Amoureux de…(Joohyun) part. 13

Senyuman Joohyun adalah hal pertama yang menyapa Seungwan malam itu. Seulas senyuman yang cukup ia rindukan selama beberapa hari ini.

Untuk beberapa saat, keduanya hanya saling pandang, mengamati tiap lekuk wajah yang mereka rindukan. Mereka hanyut dalam diam. Baik Seungwan maupun Joohyun sibuk memperhatikan setiap detil dari sosok yang mereka kasihi, sosok yang mereka rindukan, sosok yang sangat ingin mereka gapai saat ini namun terhalang jarak ratusan mil.

Dibalik senyum sumringah yang Joohyun sajikan, Seungwan bisa merasakan betapa lelahnya wanita yang beberapa hari ini membuat moodnya tak karuan. Seungwan juga menyadari kantung mata Joohyun yang terlihat lebih dalam dari yang ia ingat sebelumnya.

Sementara itu, dari sisi Joohyun, ekspresi garang dari Seungwan merupakan pemandangan yang tersajikan baginya. Wanitanya itu sudah memandangnya seakan-akan ia siap untuk mengomel selama berjam-jam.

Biarlah, toh Joohyun memang berada dalam posisi yang salah. Percakapannya dengan Yerim cukup membuat Joohyun sadar bahwa kali ini ia memang melangkah terlalu jauh tanpa menanyakan pendapat Seungwan. Ia akui, kali ini dirinya memang egois.

“Hey” sapa Joohyun pelan, lebih tepatnya ia setengah berbisik.

Seungwan hanya menggumam pelan. Ia masih belum ingin membuka suara.

“Maaf ya saya baru bisa kontak kamu selarut ini. Kamu beneran mau ngomong sekarang?”

Kali ini Seungwan menghela napasnya panjang. Kemudian Joohyun mendapati Seungwan berusaha untuk mengubah posisi tidurnya, mencari posisi yang nyaman baginya.

Layar yang Joohyun pandang sempat bergerak kesana-kemari tak karuan dan menimbulkan suara-suara gesekan yang berisik, pertanda bahwa Seungwan sedang bergerak secara cepat.

Sorry” ujar Seungwan singkat.

It’s okay. Cari posisi yang nyaman dulu aja.”

Setelah beberapa saat akhirnya Joohyun kembali melihat wajah Seungwan. Kini sang solois sudah dalam posisi berbaring miring dan tak lama kemudian Joohyun juga mengikuti posisi Seungwan.

Senyum Joohyun semakin merekah saat ia menyadari bahwa kaos putih yang Seungwan kenakan malam itu adalah miliknya. Sebut ia terlalu percaya diri, namun Joohyun yakin bahwa Seungwan sengaja menggunakan baju miliknya karena wanita itu terlalu merindukan dirinya.

Mata Joohyun kemudian mengamati hal-hal kecil yang dapat ia lihat melalui sambungan video call mereka.

“Saya bener kan? Tanpa make-up pun kamu tetap cantik, Seungwan.”

“Kamu ngeforsir badan kamu lagi ya?” tanya Seungwan yang tidak mengindahkan kalimat Joohyun sebelumnya.

Joohyun tersenyum pahit, “Sedikit. Saya mau cepat-cepat menyelesaikan semua tugas saya disini dan kembali ke sana.”

“Aku masih kesel sama kamu karena kejadian kemarin, tapi aku bakalan jauh lebih kesel atau bahkan marah kalau kamu forsir badan kamu dan akhirnya kamu malah sakit.”

Joohyun mengangguk, senyuman di wajahnya tidak memudar sama sekali. Hal ini justru membuat Seungwan menjadi kesal, ia kira Joohyun tidak benar-benar memperhatikan peringatan yang ia berikan barusan.

“Aku serius ya Bae Joohyun.”

“Iya, saya janji untuk tetap jaga kesehatan.”

Don’t push yourself too hard please. Aku beneran nggak mau dapet berita kalau kamu drop disana. Nanti siapa yang rawat kamu?” lanjut Seungwan.

“Tenang aja, disini ada Jennie dan Minjeong kok.”

“Jadi maksud kamu, kalo sampe kamu drop, kamu mau minta dirawat sama mereka? Kamu tuh lupa atau sok lupa atau sengaja bikin aku kesel sih? Kalau kamu sakit tuh kamu selalu jadi manja, minta peluk lah, minta dielus lah. Terus berarti maksudnya kalau kamu kenapa-kenapa disana, bakal minta itu semua ke Minjeong sama Kak Jennie?”

Joohyun tertawa mendengar ucapan Seungwan yang sangat menggebu-gebu. Ah, ia sangat merindukan Seungwan dan omelan-omelannya.

Thank you for your concern honey. Kalau saya boleh jujur, kamu yang lagi jealous gini lucu banget.”

Seungwan mendengus kesal, “Aku serius kok malah diketawain?!”

“Saya salah lagi ya?”

“Pikir sendiri.”

