319.
Finale.
“Kak Seungwaaaaaan!!”
Wendy tertawa melihat Juni yang melompat kegirangan saat menyadari kehadirannya hari ini.
“Halo Juni!” teriak Wendy tidak kalah heboh.
Sejak Wendy mengenal Juni di pantai itu, keduanya sering bertemu disana. Sebetulnya Wendy setiap hari pergi ke pantai, hanya saja selama ini waktu mereka ternyata tidak klop.
Wendy lebih suka ke pantai di pagi hari, untuk menikmati sunrise. Sedangkan Juni lebih suka menikmati sunset. Namun sejak Wendy mengenal Juni, ia akhirnya mengubah jadwalnya ke pantai menjadi sore hari.
Terdengar aneh namun as weird as it sounds, Wendy bisa merasakan kehadiran Joohyun dalam diri Juni. Sometimes she resembles Joohyun way too much, hanya saja bedanya Juni jauh lebih ekspresif dan lebih berisik daripada Joohyun.
“Hari ini kak Seungwan bawa apa?” tanya Juni yang tidak bisa menutupi rasa ingin tahunya.
“Tadaa! Ini namanya flute, ini ditiup dari sebelah sini terus tangan kamu pencet tombol-tombol ini. Uhm, tapi ini ada nadanya, ada cara mainnya.” ujar Wendy menjelaskan secara singkat.
“Oooooh….. Coba kak mainin!”
Wendy mengangguk kemudian duduk di sebelah Juni yang sudah menatapnya dengan penasaran. Ia berpikir sejenak sebelum akhirnya memilih memainkan lagu anak-anak yang ia tahu.
Saat lagu yang dimainkan oleh Wendy selesai, Juni memberikannya tepuk tangan yang sangat meriah hingga membuat Wendy malu. Agak aneh sebenarnya, apalagi ia yang sudah sangat sering mendapatkan pujian from strangers.
“Kak Seungwan keren banget!!” puji Juni
“Coba aku bisa main banyak alat musik kayak kakak, pasti besok temen aku seneng banget.” lanjutnya.
“Juni mau kakak ajarin?”
“Kalo diajarin sekarang, besok langsung bisa main nggak kak?”
“Mungkin aja kamu bisa, tapi belum lancar. Emang kenapa harus besok?”
“Temen aku ada yang ulang tahun kak. Tapi Juni bingung mau kasih apa.” curhat Juni.
Wendy menunduk, melihat kalung yang ia gunakan. Kalung yang Joohyun berikan padanya sewaktu mereka masih kecil.
The so-called friendship necklace that Joohyun gave to her on valentine days.
Kalung yang sama dengan yang diceritakan oleh Seulgi waktu itu. Semesta seakan mencemooh Wendy saat ia menemukan kalung itu di rumah mamanya saat Wendy mengunjungi rumah Nyonya Do, in a box that has ’Seungwan’s’ on it.
“Gimana kalo Juni bikin sesuatu buat temen Juni? Gelang, kalung, atau apa deh yang Juni bisa buat sendiri. Yang penting Juni ngasih sesuatu yang emang bermakna dan dari hati ngasihnya.”
“Tapi Juni gak tau mau bikin apa.”
“Juni suka apa?”
“Juni suka semangka. Jadi aku kasih semangka buat temen aku?”
“Bukan gitu Juni!”
Wendy tertawa, anak satu ini memang ada-ada saja. Padahal sebelumnya dia menanyakan barang apa yang mau diberikan untuk hadiah ulang tahun temannya.
Sementara itu mulut Juni membentuk huruf ‘o’ menunjukkan bahwa ia baru memahami bahwa ia salah paham dengan maksud Wendy.
“Eh tapi bisa sih, kamu bikin sesuatu yang ada simbol semangkanya gitu.”
“Simbol?”
“Uhm, iya misal kayak kalung ini. Nah kita cari manik-manik atau hiasan yang bentuknya semangka gitu, supaya nunjukkin ciri khasnya Juni.” ujar Wendy menunjukkan kalung miliknya yang memiliki bandul berbentuk bulat dengan huruf ‘SW’ di dalamnya.
