Amoureux de…(Seungwan) part 5-26
“Kamu sering ngobrol sama Mama?”
Joohyun menoleh sekilas ke arah Seungwan dan mendapati sang solois tengah mengembalikan ponsel milik Joohyun ke kompartemen tengah mobil yang memisahkan kursi pengemudi dan kursi penumpang.
“Tadi mama yang ngechat?” tanya Joohyun.
Sang CEO tadi memang meminta Seungwan untuk memeriksa ponselnya ketika ia mendengar bunyi notifikasi dari ponsel pribadinya. Namun ia tidak menyangka bahwa yang mengirimkan pesan kepadanya adalah Nyonya Do.
“Iya, mama yang ngechat. Sekalian aku bales, gapapa ya?”
“Nggak apa-apa. Mama bilang apa?”
“Nanyain kita dimana? Terus tadi bilang kalau kita disuruh cepetan pulang, nggak boleh mampir.”
Joohyun tertawa pelan.
“Terus kamu balas apa?”
“Ya aku bilang kalau kita emang udah menuju ke rumah mama. Sama tadi aku bilang gausah disiapin makan malem, eh ternyata mama udah nyiapin.”
Joohyun mengangguk pelan.
“Yaudah nanti kalau ternyata kita masih kenyang, makanan yang mama siapin kita bawa pulang aja ya pakai tempat makan biar nanti bisa kita makan di rumah. Nggak enak udah disiapin.”
“Ih ribet ah, Hyun!”
“Seungwan, kasian mama kamu dong kan udah capek-capek masakin?”
“Mama kalo masak kan dibantuin sama orang rumah, Hyun. Nggak kayak Bunda yang emang masak semuanya sendiri.”
“Tetep aja Seungwan, hargain dong usaha mama ya? Nanti saya deh yang makan.”
“Bener ya?”
Joohyun kembali menganggukkan kepalanya, kali ini sambil tertawa.
Sore hari itu jalanan terlampau lengang, sehingga mobil yang dikendarai Joohyun dapat melaju dengan cepat menuju kediaman keluarga Do. Sang pengemudi memperkirakan setidaknya hanya butuh lima belas menit sebelum mereka akhirnya tiba disana.
Sedikit banyak Joohyun sudah dapat menebak alasan Nyonya Do menghubunginya. Kini tinggal bagaimana Joohyun membangun argumen untuk melakukan pembenaran atas tindakan impulsifnya tadi.
Joohyun sendiri masih bisa bernapas dengan cukup lega karena hingga saat ini Seungwan masih belum memeriksa ponselnya dan masih belum mengetahui tindakan impulsif Joohyun tadi. Ia yakin sekali jika Seungwan tahu, pasti saat ini dirinya sudah kena omel habis-habisan.
“Pertanyaan aku tadi belum dijawab, Hyuuun!” rengek Seungwan yang sudah bosan menggonta-ganti channel radio di mobil Joohyun.
“Apa? Saya sering ngobrol sama mama?”
“Iya.”
“Ya lumayan. Kenapa emangnya?”
“Nggak, aku baru tau aja.”
Tangan kanan Joohyun melepaskan kemudi yang ia pegang sejenak untuk mengacak-acak rambut Seungwan.
“Nggak usah ngambek gitu. Kamu kan juga sering chattingan sama Bunda.”
“Bukan ngambek. Aku cuma seneng aja.”
Ucapan Seungwan membuat Joohyun menolehkan kepalanya sejenak. Namun Seungwan sedang memalingkan wajahnya ke arah jendela sehingga Joohyun tidak bisa melihat ekspresi wajahnya.
Sang pengemudi kemudian memilih untuk kembali fokus menyetir setelah menoleh beberapa kali dan masih mendapati Seungwan yang memalingkan wajahnya.
“Kenapa senang? Kan itu sudah hal yang wajar?”
“Ya aku seneng aja kamu mau terima aku dan keluargaku. Aku kira selama ini kamu nggak terlalu sering ngobrol sama mama sejak kita break kemarin.”
