372. Sultan Osmond
Sebuah kekehan pelan keluar dari mulut Rena saat melihat unggahan instagram story milik Sagala.
Rena menyadari bahwa selama ini Sagala selalu memperhatikan seluruh unggahannya, baik hanya sekedar story maupun feeds post. Terkadang Sagala akan meninggalkan jejaknya dalam bentuk likes dan harus Rena akui, terdapat perasaan senang ketika Sagala melakukan hal tersebut.
Rena juga menyadari bahwa Sagala kini lebih aktif mengunggah aktivitasnya melalui instagram story terutama unggahan-unggahan yang bersifat personal hanya khusus untuk close friend list.
Terkadang Rena merasa bahwa unggahan-unggahan Sagala sengaja ditujukan untuknya, sejujurnya sulit untuk tidak berpikir demikian. Namun setelah unggahan hari ini, Rena semakin yakin bahwa memang unggahan yang dilakukan Sagala adalah untuk Rena.
Unggahan foto Sultan yang ia masukkan dalam kategori close friend awalnya merupakan sebuah ketidaksengajaan. Bisa dibilang hal tersebut adalah akibat dari alam bawah sadarnya yang kini perlahan mulai terbiasa membagikan story-nya hanya khusus untuk Sagala. Tetapi agaknya ia merasa bersyukur keteledorannya membuat dirinya dapat melihat respon Sagala yang demikian.
“Lo tuh ketawa-ketawa gitu ngeliat apaan sih?”
“Hm?”
Kepala Rena yang awalnya menunduk memandangi layar ponselnya kini menengadah menatap Sultan.
“Ya, dari tadi lo tiap liat handphone antara senyum atau ketawa.” ucap Sultan lagi.
“Ahh, nothing.” balas Rena sembari memasukkan ponselnya ke dalam tasnya.
“Tck…. kalau mau pacaran tuh jangan di depan orang jomblo gini dong!”
Ucapan Sultan mengundang tawa bagi Rena. Sementara itu Sultan pun turut tersenyum setelahnya.
“Nggak ada yang pacaran.”
“Well but clearly your mind is not here.”
Rena hanya mengedikkan bahunya.
“Gue cakep nggak sih? Cakep kan ya? Menurut gue sih gue cakep. Tapi kenapa ya gue jomblo lama banget?”
Rena kembali tertawa. “Karena lo cerewet dan kepedean tau?”
Sultan memicingkan matanya, tanda ia tidak setuju dengan ucapan Rena.
Sosok Sultan di hadapannya cukup blak-blakan dan talk-active sedikit berbanding terbalik dengan Sagala yang selama ini menunjukkan sikap gentle-nya di depan Rena. Namun seperti apa yang dikatakan oleh Selene, Sultan memang pribadi yang asik dan menyenangkan. Topik-topik pembicaraan yang dibawa oleh Sultan sangat beragam dan Sultan pun cukup bisa mengimbangi Rena dan mendengarkan Rena dalam percakapan-percakapan mereka.
Walau demikian, tetap saja Rena hanya melihat Sultan sebagai teman barunya. Sama sekali tidak terbesit dalam pikiran Rena untuk mengenal Sultan lebih dari itu. Sultan pun memahami hal ini setelah kurang lebih dua jam berbincang dengan Rena dan ia tidak masalah dengan hal ini.
Sebenarnya salah satu hal yang membuat Rena dan Sultan bisa langsung klop berbincang dikarenakan keduanya memiliki minat yang cukup sama. Sultan saat ini bekerja sebagai salah satu fashion buyer di salah satu department store terkemuka dan ia sempat mengatakan bahwa dulu cita-citanya adalah menjadi seorang model walaupun akhirnya ia tidak melanjutkan hobinya dan beralih menjadi seorang fashion buyer.
“Tck… Selene nih ngejanjiin gue ngenalin ke orang yang emang lagi mau cari pasangan. Tapi kenapa udah dua kali dia salah mulu sih!” gerutu Sultan sembari meminum iced caffe latte nya.
“Ya salahnya percaya kok sama Selene.”
“Bener sih. Eh tapi, gue serius ya. Gue ngerasa klop nih ngomong sama lo, jadi habis dari sini please jangan jadi canggung. I’m serious about us being friends.” ucap Sultan.
“I can only offer that. Lebih dari itu….” Rena menggelengkan kepalanya.
“Iya keliatan kok. Tapi kok lo bilangnya nggak pacaran sih? Emang HTS-an? Atau baru putus tapi belum bisa move on? Eh kalau nggak mau jawab juga gapapa lho. Gue penasaran aja.” ucap Sultan.
Rena menggigit bibirnya, ia sedikit ragu untuk bercerita pada Sultan yang notabenenya adalah orang asing baginya. Namun disaat yang sama Rena berpikiran bahwa mungkin ia memang membutuhkan opini dari orang asing yang seharusnya bisa memberikan jawaban netral baginya.
“Yes to both of your questions.” jawab Rena.