“Punya kakak yang ini juga dikasih temen kakak?” tanya Juni yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Wendy.
“Kak Joohyun?”
“Iya, kak Joohyun kasih ini ke kakak pas dulu kakak masih kecil.”
“Kak Seungwan kangen sama Kak Joohyun setiap hari ya? Abis kakak kesini tiap hari.” tanya Juni tiba-tiba
Wendy menoleh ke arah Juni lalu menarik napasnya dalam, sebelum akhirnya ia menjawab pertanyaan tersebut.
“Iya, banget. Kalau Juni kenapa sekarang jadi kesini tiap hari? Kangen mama juga?”
Juni menggeleng, “Nggak, aku mau nemenin kakak biar nggak sendirian.”
Wendy terkejut, ia sama sekali tidak menyangka bahwa Juni akan memberikannya jawaban seperti ini.
“Makasih Juni.”
“Kak tau nggak? Aku biasanya kalo kesini terus kangen mama, aku bakalan nutup mata kayak gini terus ngomong dalem hati gitu. Terus malemnya nanti mama pasti dateng ke mimpi aku.” ujar Juni tangannya memperagakan ucapannya barusan.
“Oh ya?”
Juni mengangguk dengan yakin, “coba deh kak!”
Perlahan Wendy menutup matanya dan membayangkan wajah Joohyun yang sedang fokus duduk di ruang tengah apartemen mereka dengan laptop di pangkuannya.
Kemudian berganti menjadi Joohyun yang duduk di beranda apartemen dengan baju tidurnya, menatap langit malam. Lalu Joohyun yang duduk dengan manis di sofa ruang tengah mendengarkan cerita tentang hari-harinya yang melelahkan.
”Halo Joohyun, apa kabar? Aku nggak tau ini beneran berhasil kayak yang Juni bilang atau nggak, well you never come to my dream anyway. Tapi nggak ada salahnya aku coba. Kamu kemana aja selama ini? Aku masih nunggu kamu untuk pulang. Sekarang setiap aku nonton tv udah nggak ada lagi yang protes karena volume yang terlalu kenceng. Sekarang setiap aku masak, aku cuma butuh masak satu porsi. Sekarang kalau aku liat langit malam hari, udah gak ada lagi yang cerewet ngasih penjelasan tentang rasi-rasi bintang. Sekarang kalau aku pulang malem, kalau aku ada schedule yang padet, udah nggak ada lagi yang bawel dan nungguin aku pulang. I miss you so much Joohyun. There isn’t a day I’m not missing you. If you have time, can you come to my dream too? Like what Juni’s mom did. I’ve lots of things I wanna say to you.”
Wendy perlahan membuka kedua matanya setelah ia selesai menyampaikan hal yang ingin ia utarakan, namun kini ia tidak melihat Juni ada disisinya.
Anak yang satu itu memang suka sekali main petak umpet dan tidak jarang Juni tiba-tiba menghilang seperti ini.
Juni bahkan pernah membuatnya hampir copot jantung saat ia mengejutkan Wendy dengan kostum yang kata Juni mirip dengan monster laut. Wendy sendiri sebenarnya tidak paham monster laut yang mana yang Juni maksud.
Wendy berdiri dari tempatnya duduk lalu berjalan di sekitar pantai untuk mencari Juni, hanya memastikan saja bahwa anak tersebut tidak berada dalam bahaya.
Setelah menghabiskan waktu sekitar setengah jam, akhirnya Wendy memutuskan untuk kembali ke beach house milik Joohyun. Ia akan menceramahi Juni esok hari.
Perjalanan dari pantai menuju beach house membutuhkan waktu sekitar 15 menit dengan berjalan kaki. Selama itu pula Wendy bersenandung pelan mengiringi langkah kakinya.