Oh…
Tangan kanan Joohyun kembali melepas kemudi yang sedang dipegang dan kini berusaha untuk menggapai tangan Seungwan.
“Kepikiran lagi ya sama yang kemarin?”
“Hmm…”
“Saya sering kok ngobrol sama mama. Ngomongin bisnis, ngomongin kamu, ngomongin tentang kita.”
Joohyun kembali menoleh sekilas namun kali ini ia mendapati Seungwan sedang menatapnya.
“Kenapa? Kok kaget?”
“Ngomongin aku?”
“Iya, ngomongin saya juga. Ngomongin kita. Kemarin waktu saya nggak bisa ketemu kamu, saya sering kok chat Mama untuk sekadar tahu keadaan kamu. Saya juga sering tanya ke Taeyeon, tanya Sam juga.”
“Mama ngomong apa lagi?”
“Banyak, mama cerita banyak ke saya. Kalau Bunda dan kamu bisa dekat, saya dan Mama juga bisa sama dekatnya. Kamu dan Bunda suka masak bareng, kan? Saya dan Mama suka diskusi tentang bisnis. Orang tua kamu itu orang tua saya juga, seperti kamu memperlakukan ayah dan bunda layaknya orang tua kamu sendiri. Saya masih ingat speech kamu, Seungwan.” terang Joohyun sembari mempererat genggaman tangannya.
“Huh?”
“Pas kamu menang penghargaan. Kamu ngucapin terima kasih untuk orang tua saya.”
“O-oh… itu…I-iya, tiba-tiba kepikiran Ayah sama Bunda.”
“Nah saya juga gitu, kadang kalau lagi baca berita bisa tiba-tiba ingat Mama juga.” tawa Joohyun.
“Ih, aneh banget!” protes Seungwan.
Joohyun tertawa, namun dalam hatinya ia bernapas lega. Nada bicara Seungwan sudah kembali normal. Setidaknya ia berhasil membuat Seungwan tidak terlalu banyak memikirkan hal negatif.
“Iya, contohnya aja ya saya lagi baca berita tentang pergerakan nilai saham. Terus ada nilai perusahaan farmasi yang menurut saya nilainya oke, ya saya jadi ingat mama. Kamu tau kan Mama lagi ingin ke arah sana?”
“Tau…”
“Nah ya saya ngobrol tentang itu. Kayak kamu sama mama bisa lama banget ngomongin jenis daging sapi sama cara masaknya itu loh, kan udah kayak ilmuwan mau bikin penelitian.” goda Joohyun yang langsung mendapatkan satu cubitan kencang di pinggang Joohyun.
“Gak usah mulai godain deh.”
“Hehe iya nggak lagi. Tapi intinya gitu, saya dan mama deket kok. Kayak kamu sama Bunda. Ada yang kepikiran lagi?”
Seungwan menggelengkan kepalanya dan membiarkan keheningan menyelimuti mereka berdua.
Untuk saat ini ia sudah cukup puas dengan jawaban Joohyun yang berhasil memadamkan api kekhawatiran dalam hatinya.
Setibanya mereka di kediaman keluarga Do, Joohyun dan Seungwan terkejut saat mendapati Nyonya Do tengah duduk di ruang keluarga dengan remote televisi yang ada di genggaman tangannya.
Joohyun melirik sekilas ke arah Seungwan dan ia masih mendapati bahwa Seungwan belum mengetahui aksi nekatnya tadi. Namun saat Joohyun menatap ke arah Nyonya Do, ia tahu persis bahwa orang tua dari Seungwan itu sudah mengetahui tindakan cerobohnya sore tadi.
“Mama?”
“Oh, kalian sudah sampai? Mama nggak dengar suara pintunya.”
“Iya barusan. Mama ngapain disini? Tumben? Biasanya juga kalau nonton di kamar?” tanya Seungwan yang menatap ke arah Nyonya Do dengan sedikit heran.
Melihat gelagat Seungwan dan Joohyun, nyonya Do pun mengetahui jika Seungwan belum menyadari postingan Joohyun. Sang ibu kemudian tersenyum kepada putrinya.