Sultan menggeser gelasnya ke tepi meja. Kemudian ia memajukan tubuhnya dengan kedua tangannya yang bersilangan di atas meja.
“Kalo lo mau cerita, gue siap ngedengerin.”
“Sok serius banget ih!”
“Mumpung hidup gue akhir-akhir ini lempeng-lempeng aja, a little bit drama is fine.”
“Sialan!” tawa Rena.
“Jadi?”
“Well, a relationship that ends before it’s even started. She kinda hurts me because she wants to protect me? Help me? I don’t know but bottomline is she lied and hurt me.”
“She? Bukannya lo tuh cerai sama cowok ya? Mantan suami lo kan aktor?” tanya Sultan tanpa adanya nada menilai atau menghakimi, murni sebuah rasa penasaran.
“Well, after my ex-husband.”
“Anjir…..jadi habis jatuh tertimpa tangga?”
Rena menghela napasnya kesal atas ucapan Sultan.
“Eh, jangan marah dong? Kan gue ngomong fakta?”
“Iya fakta! Tapi lo jangan jadi ngeledekin gitu dong! Orang biasanya iba, kok lo malah ngejek sih?!”
Sultan mengangkat kedua tangannya sebagai tanda memohon ampun.
“Okay back to your love life, terus gimana sama si cewek ini? Lo masih suka tapi bingung pengen move on atau nggak karena udah ngerasain sakit hati gara-gara dia?”
Ucapan Sultan membuat Rena terdiam. Laki-laki di hadapannya yang baru ia temui beberapa jam lalu dapat dengan sempurna mendeskripsikan kondisinya saat ini.
Sementara itu Sultan kini mengubah posisi duduknya. Ia bersandar pada sofa yang ia tempati dengan tangan kanan memegang dagu dan tangan kiri menopang tangan kanannya.
“Kalau gue boleh ngomong, kata gue sih lo masih belum selesai sama orang itu.”
“Tell me something I don’t know.” balas Rena sembari memutar kedua bola matanya malas.
“Dengerin dulu makanya! Gak sabaran banget!” gerutu Sultan.
“Gini sih ya menurut gue simple. Lo lebih gampang memaafkan orang itu atau lebih gampang melupakan orang itu? Lo lebih sakit kehilangan orang itu atau lebih sakit kalau harus bersama orang itu?” lanjut Sultan.
Rena terdiam, mencerna ucapan Sultan.
“Eh tapi, orangnya masih suka sama lo nggak?”
“Ngerusak suasana!”
Sultan tertawa melihat wajah kesal Rena. “Ya malu kali kalau masih berharap tapi yang disana gak nyautin? Kasih tak sampai itu mah!”
“Masih sih… harusnya…”
“Dia follow sosmed lo gak? Kalau iya, lo posting foto sama gue sini. Kita liat responnya.”
Rena menyengir ke arah Sultan. “Udah hehe. Sorry ya tadi foto lo gak bilang-bilang.”
“Gapapa, gue tau gue ganteng.”
Lagi-lagi Rena menghela napasnya gemas menanggapi kepribadian Sultan yang cukup unik.
“Terus respon dia gimana?”
Rena menunjukkan unggahan instagram story Sagala kepada Sultan yang kemudian mendapatkan tawa dari Sultan.
“Yah, ini mah emang kalian berdua sama-sama belum selesai. Idih? Ngapain ini dimasukin close friend? Ini mah mau sampai kiamat juga kalian gak bakal move on kalau begini caranya.” ucap Sultan sembari menggelengkan kepalanya.
“Jadi gimana dong? Menurut lo dia masih suka sama gue kan ini? Gue takut kepedean jujur.”
“Lah, kan lo yang kenal dia? Menurut lo gimana?”
“Abis tuh ya, terakhir sebelum gue pisahan, dia bilang that she’s trying to let me go dan dia orang yang selalu pegang ucapannya.”
“Kuping lo kurang di korek kali waktu itu? Ini mah sama sekali nggak trying to let you go. Kalau iya, dia nggak bakal masukin lo di close friend-nya.”
“Itu dimasukin udah lama tau.”
“Terus aja denial sampai keledai lebih tinggi dari jerapah.”
Rena melempar selembar tisu yang sudah ia gumpalkan ke arah Sultan.
“Serius, ini belum move on. Udah kejar aja. Lo juga kayak gini? Saran gue masih sama kayak tadi, lo renungin deh itu, Lo lebih gampang memaafkan orang itu atau lebih gampang melupakan orang itu? Lo lebih sakit kehilangan orang itu atau lebih sakit kalau harus bersama orang itu?”
“Thanks deh, bestie.”
“Bestie? Wah gila, sebuah pencapaian sih gue jadi bestie lo.” tawa Sultan.
“Lo kenapa sih lebay banget, Sultaaaan!”
Sultan kembali tertawa, “Iya sama-sama.”
“Dih nggak nyambung!”
“Mau gue bantu satu kali lagi nggak? Sini foto gue lagi, posting tapi kali ini gak usah di close friend. Kita liat cewek lo itu bakalan respon apa?”