang.”
Wendy mengangguk pelan. Ia memeluk Nyonya Do tidak kalah erat.
“Jimin, kamu bisa tinggalkan saya dan Seungwan sekarang. Jangan ada yang boleh masuk ruangan ini selain orang yang dikenal oleh Seungwan.” ujar Nyonya Do.
Wendy baru menyadari ada sosok perempuan lain yang berdiri di dekat pintu masuk kamarnya. Wanita yang dipanggil jimin itu hanya mengangguk kemudian segera keluar setelah mendengar perintah Nyonya Do.
“Dia asisten mama. Asisten baru beberapa tahun belakangan ini.”
“Oh…”
Nyonya Do kembali memandangi Wendy mulai dari ujung kaki hingga ujung kepala, ia memegang wajah Wendy dengan kedua tangannya. Kemudian ia mengusap pipi Wendy dengan ibu jarinya.
“Mama hampir jantungan pas Joohyun telpon tadi pagi.”
Wendy tersenyum, “Dia bilang apa?”
“Kamu masuk rumah sakit. Tapi Joohyun nggak bilang kamu sakit apa.”
“It's just my stupidity kicking in ma. Aku udah gak kenapa-kenapa sekarang.”
Wendy memegang tangan Nyonya Do kemudian mengajaknya untuk duduk di ranjang yang ia tempati sejak kemarin.
“I drunk too much and did stupid things. Well I’m lucky Joohyun was there. I’ve learnt my lesson.”
“Mama nyesel narik orang-orang mama dari sekitaran apart kamu. Mama kira sejak ada Joohyun kamu jadi lebih aman.”
“Ma, it’s totally my fault. Also, ’orang mama’?”
“It’s another story for another day. Sekarang mending kamu cerita apa yang pengen kamu ceritain ke mama atau hal yang pengen kamu tanyain ke mama.”
Wendy mengangguk. Ia kemudian mulai bercerita tentang pekerjaannya, tentang rencana-rencana yang akan ia ambil. Wendy juga bercerita tentang betapa sempitnya dunia ini karena she ends up in an engagement with Irene, her childhood friend whom also Chaeyoung’s cousin.
Wendy juga menceritakan kekhawatirannya pada Nyonya Do.
Basically, Wendy did what she couldn’t do all these while. Just a normal conversation between daughter and her mother.
“Kamu khawatir apa yang Mama rasain sama Papa kamu akan keulang di kamu?” tanya Nyonya Do. Tangannya membelai rambut Wendy, menyeka poni Wendy yang mulai menutupi matanya.
Anak semata wayangnya itu mengangguk pelan.
“Seungwan, maafin mama dan papa kamu ya. Kami dulu nggak dewasa dan kamu yang harus nanggung akibatnya. Mama dulu ngerasa semua ini nggak adil, mama udah usaha tapi semua itu berat karena mama sendirian. Bahkan mama dulu juga sempet mau marah sama kamu, tapi mama sadar kamu nggak pernah punya salah ke mama. Kamu hanya lahir dari orang tua seperti kami disaat yang salah, mama dulu pernah mau bawa kamu. Tapi papa kamu ngelarang itu semua, dengan alasan kita nggak ada hubungan darah.” Nyonya Do tersenyum kecil namun air matanya mulai memenuhi pelupuk matanya.
“Seungwan, mama bisa jamin Joohyun itu beda sama papa kamu. Walaupun kalian berdua juga sama-sama dijodohin, kayak mama dan papa, tapi Joohyun selalu peduli sama kamu. Kamu nggak akan usaha sendirian kayak mama dulu karena Joohyun selalu ada buat kamu. Bahkan saat dia nggak bisa ada di dekat kamu seperti sekarang ini, dia selalu memastikan kalau kamu baik-baik aja. Contohnya aja, Joohyun sengaja minta mama dateng kesini sekarang karena ini rumah sakit punya keluarga dia, Joohyun udah ngitung semua langkah dia. Terus hal kecil lainnya deh, sadar nggak kalau di kamar ini ada air purifier? Itu permintaan Joohyun, dia bilang kamu lebih nyaman tidurnya kalau pakai air purifier yang disana itu.”
“Lebay banget sih ma, sebenernya aku bisa aja nggak pake air purifier itu. Cuma Joohyun aja emang suka berlebihan kayak gitu.” jawab Wendy.
Nyonya Do tertawa, tangannya kembali membelai kepala Wendy. “Tapi kamu suka kan diperhatiin sampe segitunya?”
“Maa, stop it.”
“Tapi mama serius. Joohyun dan papa kamu itu dua sosok yang bagaikan bumi langit, jadi kenapa juga kamu bandingin? Emang kamu pernah ngerasa Joohyun mirip sama papa kamu?”
