501. No space between

Tepat seperti janjinya pada Rena, Sagala tiba di kediaman Anta pukul sepuluh kurang. Sagala memilih untuk menunggu di ruang tamu walaupun ia sudah pernah tinggal di rumah itu untuk beberapa saat.

Sagala kembali mengambil sebuah bingkai foto yang diletakkan di salah satu meja di ruang tamu tersebut. Foto yang menjadi favoritnya sejak pertama kali ia menemukan bingkai foto itu, foto saat Rena masih di bangku taman kanak-kanak dengan baju berwarna merah dan topi bermotif bunga berwarna mayoritas putih. Rena kecil terlihat menatap ke arah kamera dengan sebuah balon di tangannya.

Tangan Sagala secara otomatis mengambil ponselnya yang ia taruh di saku celana bagian belakang. Kemudian ia memotret foto tersebut dan terkekeh pelan.

“Sagala?”

Kepala Sagala menoleh secara otomatis saat ia mendengar suara feminin Yona memanggil namanya.

“Oh, pagi kak.” sapa Sagala sembari kembali menaruh bingkai foto tadi ke tempat semula.

“Kenapa gak langsung masuk aja? Ngapain nunggu di sini?” tanya Yona lagi sembari menguncir rambutnya.

“Nggak enak lah kak.”

“Alah kamu kayak sama siapa aja. Udah sarapan?”

Sagala mengangguk, “Aku kangen bubur komplek, tadi pagi makan itu dulu sebelum kesini.”

“Emang makanan Indo paling nikmat sih. Aku juga nggak terlalu suka lah kalau sama makanan di luar tuh.” tawa Yona.

“By the way, aku mau ke dapur dulu ya, mau buat sarapan buat suamiku sama Acel. Mereka masih tidur, semalem nonton film sampai malem banget heran deh. Kamu langsung naik aja ke kamar Rena. Dia lagi nggak enak badan deh. Papa udah pergi dari subuh, biasa golf. Tapi ya harusnya bentar lagi pulang.” ucap Yona lagi.

“Rena sakit? Kemarin malam aku anter pulang dia masih sehat kak?”

Yona mengibas-ngibaskan tangannya, “Bukan sakit yang gimana, biasa haid. Dia kalau day two bisa sampai tumbang gitu lah dari dulu.”

Kening Sagala mengkerut mendengar ucapan Yona. Seharusnya jadwal Rena masih minggu depan. Namun Sagala memilih untuk tidak membahas hal ini dengan Yona dan lebih memilih untuk segera mendatangi kamar Rena tepat setelah Yona meninggalkan dirinya.

“Rena, aku masuk ya….” ucap Sagala ketika ia mengetuk pintu kamar Rena.

Hal pertama yang menyapa pandangan Sagala adalah posisi Rena yang tengah meringkuk di tengah kasurnya dengan selimut kuning yang Sagala kenali.

“Rena?” panggil Sagala pelan sembari berjalan ke arah kasur Rena.

“Ga?”

“Yeah, kamu dapet?”

“Hmm….yeah…”

“Maju seminggu? Kamu kok kemarin nggak bilang ke aku sih sayang?” tanya Sagala lagi yang kini sudah mendudukkan dirinya di kasur Rena, tangan kanannya mengelus kepala Rena pelan.

“Aku juga kemarin taunya pas udah di rumah kamu. But then yaudah, untung aku juga bawa pembalut dan ya aku gak ngeh juga kalau maju seminggu.”

Sagala mengangguk, tangannya masih mengelus puncak kepala Rena.

“Kita batal aja perginya hari ini. Kamu biasanya sakit perut banget kan kalau hari kedua?”

Bibir Rena mengerucut masam, “Kita tetep pergi aja ga. Kamu pasti udah reserve kan? Kemarin kamu bilang kita mau dinner. Pergi yang siangnya aja yang di cancel, malem aku udah nggak apa-apa kok.”

“Kita liat keadaan kamu dulu ya? Jangan dipaksa.” senyum Sagala.

Rena hanya mengedikkan bahunya. Tangannya kemudian menarik kerah jaket cotton jacket berwarna cokelat yang dikenakan oleh Sagala sembari ia sedikit mengangkat tubuhnya. Perlahan Rena mendekatkan wajahnya ke arah Sagala.

Sementara itu lagi-lagi Sagala dikejutkan oleh Rena yang kembali memberikannya kecupan hangat nan lembut baginya.

Mata Sagala terpejam, fokus indranya kini dipenuhi oleh Rena mulai dari harum aroma tubuh Rena, hangat deru napas Rena, hingga manis bibir Rena semuanya memenuhi indra Sagala dan memabukkannya.

Satu tangan Rena menarik tengkuk Sagala, kali ini ia memperdalam kecupannya dibandingkan kemarin.

She wants more of Sagala.

“Kata kakak kamu ada Saga–....”

Suara Anta memecah kesunyian kamar Rena sekaligus memaksa Rena dan Sagala untuk menyudahi ciuman mereka.

