Amoureux de…(Seungwan) part 6-27

Tepat seperti yang dijanjikan, Seungwan menemani Joohyun hampir lebih dari separuh waktu penerbangan. Sang solois berusaha menghibur hati Joohyun dengan cara mengalihkan perhatian Joohyun dari kewajiban business trip dadakan yang cukup menghancurkan mood sang CEO.

Namun tidak hanya berusaha menghibur Joohyun, Seungwan juga berusaha membuat Joohyun melunak agar tidak melampiaskan kemarahannya pada Minjeong yang saat itu merupakan satu-satunya sosok yang menemani Joohyun dalam penerbangan tersebut selain awak kabin.

Awalnya mood Joohyun cukup membaik, namun ketika Seungwan harus menyudahi panggilan tersebut Joohyun mulai kembali merajuk dan hal ini dapat dirasakan oleh Minjeong.

Sang gadis berambut sebahu kembali merapalkan doa-doa agar suasana hati Joohyun kembali membaik sembari ia mengamati gerak-gerik sang bos besar.

Sementara itu, selepas teleponnya dengan Seungwan, Joohyun memilih untuk memejamkan matanya dan menetralkan emosinya yang mulai bergejolak. Ia sadar bahwa tidak seharusnya kekesalannya itu dilampiaskan pada orang lain.

Sayangnya, Joohyun pun tidak tahu bagaimana ia harus mengawali percakapan dengan Minjeong. Joohyun sempat mencoba beberapa kali melirik ke arah Minjeong yang duduk menghadap ke arahnya dengan lokasi sedikit serong dari kursi yang ditempati olehnya dan mendapati asisten pribadinya itu terlihat cukup gelisah.

“Maaf.” ujar Joohyun singkat berusaha memecah keheningan.

“Huh? G-gimana kak?” tanya Minjeong cepat.

Sejujurnya saat ini Minjeong sangat mengantuk, sehingga fokusnya mulai menurun. Ucapan Joohyun barusan tidak benar-benar ditangkap olehnya dengan sempurna.

“Maaf, saya nggak seharusnya marah kayak tadi ke kamu.” ulang Joohyun.

Mulut Minjeong membulat, membentuk huruf ‘o’ kemudian ia mengangguk.

“N-nggak apa-apa kak. Salah aku juga.”

Kali ini Joohyun menggelengkan kepalanya tidak setuju. Ia kemudian membenarkan posisi duduknya agar lebih tegak, lalu menyilangkan kakinya. Joohyun mengerutkan keningnya, mencoba untuk berpikir akan membuka pembicaraan mulai dari titik sebelah mana.

Terdapat keheningan sejenak yang justru membuat Minjeong menjadi lebih khawatir. Namun kali ini Joohyun sudah lebih dulu memecah keheningan tersebut.

“Kamu, Jennie, Seulgi. Cuma kalian yang bisa saya benar-benar percaya. Jennie dan Seulgi sudah bersama saya dari kecil, jadi kami bertiga sudah saling mengenal satu sama lain. Sedangkan kamu, mungkin orang-orang cuma lihat kamu sebagai asisten saya. Sebagai anak kemarin sore yang kerjaannya nempel sama saya. Tapi saya nggak pernah lihat kamu seperti itu.” ujar Joohyun membuka percakapan.

Ucapan Joohyun membuat Minjeong menjadi kikuk. Ia tidak menyangka bahwa Joohyun akan melakukan pembicaraan serius seperti ini dan jujur saja, Minjeong saat ini tidak tahu bagaimana ia harus menyikapi ucapan sang atasan.

“Kamu gak harus kasih respon kok. Ini saya cuma mau ngomong aja ke kamu dan nanti setelah saya selesai, saya rasa kamu akan dapat kesimpulan kenapa saya ngomong kayak gini.” potong Joohyun yang melihat wajah Minjeong berubah sedikit panik.

“O-oh… oke kak…”

“Kim Minjeong…Saya memang sempat beberapa kali jadi pembicara sebagai alumni di kampus kita, tapi jujur saya nggak terlalu ingat tentang kamu. Awalnya saya nggak merasa perlu menambah asisten karena sudah ada Johnny, tapi Jennie yang pertama kali usulin ke saya untuk ambil kamu dan taruh kamu dibawah Johnny. She knows I am a workaholic and that’s the ultimate reason for that time. Tapi setelah masa magang kamu, saya mulai melihat potensi lainnya di diri kamu yang punya hal-hal yang saya butuhkan. Skills, personality, loyalty. Penilaian saya nggak salah karena selama ini kamu selalu menunjukkan kinerja yang hampir sempurna dan saya sangat puas.” lanjut Joohyun.