“Kamu ke atas duluan aja. Mama mau bicara sama Joohyun sebentar.”
Kening Seungwan berkerut.
“Ngomong apa? Tumben banget aku diusir alus gini?”
“Saham. Mama kamu mau ngomongin saham. Kamu duluan aja ke kamar, beresin barang-barang kamu. Nanti saya susul.” potong Joohyun yang menepuk kedua pundak Seungwan dan mendorongnya untuk menaiki tangga ke lantai dua sembari sedikit melemparkan candaan pada Seungwan.
“Mama kenapa sih?” bisik Seungwan.
“Nggak apa-apa. Kan saya bilang mau ngomongin saham. Kamu emang mau ikut dengerin?”
“Ih ogah banget. Yaudah deh, buruan ngomong sama Mama abis itu bantuin aku!”
“Iya, iya sayaaang. Sana kamu duluan, biar cepet selesai.”
Seungwan memicingkan matanya ke arah Joohyun satu kali lagi sebelum ia mulai menaiki anak tangga menuju lantai dua.
Sementara itu Joohyun tertawa kecil untuk sesaat. Namun ketika ia mengingat calon ibu mertuanya yang sudah menunggu di ruang tengah, tiba-tiba nyalinya seakan menciut.
Sang CEO menelan ludahnya sejenak dan mempersiapkan dirinya kemudian melangkahkan kakinya kembali ke arah ruang tengah.
“Joohyun, duduk situ. Mama ingin bicara.”
Bingo.
Joohyun mengangguk kemudian mengambil posisi tepat di hadapan Nyonya Do. Ia duduk dengan tegap sembari menatap mata lawan bicaranya dengan sangat yakin, walau sejujurnya dalam hati Joohyun pun ia sedikit bergeming.
“Mama tebak kamu sudah tahu apa yang ingin mama bicarakan?”
Sebuah anggukan mantap.
“Bagus, kalau gitu langsung ke intinya saja. Kenapa? Kenapa kamu dengan cerobohnya melakukan itu?”
Sang CEO menarik napasnya pelan, berusaha agar tindak-tanduknya tidak tertangkap oleh Nyonya Do.
“Because I want to tell the world that Seungwan was with me and I am so thankful for that.”
“Jawaban kamu nggak cukup baik, Joohyun. Mama bersyukur Seungwan bisa ketemu kamu dan menjalin hubungan sampai sejauh ini, tapi kamu bukan anak kuliahan atau anak SMA lagi. Kamu sekarang pimpinan tertinggi di Perusahaan keluarga kamu, Perusahaan yang udah dibangun susah payah. Di pundak kamu sekarang ada nasib banyak orang.”
Joohyun mengeraskan rahangnya saat ia diingatkan akan fakta itu lagi.
“Joohyun, Mama bukan meragukan kemampuan kamu. Mama disini mengingatkan kamu. Ada banyak orang yang gak suka dengan keputusan Ayah kamu untuk menyerahkan Perusahaan ke kamu dan kamu tahu itu. Jangan buat kesalahan yang bikin kamu jadi santapan empuk buat mereka.”
Joohyun tahu itu, Joohyun paham hal ini dengan sangat baik. Ada alasan kenapa ia sangat mendekap erat Seulgi dan Jennie sebagai orang kepercayaannya. Hanya mereka yang bisa Joohyun percaya untuk tidak menusuknya secara tiba-tiba dan hanya mereka yang bisa Joohyun pegang ucapannya.
Posisi pimpinan tertinggi yang dahulu ditempati oleh Ayahnya merupakan posisi yang diincar banyak orang. Fakta bahwa Tuan Bae tidak memiliki seorang anak laki-laki, menjadikan hal ini sebagai kesempatan untuk “mengambil-alih” posisi tertinggi tersebut.
Terlalu muda. Belum berpengalaman.
Merupakan alasan yang kala itu sering digaungkan untuk mengganjal langkah Joohyun menempati posisi tersebut.