Mendapati Seungwan yang semakin terlihat kesal terhadap dirinya, Joohyun akhirnya berhenti menggoda Seungwan. Ia mengulas senyumannya lagi dan tanpa sadar jemarinya mengusap layar ponselnya seakan-akan ia bisa mengusap wajah Seungwan dengan langsung.

“Seungwan, kamu harusnya tahu kalau saya cuma mau ngelakuin itu semua sama kamu. Nggak pernah sedetik pun saya kepikiran untuk melakukan hal-hal yang kamu sebut tadi selain sama kamu. Maksud saya tadi, kamu gak usah khawatir karena saya dibantu Minjeong dan Jennie disini. Saya capek? Iya tentu saja. Tapi disini kami bertiga udah bagi porsi kerjaan masing-masing. Jadi jangan khawatir ya?”

“Terserah.”

“Udahan ya marahnya? Tadi niat kita videocall kan bukan buat marah kayak gini.”

“Ya abis kamu nyebelin!”

“Iya, saya minta maaf ya sayang?”

“Hmm….”

Selepas Seungwan menjawab kalimat Joohyun, kini keduanya kembali terlarut dalam keheningan, sama-sama saling menunggu lawan bicara mereka untuk angkat suara.

“Seungwan…. saya minta maaf untuk kejadian tempo hari. Maaf karena saya egois.” ujar Joohyun lebih dulu.

“Alasan kamu apa sih sebenernya?” lagi-lagi Seungwan menghela napas.

“Kamu inget nggak, waktu itu kamu pernah cerita kalau kamu ingin punya keluarga yang utuh? Saya cuma mau bantu kamu mewujudkan hal itu. Waktu papa kamu mendatangi kantor saya, disitu saya sama sekali nggak expect kalau beliau akan datang bersama dia. Saya pun nggak mengira kalau tiba-tiba mereka meminta saya untuk mengurus glamping site itu.”

Joohyun berhenti sejenak, ia berusaha untuk menebak apa yang ada dalam pikiran Seungwan.

“Terus terang, aku sekarang udah gak peduli sama impianku waktu itu. Lebih baik aku sendirian kayak gini.” ujar Seungwan singkat. ”dan definisi keluarga utuhku sekarang itu sama kamu Joohyun.

“Maafin saya ya Seungwan? Saya benar-benar nggak ada maksud buruk.”

“Aku maafin tapi dengan syarat kamu nggak boleh nutupin apa pun dari aku, bahkan ketika hal itu menyangkut aku sekalipun.”

“Saya cuma nggak mau kamu kepikiran aja Seungwan. Niat saya awalnya saya akan urus semuanya sendiri dulu, nanti setelah semuanya beres baru saya kasih tau kamu. Saya nggak pernah ada pikiran untuk nutupin sesuatu dari kamu.”

“Itu sama aja Joohyun! Intinya tuh cerita! Share your problem with me. Jangan kamu nuntut aku buat selalu terbuka sama kamu tapi kamunya malah gini. Itu egois tau nggak? Aku nggak bakal bisa ngerti apa yang ada di kepala kamu kalau kamu nggak bagi itu ke aku. Aku nggak bakal bisa tau seberapa besar beban di pundak kamu kalau kamu nggak pernah cerita apapun ke aku. As much as I appreciate that you always be there for me, I want to be there for you too Joohyun.

Okay….I’m sorry.

“Okay apanya?”

“Iya, saya bakal cerita ke kamu. Saya boleh bicara lagi?”

Seungwan memutar kedua bola matanya. “Ya tujuan kita vidcall kan emang buat ngomong?”

Tawa pelan terdengar dari mulut Joohyun.

“Kamu tau kan saya cukup bermasalah dengan yang namanya komunikasi? Yerim juga bilang selain masalah itu, saya juga control freak dan perfectionist. Nggak salah, dia bener banget malah. Dari kecil saya sudah terbiasa melakukan semuanya sendirian, saya selalu maksa diri saya untuk menyelesaikan masalah saya dengan cara saya sendiri dan orang lain tinggal tahu beres. Itu ekspektasi yang saya taruh di pundak saya sendiri. Saya berpikir bahwa sebagai anak sulung keluarga Bae, itu yang harus saya lakukan. So, the bottomline is, ini semua juga baru bagi saya. Dulu yang ada di pikiran saya cuma kerja dan buat bangga orang tua saya. Tapi tiba-tiba ada satu sosok wanita yang masuk di kehidupan saya dan mengubah itu semua. Saya ingin hidup sama dia, saya ingin memenuhi semua kebutuhan dia. Yang ada di kepala saya, ”Seungwan hanya tau beres. Seungwan nggak boleh kesusahan”, tapi kalau itu semua justru buat hubungan kita jadi renggang, justru buat kamu nggak nyaman, saya nggak akan melakukan hal itu. Prinsip saya masih dan akan selalu sama, Seungwan.”

Yang diajak bicara hanya bisa terdiam. Ia benar-benar speechless.

“Yaudah janji kamu harus lebih banyak cerita ke aku. Kalau kamu nuntut aku untuk tinggalin habits buruk aku, sekarang aku nuntut kamu untuk lebih banyak cerita ke aku. Share beban kamu ke aku juga.”