“Mereka sama-sama suka ngatur aku.”
“Oh ya? Coba Joohyun ngatur apa? Coba pikirin lagi kenapa dia kayak gitu?”
Wendy berusaha berpikir keras.
“Seungwan, jangan jadiin kegagalan mama dan papa kamu sebagai tembok yang menghalangi kebahagiaan kamu. Jangan sampai kamu harus kehilangan dulu baru kamu tau betapa berharganya orang itu, jangan kayak mama. Mama harus kehilangan kamu dulu baru mama sadar kalau kamu itu karunia untuk mama, despite pernikahan mama yang hancur berantakan.”
“Ma, udah dong jangan ngomong yang sedih gini, kan jarang-jarang mama bisa sama aku kayak gini.”
“Okay, okay. Kamu mau ngapain sekarang?”
Tok! tok!
Kepala Ojé menyembul dari balik pintu.
“Oh tante udah disini.” ujar Ojé sembari menganggukkan kepalanya.
“Sore Dokter Park.” sapa Nyonya Do ramah.
Yang disapa buru-buru menggerakkan kedua tangannya menyangkal untuk dipanggil seperti itu, “Aduh, tante aku kalau disini nggak praktik. Jangan dipanggil dokter, nggak enak kalo ada yang denger.”
“Nggak usah merendah, ini juga rumah sakit punya lo.” potong Wendy.
“Hehe tetep aja Wan. Oh anyway, gue kesini cuma mau nyampein my last promise to kak Joohyun. Yang pertama gue janji jagain lo selama dia nggak disini, I think I already fulfill it, ya nggak tan?” goda Ojé sambil menyengir ke arah Nyonya Do yang menganggukkan kepalanya.
“Nah yang terakhir, kak Joohyun nitip supaya gue ambilin hp lo dari apart. Disclaimer, gue cuma masuk buat ambil hp sama charger doang okay?” Tangan kanan Ojé memberikan paper bag kecil berwarna cokelat kepada Wendy.
“Sore ini dia pulang dari business tripnya and Yerim is on the way to the airport to be honest.”
Ojé kemudian memilih untuk menyetel televisi yang ada di dalam ruang tersebut. Ia agak canggung juga harus berada disana saat itu.
“Kamu suka nonton acara kayak gini?” tanya Nyonya Do.
Yang ditanya justru terkejut, karena sesungguhnya ia tidak memperhatikan apa yang ia tonton. Rupanya tangannya secara tidak sengaja justru memilih channel masak. Ia menggeleng
“Aku nggak bisa masak tante. Seungwan tuh yang jago.”
Seungwan hanya mengangkat bahunya, kemudian ia mengambil remot yang ada di tangan Ojé dan mengganti ke saluran berita. Ia ingin tahu barang kali ada berita tentang dirinya.
Ponsel Ojé berdering dengan kencang membuat ketiga orang yang ada disana terkejut, sang pemilik ponsel pun buru-buru mengangkat telepon yang masuk.
Sementara itu Wendy memilih untuk kembali berfokus pada saluran berita dan Nyonya Do memilih untuk mengambil paper bag yang tadi ia bawa.
’Pesawat Korean Air dengan nomor penerbangan KE-221 dinyatakan hilang kontak dengan tower bandara Incheon. Menurut informasi yang didapatkan, pesawat yang tersebut terakhir kali terlacak berada di dekat kepulauan Ulleung…'
Wendy yang menyimak berita tersebut tiba-tiba bergidik ngeri, kecelakaan pesawat seperti itu selalu saja membuat hatinya berdebar. Terutama karena ia sendiri pernah membaca bahwa kemungkinan suatu kecelakaan pesawat menyisakan korban selamat sangatlah tipis.
“Damn, I hope they’re okay.” ujar Wendy. “Maybe it's just bad weather right?”
Wendy memalingkan wajahnya dan menatap Ojé yang tiba-tiba diam seribu kata. Raut wajahnya tiba-tiba kehilangan warna menjadi pucat pasi.
“Yer, lo….serius?” bisik Ojé
Tiba-tiba hati Wendy menjadi tidak nyaman setelah ia melihat ekspresi Ojé, ia pun memberanikan diri untuk mengangkat suaranya namun Ojé sudah lebih dahulu memutuskan sambungan teleponnya.
Ojé memegang railing kasur Wendy dengan erat seakan-akan ia akan segera jatuh apabila ia tidak mendapat bantuan sanggaan dari besi tersebut.
Sikap Ojé saat ini benar-benar membuat Wendy takut, apalagi saat Wendy melihat bahu Ojé perlahan bergetar.
“Lo kenapa?” tanya Wendy.
Tak lama kemudian mata Wendy dan Ojé bertemu.
“Wan…..Kak Joohyun Wan…..”