74. Permen Milkita
Rena yang sedang sibuk melihat ponselnya sedikit terperanjat ketika tiba-tiba seseorang duduk di sebelahnya. Namun raut wajah khawatirnya berubah drastis ketika ia mendapati Selene tengah tersenyum lebar ke arahnya.
“Gue kangen banget sama lo kaaaak!” ujar Selene sembari memeluk Rena dengan sangat erat.
Rena hanya tertawa dan membalas pelukan Selene.
“Apasih? Kan kita sering chattingan?” tawa Rena.
Selene melepas pelukannya pada Rena, berusaha menginspeksi tubuh Rena dari atas ke bawah.
“Tapi kita udah lama nggak ketemu! Kak Rena kan juga kemaren-kemaren di luar negeri mulu!“ balas Selene.
Rena kembali tertawa, “Mumpung lagi ada tawaran job gue ambil semua, Sel. Lagian abis kasus gue selesai, kayaknya gue mau healing dulu deh. Nggak mungkin gak ke blow-up, even if orang-orang taunya setelah putusan cerainya keluar.”
Selene mengelus tangan Rena sebagai bentuk memberikan semangat.
“How do you feel, kak?”
“Honestly? I don’t know anymore. Tiga tahun gue berusaha tutup mata dan telinga, berharap Azkan balik kayak dulu tapi gue terlalu naif. Gue udah gak inget Azkan yang dulu gue nikahin kayak apa dan gue baru sadar kalau Azkan bahkan udah gak sayang gue lagi.” ujar Rena menghela napasnya, ia kemudian tersenyum singkat.
Terlihat adanya guratan-guratan kelelahan pada wajah Rena. Selene lagi-lagi hanya bisa memberikan semangat kepada Rena, ditepuknya punggung tangan Rena pelan.
“Kalau lo butuh temen curhat atau sekedar nemenin lo ngapain gitu, kabarin gue ya kak?”
“Thanks, Sel.”
Selene tersenyum kembali ke arah Rena. Ia kemudian mengambil ponselnya untuk memindai QR code yang berisikan menu restoran tersebut.
“Karena gue baru naik pangkat, lo gue traktir deh kak.”
“Hah?”
Selene mengibaskan rambutnya kemudian memberikan kartu namanya kepada Rena, kartu nama serupa dengan yang juga ia berikan kepada Sagala.
“Tadaa!”
“Ya ampun! Anak bawang sekarang udah gede banget!” tawa Rena.
“Yeee! Gue aja bahkan badannya udah lebih gede dari lo sekarang kak.”
Rena memukul lengan Selene sebagai bentuk protes karena Selene selalu membawa masalah tinggi tubuh disaat-saat seperti ini.
“By the way! Kok tumben sih lo milih duduk di non-smoking area? Tadi tuh gue langsung nyari lo di area luar situ tuh.”
Rena hanya mengendikkan bahunya.
“Lo gak bawa pods lo atau pods lo ikut ketinggalan di rumah lo sama Azkan?” cecar Selene.
“Nggak kok. Nih ada di tas. Lagi nggak mau aja ngepods.” jawab Rena santai
“Tumben. Ya tapi bagus deh, udah sampe berbusa-busa gue ngingetin lo supaya berhenti.” sindir Selene
“Lagi gak pengen aja, mau nyoba yang lain.”
“Awas ya lo sampe aneh-aneh kak. Gue aduin ke kak Yona atau kalo perlu gue aduin ke Om Anta.” ancam Selene.
“Jangan gitu dong. Lo aduin gue ke kak Yona masih gak masalah, tapi kalo ke bokap gue bisa kena serangan jantung dia. Tega lo sama gue.”
“Ya makanya stop kak. Stop.”
Rena memutar kedua bola matanya malas. Ia kemudian mengeluarkan permen milkita dari tas yang ia bawa.
“Nih, gue nyoba makan permen aja. Who would have known kalau ini permen anak kecil ternyata enak juga?”
Selene mengamati permen milkita yang ada di meja. Alisnya terangkat keheranan.
Satu-satunya orang dewasa yang ia tahu sangat suka memakan permen milkita hanyalah Sagala. Apakah permen ini ada hubungannya dengan Sagala atau hanya sebuah kebetulan semata?