Langkah kakinya semakin ringan setiap hari, walau memang terkadang ada saat dimana ia sangat merindukan Joohyun dan kerinduannya seakan menjadi rantai yang menghambat dirinya. Tidak mudah bagi Wendy untuk membiasakan ketidak-hadiran Joohyun dalam hari-harinya.
Lucu.
Padahal mereka pun hanya saling ada di kehidupan masing-masing tidak lebih dari tiga bulan. Namun rasanya bagi Wendy seakan-akan Joohyun sudah ada bersamanya lebih dari itu.
Ketika ia sampai di pagar rumah, Wendy menyapa security yang membukakan pagar untuknya, masih orang yang sama.
Sejujurnya isi beach house pun masih sama. Tidak ada yang berubah sama sekali, kecuali studio musik Wendy yang semakin advance dan kamar utama yang kini sudah dipenuhi oleh barang-barang milik Wendy.
“Hari ini pulang lebih cepet non?”
“Iya pak, Juni ninggalin saya di pantai.”
“Saya penasaran deh sama dek Juni yang selalu non ceritain. Kapan-kapan ajak kesini aja non, saya juga pengen liat orangnya. Kayaknya deket banget ya sama dek Juni.”
“Iya deh pak, lain kali saya ajak. Oh iya, hari ini ada tamu nggak pak?”
“Gak ada non, cuma itu ada kiriman dari Ibu. Katanya lilin aroma terapi gitu non, coba tanya bibi di dalem aja.”
Wendy mengangguk. Ia lalu pamit undur diri dan segera masuk ke rumah. Ia menemukan paket yang dikatakan tadi di taruh di ruang tengah. Sebuah kotak berisikan lilin aroma terapi dan sebuah memo kecil.
Wendy mengambil kotak tersebut dan berjalan memasuki kamar tidurnya yang mulai gelap karena tidak mendapatkan cahaya dari luar.
’Yerim bilang stok aroma terapi di rumah sudah mau habis, ini Bunda kirimkan lagi ya. Kamu kapan kesini?’
Setelah selesai membaca memo tersebut, Wendy membuka grup chat keluarga Bae dan menuliskan pesan singkat bahwa ia telah menerima lilin aroma terapi beserta janji akan mampir kesana jika ia ada schedule yang harus dipenuhi.
”Badan gue kenapa capek banget ya hari ini?” pikir Wendy. Padahal hari ini ia tidak terlalu banyak beraktivitas.
Akhirnya Wendy memutuskan untuk beristirahat sejenak serta menyalakan lilin aroma terapi tersebut.
”If you are here, you’re gonna laugh karena gue sekarang suka banget sama wangi-wangian kayak gini. See? Even when you’re not here, you’re still affecting my life Joohyun.”
Setelah memastikan bahwa posisi lilin aroma terapi tersebut sudah tepat, sang penghuni rumah langsung menuju kasur king sized yang biasa ia tempati dan tidur dengan posisi terlentang.
“Juni this is your fault, now I’m hoping Joohyun will visit me in my dream too. God, I must be getting crazy.” ujar Wendy pada dirinya sendiri.
“Well, God, if you somehow hear me right now, can I ask you just for one wish? Give me back my Joohyun, I miss her so much. I won’t let her down again.” bisik Wendy, matanya benar-benar terasa berat.
Wendy mencoba untuk membayangkan lagi memori-memori indahnya bersama Joohyun dengan harapan, Joohyun akan benar-benar mendatanginya lewat mimpi.
“Seungwan”
“Seungwan”
“Seungwan, love.”
Ia mendengar namanya dipanggil beberapa kali namun Wendy tidak begitu yakin dengan apa yang ia dengar.
Lambat-laun pendengaran Wendy perlahan menjadi lebih terfokus dan sekali lagi ia mendengar suara yang sangat ia rindukan.
“Sleepy head, please wake up. Kamu nggak capek tidur terus, hm?”
Ingin rasanya untuk membalas ucapan tersebut, namun gerak motoriknya seakan-akan tidak bisa bekerja secara normal. Seakan-akan sesuatu menahannya untuk menggerakan anggota tubuhnya.
“Seungwan. Son Seungwan.”
