419.

Hanya deru napas yang dapat terdengar selama beberapa saat pertama.

Baik Rena maupun Sagala sama-sama menunggu lawan bicara mereka untuk memulai percakapan.

Baik Rena maupun Sagala sama-sama memandangi foto lawan bicara mereka yang tersaji di layar ponsel mereka.

“H-hai….ga……” ucap Rena memberanikan diri untuk memulai percakapan.

”Halo Rena, it’s been a long time ya? Feels really nice to hear your voice again like this.”

“It feels nice to hear your voice too, ga…”

”Oof, wait sorry….”

Rena dapat mendengar Sagala sedikit kesulitan melakukan apapun yang sedang ia lakukan disana. Ia kemudian mendengar suara pintu yang sepertinya sedang di dorong oleh Sagala dan tak lama setelahnya Rena dapat mendengar sedikit kebisingan di sekitar Sagala.

”Need to keluar perpus dulu sebentar buat telepon kamu. Berisik gak ya ini?”

“It’s fine kok. Eh iya, kamu lagi di perpus ya tadi? Aku ganggu waktu kamu nggak ini ga? Sorry banget...”

”It’s okay Rena, kan aku udah bilang feel free to hit me up. Whenever you need me.”

Rena menggigit bibirnya sejenak.

”Rena? Halo?”

“H-halo…. Ga… sorry…. Aku lagi mikir how to say this…” ucap Rena sedikit terbata.

”Huh?”

Rena memejamkan matanya, meneguhkan hatinya untuk menyampaikan hal yang sudah ingin ia sampaikan sejak pembicaraannya bersama dengan Sultan pada pertemuan pertama mereka.

“I want what Sashi and Selene have too….with you. Even after these past 3 months where I’m trying so hard to forget you, to limit my communication with you, it’s still you Ga….I don’t know maybe I’m not trying that hard or maybe I don’t want to try that hard. You know, I have new friend, his name is Sultan. Dia sempet bilang satu hal ke aku yang bikin aku bener-bener mikir, bahwa aku lebih gampang memaafkan kamu daripada aku harus spend my days forgetting you, hating you.”

”Rena….ini kamu nggak bercanda kan? Aku pengen teriak sekarang kalau kamu serius. Wait, jangan ditutup teleponnya.”

Rena terkekeh saat mendengar Sagala benar-benar berteriak sesaat.

”Okay, sorry aku harus let out my feelings. Aku cuma……seneng banget denger ini semua.”

Rena dapat membayangkan saat ini Sagala tengah tersenyum dan hal ini secara otomatis membuatnya turut tersenyum pula.

“But ga… can we start really slow? I know I want you ga, tapi untuk langsung–...”

”We will do it at your pace. I’m fine with anything you set, Rena.”

“Kamu serius? Aku mikir kalau semua ini nggak adil buat kamu ga…”

”Aku serius. Adil itu sifatnya subjektif Rena. Kamu tau –....”

“Jangan mulai bacain adagium hukum buat aku sekarang!”

Sagala tertawa mendengar ucapan Rena.

”Okaaaay, padahal baru aja aku mau kasih kamu satu adagium sekarang.”

Rena tersenyum saat ia kembali merasakan perasaan yang sulit ia deskripsikan setiap kali ia bersama dengan Sagala seperti yang dulu ia rasakan beberapa tahun lalu.

Secara tidak sadar Rena sedikit menguap dan Sagala mendengar hal ini dengan sempurna.

”Wait, lemme do the math…..Rena disana udah tengah malam kan??”

“Yeah, jam….dua belas hampir jam satu.”

”Istirahat Renaaa. Aku lihat akhir-akhir ini kamu sering banget tidur pagi kan? Ini weekend Rena, please istirahat.”

“I should say the same to you, ga. Kamu juga sering likes instagram aku di jam-jam dini hari disana.”

”Well, namanya juga ngejar lulus Ren.” tawa Sagala.

”Tapi aku serius, tidur dulu ya kamu malem ini? We will talk again jam tujuh pagi disini berarti jam dua siang disana. Gimana?”

“Sure….”

”Okay, that’s a promise ya.”

“Wait ga, berarti kita bisa kontakan kayak biasa lagi kan? I don’t really like using my social media, to be honest.”

”Ya bisa dong Renaaaa. Especially now that we are serious about this, you will get lots of messages from me from now on.” ucap Sagala serius.

Senyuman mengembang di wajah keduanya.

”Don’t worry we will start this slow, at your pace Rena…”