Kemudian setelah Joohyun berada di posisi tertinggi dan berhasil mematahkan argumen-argumen tersebut, datang alasan lainnya.
Dikhawatirkan tidak bisa memisahkan profesionalitas dan kehidupan pribadinya karena keadaan Joohyun sebagai perempuan yang suatu saat nanti akan berkeluarga.
Joohyun tentu saja tertawa akan alasan ini, sangat mengada-ada.
“Mama tau bagaimana irasionalnya mereka saat mencari-cari alasan agar kamu bisa diturunkan dari posisimu.” tambah Nyonya Do.
Joohyun mengangguk paham.
Tentu saja.
Nyonya Do juga pernah berada di posisi yang sama persis dengan dirinya.
“Kamu tahu alasan paling gila apa yang waktu itu pernah diungkit tentang mama?”
“Ayah pernah sedikit cerita, apa maksud Mama adalah waktu mereka mengungkit tentang pernikahan mama?”
Nyonya Do mengangguk, “Nggak masuk akal kan? Mama sudah bercerai dan legal secara hukum. Mama tidak menjalin hubungan dengan siapapun dan Mama waktu itu bahkan hanya terlihat seorang diri, dianggap tidak punya anak.”
Joohyun kembali mengangguk.
“Gimana proyek terakhir kamu yang di Paris itu? Sudah tanda tangan?”
“Belum, maret besok kami tanda tangan.”
“Kenapa lama sekali?”
“Buyer kemarin melakukan beberapa kali due diligence apalagi setelah kasus pajak kemarin. Tapi aku dan timku sudah berhasil meyakinkan mereka. Baru tandatangan maret besok karena permintaan dari mereka yang ingin datang kesini langsung.”
Nyonya Do terdiam sejenak.
“Hubungan kamu dan Seungwan, kita belum bisa umumkan itu sampai proyek terakhir kamu sudah resmi ditandatangani. Jangan buat nilai saham perusahaan kamu nggak stabil sampai proyek kamu resmi ditandatangani. Itu akan buat alasan baru untuk mereka nyerang kamu lagi.”
Lagi-lagi Joohyun hanya bisa terdiam.
“Joohyun, mama harap kejadian hari ini bisa kamu jadikan pelajaran. Kamu nggak cukup melindungi Seungwan aja, kamu juga perlu melindungi diri kamu sendiri. Secara nggak langsung kalian berdua akan saling mempengaruhi kedepannya. Kamu juga harus belajar gimana caranya mencari keseimbangan antara kerjaan kamu dan keluarga kamu nanti. Nggak selalu keluarga kamu akan jadi prioritas, ada kalanya kamu harus mementingkan pekerjaan kamu untuk sejenak. Be realistic. Tapi bukan artinya kamu melupakan bahwa kamu punya keluarga yang juga butuh waktu dan kehadiran kamu.”
Sang CEO kembali mengangguk.
“Mama sudah kontakan sama kakak sepupu kamu dan sama asisten kamu itu yang rambut pendek.”
Joohyun tiba-tiba membayangkan wajah Minjeong dan rasanya ia ingin tertawa. Pasti Minjeong sudah keringat dingin saat melihat postingannya tadi, apalagi sampai harus dihubungi oleh Nyonya Do tadi.
“Minjeong?”
“Iya, Minjeong. Untuk sekarang kami sepakat untuk diam dulu sampai ada berita yang naik. Setelahnya baru kita ambil langkah. Malam ini asisten kamu dan manajernya Seungwan lagi cari ide untuk counter article yang bisa kita rilis. Selain itu kami sepakat, malam ini kamu dan Seungwan harus menginap disini. Kalian gak bisa balik ke apartemen dulu. Disini jauh lebih aman. Besok sore Minjeong akan jemput kamu dan antar kamu pulang ke rumah orang tua kamu. Sampai keadaan lebih kondusif, kamu dan Seungwan harus pisah sebentar. Seungwan akan tinggal disini dan kamu juga harus tinggal di rumah orang tua kamu.”