“Waktu ada masalah sama kantor kemarin, akhirnya saya harus split antara kamu dan Johnny untuk back-up Jennie. Saya pilih Johnny karena dia lebih senior dan pasti bisa lebih meringankan beban Jennie. Sejujurnya saya waktu itu agak ragu kamu bisa ngikutin ritme kerja saya tapi lagi-lagi kamu buat saya takjub. You made it. Saya rasa ini semua yang akhirnya buat saya selalu menaruh ekspektasi tinggi ke kamu. Makanya kamu sadar nggak, sekalinya kamu buat salah saya bisa marah besar karena kesalahan yang kamu buat itu biasanya yang sepele.”

Minjeong terdiam. Ia tidak menyangka Joohyun akan bicara dengan sangat serius. Tiba-tiba ia memikirkan bagaimana nasibnya nanti saat Joohyun mengetahui bahwa ini semua hanyalah bagian dari rencana untuk memberikan kejutan bagi sang CEO.

“Saya tahu kalau saya kelewat perfectionist dan karena itu pagi tadi saya marah terlalu berlebihan sama kamu. Maafin saya ya? Saya cuma kesal aja karena ini kesalahan sangat sepele.”

“Dan besok hari ulang tahun Kak Wendy juga.” potong Minjeong.

Joohyun mengangguk dan menghela napasnya panjang. Matanya menerawang jauh di antara awan-awan putih yang menghiasi pemandangan dari pesawat yang ia tumpangi.

“Besok itu pertama kali Seungwan merayakan ulang tahun bersama dengan keluarga. Saya tadinya mau buat ulang tahun dia menjadi sangat spesial. Tapi ternyata belum bisa, karena tiba-tiba saya harus pergi kayak gini. Lagipula saya juga ragu sebenarnya bisa merayakan hari ulang tahun dia besok karena saya masih belum dapat izin dari Taeyeon.”

“Emang kemarin-kemarin kak Wendy sendirian?” tanya Minjeong polos.

Joohyun menatap ke arah Minjeong untuk beberapa saat. Ia sadar bahwa Minjeong tidak sepenuhnya mengetahui tentang keadaan keluarga Seungwan.

“Karena saya rasa kamu akan ada di hidup saya untuk waktu yang cukup lama, saya akan cerita sedikit ke kamu tentang saya dan Seungwan. Tapi ini rahasia ya?”

“Eh?”

“Saya dan Seungwan itu awalnya dijodohkan. Mungkin kamu berpikir saya bercanda, tapi nggak Minjeong, bahkan sampai sekarang pun masih ada yang namanya perjodohan. Awalnya saya biasa saja karena saya juga tidak begitu ingat Seungwan, dia dulu teman masa kecil saya. Klise ya?”

“Ini seriusan kak?”

Joohyun tertawa, “Serius. Saya, Seulgi, Seungwan dulu tetanggaan. Kami bertiga juga pergi ke satu sekolah yang sama dan dulu, Seungwan kecil sering diganggu di sekolah. Saya nggak suka lihat hal itu karena dulu saya sempat menemukan Seungwan sampai memar.”

“Hah?!” lagi-lagi Minjeong bereaksi.

“Terus saya minta ke ayah saya untuk bawa dia ke rumah sakit punya keluarganya Ojé. Singkat cerita sejak saat itu kami jadi lebih dekat sampai akhirnya Seungwan pindah karena masalah keluarganya. Yang ini saya belum bisa cerita ke kamu.”

Minjeong mengangguk paham. Ia pun cukup kaget Joohyun mau bercerita tentang kehidupan pribadinya sebanyak itu.

You may call it puppy love, tapi yang jelas dulu saya selalu merasa harus melindungi Seungwan kecil. Waktu itu saya pikir karena saya menganggap Seungwan seperti adik saya sendiri, seperti Yeri, jadi timbul rasa tanggung jawab di diri saya untuk melindungi dia. But then, years later saya dipertemukan lagi dengan Seungwan dalam keadaan yang jauh berbeda. Waktu pertama kali saya ketemu lagi sama Seungwan, dia sudah berubah jadi sosok yang totally rebellious.” tawa Joohyun.

