92. Wuuuush

Rena berjalan meninggalkan gerbong keretanya ketika ia melihat kesempatan dimana artis-artis dan influencer lainnya sedang sibuk merekam isi kereta maupun sibuk bercengkrama satu sama lain.

Dari awal gerbongnya dan gerbong manajer dari agensinya memang berbeda, jadi Rena tidak perlu susah-susah untuk meminta izin dari manajernya untuk sekadar menghilang sesaat dari gerbong yang ia tempati.

Sang model masih merasa penasaran apakah sosok yang ia lihat tadi memang benar-benar Sagala atau tidak.

Beberapa gerbong sudah ia lewati namun masih nihil. Kini ia berada di gerbong 5, Rena berusaha memperhatikan satu per satu penumpang yang ada.

Tepat di ujung gerbong, Rena bertatap mata dengan sosok yang ia ingat merupakan junior Sagala.

“Bu Rena?”

Rena tersenyum lega. Dugaannya memang tepat.

“Yesha kan?”

Yesha mengangguk.

Melihat gelagat bahwa Rena berkeinginan untuk duduk di dekatnya, Yesha mengangkat tasnya yang tadi ia taruh di bangku yang kosong di sebelahnya untuk memberikan ruang bagi Rena.

Seulas senyuman nampak pada wajah Rena diikuti dengan ucapan terima kasih.

“Kamu sendirian Yesha?”

“Oh nggak bu, sama Kak Sagala.”

“Jangan panggil ibu dong! Pakai kak aja kayak ke Sagala.”

Yesha tertawa kikuk. Sejujurnya ia juga agak bingung memanggil Rena apa. Namun karena Rena masih berstatus kliennya, ia memilih untuk menggunakan panggilan formal.

“Oiya, Sagala kemana? Toilet?”

Kini Yesha menggeleng, “Ada diskusi private sama bos-bos. Jadi aku ditinggal disini.”

“Aku temenin deh kalau gitu.” ujar Rena yang kemudian mendekatkan dirinya dan berbisik di telinga Yesha.

“Gerbong aku gak enak. Isinya artis sama influencer. Gak ada yang aku kenal. Heran juga kok aku bisa diundang, kan aku cuma model?”

“Ya kak Rena model tapi internasional kak! Udah gitu finalis Miss Universe.” tawa Yesha.

“Ya still, nothing special.” balas Rena sembari mengendikkan bahunya.

Rena melihat laptop yang ada di pangkuan Yesha. Ia kembali teringat bagaimana Sagala tempo hari melewatkan sesi rapat bersama dirinya.

“Lagi kerja Yes?”

Sebuah anggukan diberikan oleh Yesha. Namun ia kemudian menutup laptopnya untuk disimpan dalam tasnya.

“Dikit kak. Nyicil yang bisa dicicil aja sih. Semalem abis lembur sama Kak Sagala. Malem ini kalo bisa sih mau tidur cepet aja.”

“Sagala sesibuk itu?”

“Emang lagi banyak sih yang dipegang kak Sagala. Apalagi proyeknya kak Sagala kebanyakan proyek infrastruktur atau proyek transportasi, you name it hampir semua bentuk transportasi ada. Kereta? Ada. Bandara? Ada. Jalan tol? Ada.”

Rena mengangguk kagum. Ia berusaha untuk menyimpan informasi ini di dalam memorinya.

“Terus proyek apa lagi ya yang lagi on-going…… Oh! Itu proyek air minum terus pembangkit listrik. Kebanyakan proyeknya kak Sagala sekarang lagi kayak gitu sih kak. Kalau dulu ya kayak merger, akuisisi, spin-off perusahaan…..” lanjut Yesha.

Kendati Rena tidak begitu memahami alur percakapan, namun entah mengapa ia merasa kagum dengan penjelasan Yesha. Mungkin Selene ada benarnya, kasusnya yang remeh temeh ini seharusnya memang aman di tangan Sagala yang sudah menangani banyak hal-hal rumit lainnya.

“Kamu udah lama jadi juniornya Sagala?”

Yesha mengangguk mantap, “Dia mentor aku dari awal.”

“Sama Sashi juga?”

Kali ini Yesha menggeleng.

“Kak Sashi fokus ke litigasi kak. Kalau kak Sagala itu lebih ke transaksi-transaksi bisnis begini lah. Aku dari awal di plot sama kak Teira buat dimasukin ke grup nya kak Sagala karena katanya aku good looking.” tawa Yesha yang diikuti dengan tawa Rena.

Sejujurnya Rena setuju. Tim Sagala dan Sashi semuanya terlihat good looking, namun Sagala dan juniornya memiliki aura yang berbeda.

“Grup?”

“Oh itu maksudnya apa ya…. Pembagian spesialisasi gitu.”

“Omong-omong tentang Sagala, berarti kamu kenal banget dong sama Sagala?”

Kening Yesha sedikit mengkerut, bibirnya agak mengerucut. Yesha sedang berpikir keras untuk memberikan jawaban karena sejujurnya ia dan Sagala memang cukup dekat, namun Rena adalah orang asing bagi dirinya dan Sagala. Ia tidak tahu apakah Sagala akan cukup nyaman untuk dibicarakan seperti ini.

Pada akhirnya Yesha memilih untuk menjawab jujur dengan pertimbangan bahwa Rena adalah sosok yang dikenal dengan sangat baik oleh Teira.

