481.
Rena terkejut ketika melihat ponselnya berdering tepat setelah Sagala mengirimkan pesan kepadanya. Sebuah permintaan video call dari Sagala kini menunggu keputusan dari Rena untuk diterima atau justru ditolak.
Tentu saja ibu jari Rena mengusap icon berwarna hijau dan tak lama kemudian Rena dapat melihat sosok Sagala yang tersenyum kepadanya.
“Halo, sayaang.”
Rena tidak membalas sapaan dari Sagala tersebut.
“You’re mad”
Rena kembali tidak menggubris Sagala. Ia memilih untuk berpindah tempat sejenak, berjalan ke arah balkon kamarnya untuk sekadar menghirup udara segar.
”Okay, gapapa kamu boleh banget marah sama aku. But at least kamu nggak matiin video call kita.”
Rena menaruh ponsel miliknya di atas meja bundar kecil yang berada di balkonnya. Ia sengaja menyandarkan ponselnya pada hiasan yang ada di atas meja tersebut. Kemudian Rena duduk di kursi yang berada tepat di depan meja tersebut.
Selama beberapa saat keduanya hanya saling menatap.
Kendati Sagala tersenyum ke arahnya, Rena tetap dapat melihat guratan-guratan kelelahan dan kantung mata yang menebal pada wajah Sagala. Rambut Sagala kini sudah lebih panjang dibandingkan dengan saat terakhir kali mereka bertemu di rumah Sagala, begitu pula dengan poninya.
Memori tubuhnya saat memeluk Sagala waktu itu kembali datang. Rena masih mengingat dengan jelas momen demi momen yang mereka bagi bersama, bahkan saat Sagala hanya sekadar menggenggam tangannya sepanjang perjalanan pulang dari rumah Sagala ke rumahnya.
Kini perlahan rasa rindu itu kembali menghampiri Rena.
Walaupun komunikasi mereka sejak november tahun lalu terus terjaga, namun Rena tidak menyangkal bahwa itu semua masih terasa kurang baginya. Ia membutuhkan Sagala disisinya.
“I need you ga, I need you dan kamu kemarin hilang gitu aja. I know kamu ada kesibukan, I know kamu udah bilang ke aku kalau bakalan slow response hence why aku gak bisa apa-apa juga. But it just……sucks.” ucap Rena yang akhirnya membuka percakapan mereka.
”I’m sorry Rena…..”
Lagi-lagi hanya kata maaf yang dapat terucap.
”Do you…perhaps want to talk about it?”
“Aku ketemu Azkan kemarin. Waktu gala dinner.”
Sagala mengerjapkan matanya berkali-kali. Ia sempat melupakan eksistensi mantan suami Rena dan kini ia kembali diingatkan pada fakta itu.
Alarm pada diri Sagala pun secara otomatis kembali aktif.
“Something happened?”
Rena mengangguk pelan.
”Rena, kamu nggak diapa-apain kan? Please be honest, sayang.”
Sikap Rena yang nampak bungkam kini justru membuat Sagala khawatir. Rupanya sebesar apapun usaha Sagala untuk menghindari Azkan kembali hadir dalam dunia Rena masih belum cukup.
”Rena, sayang please say something? You can be mad at me for everything I did, you can stay mad but please for this one, tell me sayang…..kamu baik-baik aja kan?”
Rena menarik napasnya panjang kemudian mengangguk singkat yang tentunya membuat Sagala dapat bernapas sedikit lebih lega.
“I met him, with his w-...”
Ucapan Rena terhenti sejenak.
“Azkan dateng sama cewek itu.” ucap Rena. “I’m sorry ga… it’s not like I can’t say those words but it just reminds me of how he–...”
”It’s okay. I understand. I’ve been there and done that, remember? Bukan berarti kamu belum bisa move on, but sometimes it just hurts.”
Rena mengangguk.
Perlahan ia menaikkan kakinya ke atas kursi yang ia duduki, kemudian memeluk kedua kakinya tersebut.
“They came and looked like a happy family then there was me......and people talked. Ini yang lebih sakit buat aku as if orang-orang lupa apa yang Azkan udah lakuin ke aku and I’m the bad guy.” ucap Rena sembari sedikit mendongakkan kepalanya.
“Sayaang…..don’t cry please?”
Sagala hanya bisa menatap layar ponselnya, melihat Rena yang kini tengah memalingkan ponselnya menatap langit-langit balkon kamarnya agar Sagala tidak melihat air matanya yang mulai membasahi wajahnya.
“Wait, let me rephrase. Kamu boleh nangis but….”
Sebuah helaan napas terdengar dikeluarkan oleh Sagala dan hal ini membuat Rena kembali mengambil ponselnya. Mata Rena mulai memerah, begitu pula dengan pipinya.
“I’m sorry ga….”
“Hey hey…..jangan minta maaf. Kamu nggak ada salah Renaaa….I just…. I hope aku disana. Jadi aku bisa peluk kamu, at least. I am truly sorry aku gak bisa ada disana buat kamu….”
“Aku kesel sama diri aku sendiri. How come Azkan masih bisa bikin kesel aku kayak gini? Dia nggak penting sama sekali buat aku but–...”
“Renaa, itu wajar okay? Denger orang mencibir kita itu gak akan pernah nggak nyakitin hati kita. Like what I said, you can cry… I just feel hopeless right now. I wish I could hug you.”
Sagala tersenyum saat melihat Rena berusaha membendung tangisnya.
“It’s okay sayang, nangis aja. Aku disini, I will always be with you.”
“Don’t make me cry more, ga… I wish you were here too.”
“Sorry….” bisik Sagala pelan sembari berusaha menyentuh wajah Rena melalui layar ponselnya, berharap ia bisa menyeka air mata Rena.
Rena sedikit terisak pelan.
“I miss you and yesterday happened. Nangis aku hari ini lebih ke akumulasi sih…. I am tired ga…. I want you but I know I couldn’t. I need to wait and I will gladly wait, it just….”
”Sucks….” potong Sagala.
“It does….”
Ia kembali memperhatikan Rena dengan saksama, lalu tak lama kemudian Sagala menghela napasnya.
”Rena, awalnya aku mau buat kejutan buat kamu. Rencananya aku mau pulang tanpa bilang ke kamu, terus tau-tau nanti aku ketuk pintu kamar kamu and then ask you out for a date–...”
“Kalau kamu kayak gitu, aku bakal marah banget.” potong Rena.
Sagala terkekeh mendengar ucapan Rena.
”Good thing then, aku nggak jadi kasih kejutan. I think yesterday was a very very bad day for you so maybe this news can lighten up your day?”
“Huh?”
”In a few days aku pulang Rena, I got my degree. Kemarin aku hilang seharian karena professor aku ngadain barbeque party sekalian aku juga farewell party sama professor ku dan beberapa temenku disini.”
Ucapan Sagala sontak membuat Rena mengambil ponselnya, menatap mata Sagala dengan lekat.
“Kamu serius?!”
Sagala mengangguk mantap.
”Maaf ya aku nggak bilang kalau aku udah selesai ujian dan segala macam urusan administrasiku. Itu juga alasan kenapa aku sering ilang-ilangan akhir-akhir ini. Aku sengaja nggak bilang supaya aku nggak nervous dan ya….. I want to surprise you.”
“So kamu bakal pulang ke Indo? You will come home for real?” tanya Rena lagi untuk memastikan.
Terdapat sebuah perasaan yang tidak dapat Sagala gambarkan saat ia mendengar pertanyaan Rena barusan. Ia kembali merasakan kehangatan yang sudah lama hilang dari dirinya.
”Yeah, I’ll be home next week.”