“Hehe I know that. Aku juga sempet beberapa kali lihat Kak Wendy bolak-balik jadi headline berita. Jujur pas pertama kali aku tau kalau Kak Joohyun itu sama Kak Wendy ada hubungan, aku sempet kaget sih. Dikit.”

“Kami kayak beda banget ya?”

Minjeong mengangguk. “Kak Wendy sebagai artis dan Kak Wendy sebagai dirinya sendiri itu beda banget juga sih kak. Aku juga kalau gak kenal Kak Wendy kayak sekarang, juga pasti cuma tau dia sebagai artis aja. Paham maksud aku nggak?”

“Saya paham maksud kamu. Wendy dan Seungwan memang punya perbedaan. Wendy itu lebih carefree, selalu terlihat riang, rebellious at some point. Seungwan….she has her soft side and the other side that no one knows.”

“Ada satu titik di hubungan saya dan Seungwan yang membuat saya ingin melindungi Seungwan lagi. Rasa yang dulu pernah saya rasakan waktu saya kecil, saya merasakan itu lagi.”

“Jadi kakak udah suka kak Wendy dari dulu?!” pekik Minjeong tidak percaya.

Joohyun mengangguk malu. “Saya nggak mau munafik, saya dulu juga sempat suka sama orang lain dan perasaan saya juga cukup dalam untuk orang itu. Tapi yang terjadi saat ini, kenyataannya adalah saya sangat menyayangi Seungwan bahkan jauh lebih dalam. We have been through a lot, We have been losing each other so many times. Now, I wanna make every second count.

“Well, obviously sih kak. The length you go for Kak Wendy just makes me speechless, most of the time.

Joohyun tertawa, “Kamu juga pasti gitu kalau sudah ketemu orang yang sangat kamu sayang. Contohnya aja, kamu rela melepaskan impianmu demi orang tua kamu kan? Itu juga salah satu contoh, but just a different kind of love.”

“Selama bertahun-tahun kami nggak saling kontakan, masing-masing dari kami sudah melewati banyak hal and I want to make it up for the time that we’ve lost. Itu kenapa saya selalu mau yang terbaik untuk Seungwan. Tapi tadi Seungwan ngomel ke saya dan itu cukup bikin saya berpikir sih.” lanjut Joohyun.

“Tadi pas di telpon kak?”

Joohyun mengangguk, “She said, her happiness should not come at the cost of someone else's happiness. Well, tadi dia ngomel banyak ke saya karena saya marah masalah trip hari ini. Agak panas sih kuping saya, soalnya dia bener-bener telpon saya lama banget. Kamu denger gak sih tadi?”

“Denger dikit kak hehe” ujar Minjeong menunjukkan ibu jari dan telunjuknya.

“Ya, Seungwan pokoknya belain kalian, kamu, Seulgi, Jennie. Tapi saya tahu, yang kali ini saya kelewatan. Jadi saya minta maaf ya? Cerita saya tadi bukan berarti saya mencari pembenaran, saya cuma mau cerita aja kenapa saya semarah itu pagi tadi. Yang jelas, tetap aja marahnya saya tadi pagi itu tidak bisa ditolerir dan saya salah.”

Minjeong mengangguk. Ia ingat betul bagaimana Joohyun membentak dirinya habis-habisan lewat sambungan telepon dan meminta Minjeong, Seulgi, dan Jennie untuk segera datang ke kantor. Lalu setelah Seulgi dan Jennie datang, keduanya pun tak luput dari amukan Joohyun.

Peristiwa pagi tadi cukup memberikan gambaran pada Minjeong bagaimana kedepannya jika ia benar-benar membuat kesalahan dan hal ini membuat Minjeong bersumpah bahwa ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak pernah melakukan kesalahan.

“Pulang dari trip hari ini, kamu saya kasih libur satu minggu. Kamu mau liburan kemana? Saya bayarin. Ini sebagai bentuk permintaan maaf dan reward atas kinerja kamu yang selama ini sangat baik.”

“Hah?! Jangan kak! Aduh gak enak!” ujar Minjeong melambaikan tangannya dengan cepat, menolak tawaran Joohyun.

“Kalau kamu nggak mau liburan, mau saya kasih bonus aja? Tapi nanti kamu ambil sendiri di rumah saya ya ceknya. Saya gak mau transfer ke kamu, nanti orang kantor tahu dan ngira kalau kamu main belakang. Padahal kamu kan memang pantas untuk itu.” tawar Joohyun sekali lagi.