“Kenal lumayan deket. Tapi yang paling kenal kak Sagala itu kak Sashi dan kak Teira. Katanya sih kalau kak Sashi itu udah temen dari kuliah, terus kalau kak Teira itu senior di kampus. Tapi Kak Sagala dan Kak Teira punya dua almamater yang sama. Mereka berdua lulusan Leiden dan terus lanjut ke Oxford. Kalau kak Sashi cuma sama-sama lulusan Leiden aja tapi terus dia lanjut Leiden lagi.” jawab Yesha.

“Oh wow….”

Yesha tertawa, rata-rata reaksi orang-orang ketika mengetahui latar belakang pendidikan senior-seniornya memang selalu memberikan respon kagum.

“Tapi Sagala emang orangnya gitu ya? Laid back banget? Jujur aku agak kaget pas pertama ketemu dia, bahkan dia berani gitu lho ke aku.”

Yesha kembali berpikir.

“Uhm… ya lumayan. Tapi tergantung sih kliennya siapa.” ujar Yesha yang kemudian mendekatkan diri ke arah telinga Rena.

“Kalo kliennya pemerintahan kayak gini, nanti kak Rena bakalan liat kak Sagala yang super sopan. Beda banget deh. Ntar liat aja sendiri. Mungkin karena kliennya fosil semua.”

Ucapan Yesha mengundang tawa Rena cukup keras. Rena buru-buru mengontrol tawanya, takut mengganggu penghuni gerbong lainnya.

“Kayaknya kak Tei nempatin kamu sama Sagala selain karena sama-sama good looking, tapi karena kamu juga orangnya asal nyeplos kayak Sagala.”

“Hehehe mungkin?”

“Uhmm, aku mau tanya satu pertanyaan lagi Yes. Boleh gak? Tapi kalau kamu gak mau jawab juga nggak masalah.”

“Huh? Apa tuh kak?”

“Kenapa Sagala against banget sama kasus aku? I mean, aku tau orang tuanya Sagala cerai karena alasan yang sama. Tapi dia bener-bener against banget sama kasus aku gitu lho? Aku mikir apa dia juga pernah diselingkuhin apa gimana? Soalnya Sagala pernah ngomong sesuatu ke aku yang bikin aku mikir kalau Sagala pernah ada di posisiku.”

Kali ini Yesha sedikit tertegun, ia ragu untuk menjawab pertanyaan Rena.

“Uhm… aku gak bisa kasih tau kak Rena karena ini privasinya kak Sagala. Tapi aku cuma bisa kasih tau aja kalau aku pribadi cukup kaget pas kak Sagala akhirnya mutusin untuk ikut di tim karena kasus divorce terakhir kak Sagala itu yang bikin kak Sagala dipindahin grupnya dan itu waktu kak Sagala masih di posisi junior baru mau naik jadi middle associate kayak aku. Walaupun aku berharap dia ikut, tapi aku awalnya cuma bercanda. Ya cuma kayak berharap pelindungku ikut aja gitu. I mean kan aku bukan anaknya kak Sashi atau kak Ninda.”

Jawaban Yesha cukup memberikan gambaran bagi Rena walaupun masih banyak tanda tanya dalam kepalanya. Namun Rena juga menghormati privasi Sagala, sehingga akhirnya ia menyudahi rasa penasarannya cukup sampai disana.

Tak lama berselang, sosok Sagala memasuki gerbong lima. Betapa terkejutnya ia saat melihat Rena sedang berbincang dengan Yesha.

Namun Sagala tidak langsung menyapa Rena dan Yesha karena ia memilih untuk mempersilakan orang-orang kementerian untuk kembali ke bangku masing-masing, sementara Sagala masih berdiri di dekat pintu gerbong.

Sagala berada di urutan paling belakang. Setelah kondisi lebih kondusif, Sagala menghampiri bangkunya dan Yesha.

“Rena?”

“Nah ini dia orangnya! Bener kan abis ngomong sama bos-bos.” ujar Yesha.

“Hi Sagala.” lambai Rena.

“Kok bisa disini sih? Kaget banget aku liat kamu lagi sama Yesha gini.”

Rena berdiri dari bangkunya, kemudian berbisik ke telinga Sagala. “Gerbong aku isinya artis sama influencer. Males.”

“Oh? Right…. Aku suka lupa kalau kamu model. Abis kamu jutek dan nyebelin dulu.”

Buk!

Satu pukulan mendarat di bahu Sagala.

“Kan aku bilang dulu, Ren!”

“Tetep aja!”

Sagala masih mengusap-usap lengannya, “Terus sekarang mau sama aku sama Yesha aja?”

“If you don’t mind. Disana aku nggak ada temen ngobrol.”

“I think it’s fine. Kamu bisa duduk di bangku aku.” ujar Sagala yang menunjuk kursi yang tadi ditempati Rena.

“Terus kamu dimana?”

“Gerbong ini gak diisi full kok. Aku bisa cari kursi yang kosong.”

“Aku ikut kamu aja deh, ga. Boleh nggak? Don’t take this personally ya Yesha, cuma aku ada beberapa hal yang mau ditanyain ke Sagala. Tentang kasusku.”

“It’s okay kak. Malah mending kak Sagala dibawa aja deh sama kak Rena. Soalnya kalau kak Sagala duduk sebelahku tuh pasti dia bakal ngomongin kerjaan ke aku! Kalau sama kak Rena, nanti aku bisa tidur tenang disini.”

Rena kembali tertawa sementara itu Sagala mendesis pelan ke arah Yesha.

“Nanti lo gak gue tumpangin pulang baru tau rasa.”

“Eh jangan gitu dong kak!”

“Yaudah nanti Yesha pulang sama aku aja.” goda Rena.

Sagala menggelengkan kepalanya, “Gak gak. Bercanda doang kok. Yaudah, kita cari kursi yang kosong aja yuk?”