”Okay…. I just don’t wanna put my burden on you actually. Lagipula, saya minta kamu untuk ninggalin kebiasaan buruk kamu kan juga untuk kebaikan kamu.” ujar Joohyun melakukan pembelaan diri.

“Aku nggak serapuh itu Joohyun. Permintaan aku ini juga buat kebaikan hubungan kita. Mama aku, Bunda kamu, semua bilang komunikasi itu yang utama. Nurut aja kenapa sih?”

Kali ini Joohyun tertawa dengan kencang. “Nurut? Coming from you is so cute

“Godain aja terus. Aku matiin nih vidcall-nya?”

“Jangan, saya masih kangen.”

I miss you too, nyebelin. Proyek kamu masih lama nggak sih? Kapan pulang?”

Joohyun mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang. Dari layar ponselnya, Seungwan bisa melihat saat ini Joohyun sedang berpikir. Kemungkinan besar sedang mengkalkulasi jawaban dari pertanyaan yang barusan ia lontarkan.

“Kayaknya saya mundur deh pulangnya, ada hal yang kemarin luput dari pengamatan saya. Proyek ini penting sekali buat Perusahaan, bahkan bisa jadi terobosan di negara kita. Jadi saya mau semuanya sempurna. Tidak ada ruang untuk kesalahan. Untungnya rekan bisnis saya disini punya visi yang sama dengan saya, mereka sangat serius membicarakan proyek ini.”

“Proyek apa sih?”

“Saya mau buat ekosistem untuk kendaraan listrik. Sebenarnya fokus saya adalah buat ekosistem untuk energi baru dan terbarukan.”

Sounds so complicated to me. Emang kamu ngerti yang kayak gitu?”

“Ya kan saya cuma urus masalah bisnisnya, kalau teknologinya ya bukan saya lah. Untuk proyek ini saya optimis banget sih, terus untungnya rekan bisnis saya, she’s so smart. Michelle can get what I want so quick and we always try to find the common ground. Kalau gini beban saya jadi sedikit terangkat karena sering kali saya ketemu rekan bisnis yang ya kurang bisa nangkep maksud saya.”

“Aku perlu cemburu gak nih? Ini pertama kali kamu ngomongin tentang orang lain selain keluarga atau sahabat kamu dengan menggebu-gebu gini.”

“hahaha buat apa Seungwan? Saya cuma lihat dia sebagai rekan bisnis dan saya suka sama jalan pemikiran dia. Selebihnya? Nothing. Lagian saya lebih suka your sexy brain

“Mulai gombalnyaaa.” tepis Seungwan sembari menguap menahan kantuknya.

“Ngantuk ya? Disana jam berapa sih?”

“Jam…” Seungwan mengintip sejenak ke pojok kanan layar ponselnya. “Wow disini udah ganti hari Hyun…”

“Yaudah tidur sana.”

“Aku diusir nih?”

“Saya nggak ngusir kamu sayaaang.”

“Hehe tau kok, tadi cuma bercanda.” jawab Seungwan cepat sembari menjulurkan lidahnya. “Yaudah aku tidur ya? Tiba-tiba ngantuk banget.”

Okay, have a nice sleep honey. Dream of me okay?

“Lebih suka kalo kamu kesini langsung sih.”

Joohyun hanya bisa menggelengkan kepalanya, ia tahu Seungwan lagi-lagi menggoda dirinya. “Kamu kalau ngomong gitu terus, nanti Saya culik kesini loh.”

“Coba sini kalo bisa.”

“Ini kamu nantangin saya? Tau kan kalau saya udah ditantangin, saya nggak bakalan mundur?”

“hehe jangan deh jangan. Nanti ribet lagi aku sama agensi. Yaudah bye, aku tidur ya?”

Joohyun mengangguk, kemudian ia memberikan flying kiss bagi Seungwan dan disambut oleh Seungwan dengan akting seolah-olah ia muntah.

“Kamu yang kayak gini bikin saya makin kangen tau? Udah deh sana nanti saya beneran pengen culik kamu kalau gini terus.”

Seungwan hanya menjulurkan lidahnya, ia kemudian melambaikan tangannya pada Joohyun dan tak lama kemudian sambungan video call mereka berakhir. Layar hitam terpampang di depan matanya, menampilkan bayangan wajahnya yang sudah mengantuk.

Buru-buru Seungwan buka chat room-nya dengan Joohyun dan mengirimkan pesan selamat malam, lengkap dengan emoji berbentuk hati dan kissing. Tak perlu menunggu lama sebelum ia mendapatkan balasan dari Joohyun yang membuatnya tertawa.

Sang solois memposisikan tubuhnya tidur terlentang, menatap langit-langit. Kini ia bingung sendiri, kenapa juga kemarin ia harus bertengkar dengan Joohyun kalau ternyata masalah mereka bisa diselesaikan semudah ini.

”Gue harus belajar lebih sabar dan mau dengerin orang deh ini.” batin Seungwan.