349.

Rena masih terpaku menatap layar ponselnya, berusaha mencerna pesan yang Sagala kirimkan lewat instagramnya. Rasa penasarannya pun telah mengantarkannya membuka story yang diunggah oleh Sagala.

Rahangnya mengeras, matanya mulai memanas.

Ia berusaha mengabaikan notes Sagala.

Ia berusaha mengabaikan story yang ia lihat beberapa jam lalu bahwa Sagala ada di tempat dimana mereka sempat berbagi kisah senang bersama.

Ia berusaha mengabaikan direct messages yang dikirimkan oleh Sagala.

Namun nyatanya justru kerisauan yang menemaninya malam ini, pikirannya kacau tak keruan.

”Ini yang kamu mau, Rena. Now why do you feel sad?” batin Rena.

“Ibu jari kamu bakalan pegel nahan storynya Wening terus kayak gitu. Mau kamu pandangin terus-terusan juga orangnya nggak bakal ada disini sekarang, Rena.”

Rena mendongak ketika mendengar suara Sashi dan disapa oleh selembar tisu yang diberikan oleh Sashi.

“You’ve been crying for a while.” ucap Sashi lagi yang kini menemani Rena duduk di atas kasur Selene.

Acara wedding anniversary tuan dan nyonya Parabawa diadakan di kediaman mereka, menghadirkan beberapa orang-orang maupun rekan bisnis terdekat mereka. Rena sedikit bersyukur setidaknya dengan begini ia memiliki ruang ‘khusus’ yang jauh dari pandangan penuh selidik yang diberikan oleh orang-orang asing di sekitarnya.

“Dia besok balik. Aku nggak tahu jamnya, Wening nggak mau ngasih tahu. Yang tau cuma Yesha aja. Kata Wening supaya nggak banyak yang nganter ke bandara, nggak mau ada adegan nangis-nangisan katanya dia. Tapi knowing Wening, aku rasa dia bakal ambil flight paling murah, aku liat ada satu flight jam delapan pagi besok.” tawa Sashi.

“I feel weird, Sas….” ucap Rena.

Sashi mengangguk, membiarkan Rena menata pikirannya dan memberikan waktu bagi Rena untuk melanjutkan perkataannya.

“Kamu tahu seberapa susah aku berusaha baik-baik aja kemarin-kemarin. I think I’m doing fine, but it turns out I’m not. The moment Sagala balik lagi, semuanya terasa aneh di aku. I miss her, I hate her, I long for her, I hurt her, it keeps repeating like that. Whenever aku ended up nyakitin dia karena perkataanku atau perbuatanku, I feel regret.” lanjut Rena.

Sashi menarik napasnya panjang.

“Do you hate her, Ren? Aku nggak bakal kasih tahu jawaban kamu ke siapapun, promise.”

“I hate what happened at that day, tapi aku nggak yakin aku benci Sagala. If I do, aku nggak tidur setiap malam crying while hugging her blanket, Sas. You know how bad it was for me a couple of months after that day.”

“Then my answer is still the same, Rena. Kamu masih nyari that closure from Wening. Kamu masih pengen denger semuanya dari mulut dia, ya kan?”

“I don’t know, Sas. Sometimes aku mikir, apa lebih baik aku nggak denger semuanya and just forget it, forget her.”

“Does it work? Sekarang kalau gantian aku yang nanya, kasih aku definite answer kapan kamu siap denger penjelasan dia?”

Rena memalingkan wajahnya dari tatapan Sashi.

“You will never be ready, Rena. Karena kamu masih berharap Wening deny semua apa yang terjadi di hari itu. Kamu berharap hubungan kamu dan Wening bisa balik kayak dulu. But at the same time kamu tahu kalau itu cuma harapan kamu aja. Kenyataannya kamu sendiri yang selama ini masih nggak mau let it go. Kalau susah buat kamu denger semua penjelasan Wening, at least tanya dia satu pertanyaan yang paling mengganjal di kamu.”

Sashi mengambil ponselnya dan tak lama kemudian ponsel Rena berdenting.

“Itu alamatnya Wening kalau kamu mau datengin dia. Heard from kak Teira kalau Wening sempet ada omongan buat nggak balik kesini for some reason. Aku juga baru denger barusan dari kak Tei waktu kak Tei lihat story-nya Wening.”

Sashi kemudian tersenyum ke arah Rena.

“If you somehow find it in you, tolong maafin sahabat aku yang satu itu ya Rena. She made one mistake but that does not define her as a whole. She lo-..... ” ucapan Sashi terhenti sejenak, ia berdeham pelan lalu merevisi ucapannya barusan, “She cares for you, a lot.”

Rena kembali memalingkan wajahnya, berusaha sedikit menengadah untuk mencegah air matanya kembali terjatuh.

Ucapan Sashi mengingatkannya pada Sagala saat mereka berada di sekolah Acel.

“A little bit dramatic, but I think this time dia serius sama ucapannya buat pergi.”