’Who are you? Why do you keep calling my name?’
“Seungwan, udahan ya tidurnya. Udah cukup ya istirahatnya? Kalau kamu gini terus, saya jadi tambah kangen. Saya pengen ngobrol lagi sama kamu.”
’That voice…..Joohyun?’
Wendy masih limbung. Ia masih tidak dapat mengenali siluet yang berada di dekatnya namun ia yakin pemilik suara ini adalah Irene.
Tiba-tiba Wendy merasakan sesuatu yang hangat menyentuh keningnya, diikuti dengan adanya tetesan air yang jatuh mengenai wajahnya.
“Seungwan, I miss you. Don’t you miss me too?”
“J-joohyun….”
Yang dipanggil namanya kemudian menyadari bahwa sosok yang sedari tadi ia ajak bicara kini mulai mendapatkan kembali kesadarannya.
Dengan cepat Irene mengambil jarak agar ia dapat melihat wajah Wendy dengan sempurna.
“Seungwan? Oh my god, are you finally awake?!” Irene buru-buru menekan tombol darurat dan setelahnya Irene kembali berfokus pada Wendy.
Ia melihat terdapat ekspresi senang dan lega yang terpancarkan dari wajah Irene. Senyuman yang juga sudah lama tidak ia saksikan.
’I must be hallucinating or maybe the depression is finally hitting me hard. I must be crazy didn’t I? You feel so real. It feels like you’re here with me Joohyun. Please never wake me up if this is only a dream.’
“Seungwan? Jangan tidur lagi ya, please?” ujar Irene sembari memperhatikan raut wajah Wendy dan sesekali menengok ke arah pintu masuk.
Namun Wendy masih tidak bergerak sedikitpun. Ia masih takut apabila ia menyentuh Irene, bisa saja ia segera terbangun dari mimpinya atau bisa saja jika ia menyentuh Irene, sosok itu akan segera menghilang.
“Seungwan? Kamu ngerasa sakit?” tanya Irene lagi saat ia tidak mendapatkan respon dari Wendy.
Tangan Irene menyentuh pipi Wendy dan menangkupkannya ke wajah Wendy. Then it’s like a wake-up call for Wendy, how come this feels so real? She can feel the warmth from Irene’s hands.
“J-joohyun?”
Irene tersenyum sangat lebar saat ia mendengar ucapan Wendy. “God, thank you Seungwan. Thank you for coming back to us.” ujar Irene sembari mengusap wajah Wendy dengan pelan.
“J-joohyun?”
“Yes?”
“Am I dreaming? It’s you right?”
“No, love. You’re not. You’re here with us.”
“Y-you are b-back?”
Irene menatap Wendy kebingungan.
“Seungwan, if anything, that sentence should come from my mouth. YOU are the one who is just getting back to us. Please jangan pernah lakuin apa yang kamu lakukan kemarin-kemarin itu ya? Saya bener-bener hampir kena serangan jantung pas saya nemuin kamu.”
Wendy menatap Irene dengan heran. Namun baru saja ia ingin bertanya lebih jauh, kepalanya berdenyut dan ia merasakan nyeri yang cukup menyesakkan baginya.
“I’m sorry for what I said. I will never leave you Seungwan, I’m here to stay okay?” tambah Irene.
Sang CEO mengambil beberapa langkah mundur saat ia melihat tim dokter memasuki ruang rawat tersebut untuk memberikan ruang bagi mereka melakukan tugasnya. Namun baru saja ia mengambil satu langkah menjauh, tangannya langsung digenggam erat oleh Wendy.
“No, don’t ever leave my sight again. Don’t ever leave me again. I won’t let you go, Joohyun.”
Irene mengerjapkan matanya beberapa kali, ia lagi-lagi bingung dengan tingkah Wendy.
“Just a moment okay? They have to check your condition.”
Wendy menggeleng lemah namun ia kembali mengeratkan genggamannya.
“I won’t let you go ever again. I let you go once and it torture me a lot. I won’t repeat my mistake.”