319.
Sagala kembali menghela napasnya panjang. Entah sudah berapa lama ia terduduk di atas kasur sembari menatap layar chatroomnya dengan Mahen.
Saran dari Mahen terdengar sangat sederhana, namun entah mengapa cukup sulit dilakukan oleh Sagala.
Ia takut Rena kembali salah paham.
Ia takut Rena kembali mengira bahwa tindakannya meminta bantuan Richard merupakan bagian dari rencananya. Walau memang awalnya tindakan itu adalah salah satu rencana yang dibuat oleh Sagala, namun pada saat Sagala akhirnya meminta bantuan Richard yang terbesit dalam benak Sagala hanyalah Rena.
Ia juga tidak tahu sejauh apa Richard membeberkan ‘rencananya’ kepada Rena.
Sedari awal Sagala tidak pernah berencana atau bahkan terpikir bahwa Richard dan Rena memiliki kemungkinan untuk bertemu dan bertegur sapa.
Sagala merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan cukup kasar. Ia memejamkan kedua bola matanya. Berusaha menenangkan pikirannya yang sedang berkecamuk saat ini.
Suara detik jarum jam memenuhi indera Sagala seolah-olah menghipnotis dirinya.
Matanya kembali terbuka saat Sagala mendengar suara dering ponselnya menandakan ia mendapatkan sebuah telepon masuk.
Sashi Ursa
Sagala menjatuhkan ponselnya ke kasur.
“Kenapa harus lo sih sas yang kontak gue?!” gerutu Sagala, enggan mengangkat telepon Sashi.
Namun tak lama berselang, ponselnya kembali berdering. Sagala pun akhirnya dengan kesal menerima telepon tersebut.
“Apa?”
”Lo marah-marah kenapa?”
“Ya menurut lo aja deh Sas? Ini lo telepon gue cuma buat gini doang?”
”Astaga tangan lo kan masih diperban sebelah, ya makanya gue telepon lo daripada kirim chat. Lo kalau ada masalah tuh diselesaiin bukan malah dilampiasin ke orang lain. Gue dari kemaren udah diem ya sejak lo pulang…..tck……By the way, gue barusan ngajak Yesha nonton. Nanti dia sama Mahen juga. Lo mau ikut gak?”
“Nggak.”
”Yah, lo sama Rena gue ajakin semua pada nggak mau ih. Nyebelin. Yaudah deh.”
“Hah? Lo ngobrol sama Rena barusan? Kalian kok sering banget ngobrol sih?!”
”Iya, barusan juga masih chattingan. Tapi dia udah bilang gak mau. Kenapa? Lo kan serumah sama dia masa segitu jarang ngobrol?”
Kening Sagala mengkerut kesal.
“Gak membantu ah lo Sas!”
Sagala langsung mematikan sambungan telepon tersebut.
Entah tiba-tiba ia mendapatkan keberanian dari mana, Sagala dengan segera bangkit dari kasurnya dan mendatangi kamar Rena.
Diketuknya pintu kamar Rena dua kali.
“Rena, please buka Rena.”
Tidak ada jawaban.
Kali ini Sagala mengetuk satu kali lagi.
“Rena, aku pengen ngomong sama kamu. Please? Aku maksa nih.”
Tangan kiri Sagala membuka pintu kamar Rena.
Kosong.
Namun Sagala melihat gorden kamar Rena yang tertiup angin. Rupanya sang pemilik kamar sedang berada di balkon rumahnya.
Sagala melangkahkan kakinya perlahan ke arah balkon sembari berusaha menata kata-kata yang ingin ia sampaikan kepada Rena.
Ia menarik napasnya panjang, kemudian disibakkannya gorden kamar Rena.
Baik Sagala maupun Rena sama-sama terkejut saat keduanya bertukar tatap.
Rena yang terkejut karena mendapati Sagala berani memasuki zona pribadinya. Sedangkan Sagala merasa kecewa karena melihat Rena kembali pada kebiasaan buruknya.
Dengan cepat tangan kiri Sagala menarik pods yang sedang dihisap oleh Rena lalu ia hirup pods yang baru saja direbut tersebut. Tentu saja tak lama kemudian Sagala terbatuk hebat sembari memegangi dadanya yang terasa sesak.
Mata Rena membelalak kaget saat melihat tindakan Sagala. Namun kini ia pun berbalik menjadi khawatir melihat Sagala yang terbatuk hebat di depannya.
“SAGALA!”
Tangan Sagala menahan Rena yang hendak pergi dari balkon.