Seperti yang terjadi kemarin, lagi-lagi leher hingga telinga Sagala memerah setelah ia dicium oleh Rena. Ia masih memejamkan matanya namun kini untuk alasan yang jelas berbeda. Sagala memejamkan matanya erat-erat, mengutuk dirinya mengapa dirinya lagi-lagi ‘kecolongan’ dan kali ini parahnya ia mencium Rena tepat dihadapan Anta.

Sementara itu Rena terkekeh pelan, ia masih bisa merasakan bibir Sagala menyentuh bibirnya tipis. Rena pun kembali mencuri satu kecupan dari Sagala sebelum ia menyembulkan kepalanya menatap Anta yang masih terpaku di pintu kamar putrinya.

“Papa bisa nggak sih gak usah ganggu aku sama Sagala? Let me enjoy my time with my girlfriend!” protes Rena kesal.

“Girlfriend?!”

“Girlfriend?!”

Baik Sagala maupun Anta sama-sama berteriak terkejut atas ucapan Rena. Sedangkan Rena langsung menatap Sagala tajam membuat Sagala mengigit bibirnya, nampaknya ia salah bicara. Namun tentu saja Sagala tetap ingin membicarakan hal ini dengan serius.

Anta tertawa melihat Rena dan Sagala yang nampaknya membutuhkan waktu untuk berbincang serius, hanya berdua tanpa dirinya.

“Okay, Sagala juga kaget sama ucapan kamu. Tapi kalau kalian udah sampai kayak gitu….” ucap Anta sembari tersenyum jahil ke arah putrinya.

“....clearly kalian udah more than just best friend. Selesai ngomong sama Rena, gantian om yang mau ngomong sama kamu ya Sagala.” lanjut Anta dengan jari telunjuknya yang teracung ke arah Sagala dan Rena.

Anta pun kemudian meninggalkan kamar Rena dan menutup pintu kamar putrinya.

“Renaa!! Aku harus apa sama papa kamu!” desis Sagala kesal.

Rena hanya tertawa, ia justru kembali mengecup bibir Sagala.

“Oiya, Rena! Papa ingetin ya ini dikunci dulu! Kalau yang masuk Acel gimana!” ucap Anta yang tiba-tiba kembali membuka pintu kamar Rena.

“PAPA!!!” teriak Rena kesal karena ia kembali dipaksa menyudahi ciumannya dengan Sagala.

Rena pun segera meninggalkan kasurnya dan mengunci pintu kamarnya, tepat seperti ucapan Anta.

“Rena astaga aku malu banget sama papa ka–...”

Ucapan Sagala terhenti saat Rena kembali menangkup pipinya, dan kembali menciumnya. Kendati ia mengajukan protes tadi, namun tentu saja Sagala menikmati perbuatan Rena. Perlahan tangannya bergerak mendekap Rena yang kini menunduk menciumnya yang masih dalam posisi terduduk di atas kasur milik Rena.

“Good morning to you, ga…”

Senyuman Rena menyapa Sagala ketika Rena akhirnya menyudahi ciuman mereka. Senyum Sagala pun turut merekah, matanya menatap wajah Rena dengan pancaran kebahagiaan yang terpantul dengan jelas dan terekam oleh memori Rena.

“Jadi ini yang kamu maksud harus aku biasain?” tawa Sagala.

“Yeah….” jawab Rena sembari tangannya mengelus tengkuk Sagala.

“So ini juga yang kamu maksud ketinggalan? Karena harus sepaket? Welcoming kiss and goodbye kiss?”

Rena kembali mengangguk.

Tangan Sagala menarik Rena untuk duduk di sebelahnya. Kedua tangannya kini menggenggam tangan Rena.

“Okay, I like that. But Rena, I think you need to explain–...”

“Be mine please? Jawabannya cuma iya dan iya sih ga. I’ve been waiting for months for this.” potong Rena.

Mulut Sagala menganga lebar.

“Rena! I was–.... Aku udah rencanain to make this official tonight! How come kamu tiba-tiba nikung aku kayak gini!!” protes Sagala sembari tertawa.

Rena menarik tangannya dari genggaman Sagala, ia kemudian menangkupkan kedua tangannya di wajah Sagala lalu mencubit pipinya.

“Aku tau kamu orangnya cliche makanya aku udah nebak you gonna do something tonight, in this valentine day. Apalagi kamu sampai reserve buat nanti malam.”

“Daamn, udah aku duga harusnya aku nggak ngikutin saran Yesha!” gerutu Sagala yang kemudian justru mendapat cubitan keras di pinggangnya.

“Kalau nggak malam ini, terus kamu mau nunda lagi to make our relationship official?!”

“Ih nggak gitu Renaaaaa!”

“So?”

“Ya kan aku mau buat surprise buat kamu! Masa semuanya gagal?!”

Rena tertawa dengan puas dan tentu saja hal ini pun menjalar ke Sagala. Seketika dadanya terasa hangat, hatinya terenyuh, dan ia kembali merasakan bahwa kini ia memiliki rumah untuk pulang.

“Yes.”

Ucapan Sagala yang tiba-tiba membuat tawa Rena terhenti.

“Yes, I’m yours Rena. Even without you asking, I’m already yours.”