“Lepasin ga! Aku ambilin kamu minum dulu!” bentak Rena yang masih dalam kondisi paniknya.
Sagala menggelengkan kepalanya,
“Aku–....”
Terdapat sedikit jeda saat ia terbatuk, kemudian Sagala kembali menatap Rena.
“Gapapa….I’m okay…”
Melihat Sagala yang masih bisa tersenyum ke arahnya membuat amarah Rena kembali timbul. Ia memukul bahu Sagala dengan kencang.
“Kamu tuh ya! Ngapain kamu kayak tadi?! Kamu udah tau kamu punya asma, Sagala! Kalau kamu tadi sampai kenapa-kenapa gimana?!”
Kali ini Sagala tertawa kecil.
“Aku kenapa-kenapa juga nggak ada yang khawatir, Rena. Unless you do. Justru harusnya aku yang ngomong kayak gitu ke kamu, kalau kamu kenapa-kenapa gimana? Kamu nggak kasihan sama papa kamu? Acel? Kak Yona? Udah berapa lama kamu balik ngepods kayak gini? Aku sedih kamu matahin janji kita.”
“Stop acting like you care Sagala!”
Sagala terdiam.
“T-tapi aku beneran peduli sama kamu Rena.” ujar Sagala sembari menatap mata Rena lekat.
Tangan kirinya yang masih menggenggam pergelangan tangan Rena, kini tanpa sadar ibu jarinya mengusap tangan Rena.
“This….Stop this! Stop liat aku kayak gitu. Stop perlakuan manis kamu ke aku kayak gini! Stop! Aku capek kayak gini tau!”
Rena menghempaskan tangannya yang digenggam oleh Sagala. Tangan kanannya kemudian menunjuk-nunjuk bahu kiri Sagala dengan kencang.
“Kamu sendiri yang bilang kamu mainin aku! Semua yang dulu kamu lakuin ke aku cuma bagian dari rencana kamu! Terus sekarang kamu bilang kamu peduli sama aku? Papa bilang kamu orang baik! Richard mantan kamu bahkan bilang kamu yang mohon-mohon dia buat bantu kasus aku karena permintaan kamu! I DON’T NEED YOU TO ACT LIKE A HERO SAGALA!” bentak Rena dengan air mata yang mengalir di pipinya.
Hati Sagala mencelos mendengar ucapan Rena.
“Tapi aku masih inget Sagala. Aku masih inget apa yang kamu ucapin di ruangan kak Teira! Kamu bahkan gak mengelak waktu itu! Hampir dua tahun aku gak lihat kamu, terus kamu tiba-tiba balik di hadapan aku kayak gini! You confuse me Sagala!” lanjut Rena.
“Ren….”
Rena mengelak mundur saat Sagala berusaha mendekatinya.
“Kamu sendiri kan yang rencana buat kabur dan pergi gitu aja tanpa kasih penjelasan apapun ke aku? Terus sekarang kamu berharap perasaan aku masih sama kayak dulu? Terus kamu sekarang balik ngejar aku cuma karena aku trying so fucking hard to forget you?!”
“Rena….please dengerin aku….”
“KAMU EGOIS SAGALA!”
Wajah Rena merah padam menahan agar amarahnya tidak kian membuncah. Rena berusaha berulang kali untuk menyeka air mata yang membasahi pipinya.
“Stop Sagala…..aku capek……kepala dan hatiku selalu bingung sama sikap kamu….I hate that you make me feel this way….” lirih Rena yang kini menangkupkan kedua tangannya menutupi wajahnya.
Sagala menarik napasnya dalam-dalam, matanya memperhatikan keadaan Rena yang ada di hadapannya.
“Aku gak bisa kah minta waktu kamu sedikit? I want to explain, Rena….”
“Kenapa sekarang ga?! Kenapa pas aku udah mulai terbiasa gak ada kamu di deket aku?! Kamu nanya kenapa aku balik ngepods? Because I will remember you everytime aku makan permen! Aku bahkan gak bisa makan-makanan favorit aku tanpa nggak inget kamu! Aku gak bisa pergi ke tempat-tempat yang udah pernah kita datengin bareng because it will only reminds me of you! Kamu bisa bayangin gak betapa tersiksanya aku, Sagala?!”
Sagala terdiam mematung di posisinya. Mencerna semua kalimat yang dilontarkan oleh Rena. Ingin rasanya ia memeluk Rena dengan erat namun ia tahu bahwa itu hanya akan memperburuk suasana.
Kepala Sagala sedikit terangkat ketika ia kembali mendengar suara Rena.
“Keluar dari kamar aku, ga…..please….”