Sang asisten hendak menolak kembali tawaran menggiurkan tersebut namun lampu tanda sabuk pengaman sudah lebih dahulu menyala, menandakan bahwa sebentar lagi pesawat jet pribadi milik Bae Corporation akan segera mendarat di bandara tujuan.

Ting!

Baik Joohyun maupun Minjeong segera mengencangkan sabuk pengaman mereka dan tak lama kemudian terdengar suara pilot pesawat mengumumkan bahwa sebentar lagi pesawat tersebut akan tiba di bandara tujuan.

Seluruh proses pendaratan berjalan dengan mulus, pesawat mereka pun dapat segera taxing dan pada akhirnya pesawat tersebut berhenti dengan sempurna. Namun demikian, Joohyun merasakan sedikit kejanggalan saat sang pilot tidak mengumumkan lokasi pendaratan.

Akan tetapi, sang CEO tidak terlalu banyak mempermasalahkan hal tersebut dan berpikiran bahwa mungkin dirinya lah yang tidak begitu memperhatikan seluruh proses pendaratan karena toh hal ini bukanlah hal yang baru baginya.

Minjeong sudah terlebih dahulu melepaskan sabuk pengaman yang ia kenakan dan berdiri dari kursinya, melakukan sedikit peregangan tubuh.

“Kak…” panggil Minjeong tiba-tiba sembari berdiri di hadapan Joohyun.

“Hm?”

“Aku harap Kak Joohyun bisa sedikit lebih santai dalam menjalani kehidupan kakak. Nggak selamanya kakak dikejar-kejar sama sesuatu. Enjoy your time with your beloved one, kak.”

Joohyun berdecak pelan. Sedikit lucu baginya mendengar hal tersebut keluar dari mulut Minjeong. Namun tentu saja ucapan tersebut tidak hanya dianggap sebagai angin lalu oleh sang CEO.

Lantas Joohyun pun ikut berdiri dan menepuk pundak Minjeong pelan.

“Kalau saya santai, berarti kamu yang harus kerja banting tulang.” tawa Joohyun.

“B-bukan gitu maksudnya!!”

Kali ini Joohyun tertawa lebih kencang sembari menggelengkan kepalanya, “Iya, saya paham. Makasih sudah mengingatkan saya untuk lebih santai.”

Minjeong hanya tersenyum dan menunjukkan deretan gigi putihnya. Ia kemudian berjalan ke arah pintu pesawat lebih dahulu yang kemudian diikuti oleh Joohyun.

“Minjeong, nanti sampai hotel kita-...”

Kalimat Joohyun terhenti tatkala matanya menatap sosok Seungwan tepat di ujung tangga pesawat dan Minjeong yang sudah menuruni anak tangga dan berdiri di sebelah Seungwan dengan senyuman jahilnya.

“Surprise?” sambut Seungwan sembari membentangkan tangannya lebar-lebar.

Ucapan Seungwan sontak membuat Joohyun menoleh ke kanan dan ke kiri, barulah ia sadar bahwa saat ini ia tidak berada di tempat tujuan yang semestinya.

Kening Joohyun berkerut. Ia tidak paham.

“Lapor, rencana penculikan selesai dengan lancar!” ujar Minjeong pada Seungwan yang disambut dengan tepuk tangan oleh Seungwan.

“Hah? Ini apa?” tanya Joohyun masih dengan ekspresi terkejut.

“Well, turun dulu dong. Pegel ini leher aku kalau harus tengadah gini terus.” protes Seungwan.

Perkataan Seungwan bagaikan sebuah perintah bagi Joohyun. Sang CEO pun menuruni anak tangga kendati ia masih kebingungan. Joohyun berusaha berpikir keras dan mengurutkan semua kronologi kejadian yang ia alami hari ini karena ia yakin pasti ada satu atau dua hal yang bisa ia jadikan petunjuk.

“Welcome! Sebelum kamu nanya, yes hari ini kamu dikerjain. Nggak ada trip yang harus kamu datengin, itu semua rencana buat ngerjain kamu yang disusun sama sepupu-sepupu kamu, plus adik kamu dan aku. Well, Minjeong nggak ikut ngerencanain tapi dia yang jadi tim pelaksana banyak banget sih.” jelas Seungwan.

“Hah? G-gimana?”

“Nggak ada trip kak. Dari awal aku gak pernah salah masukin jadwal kakak. Dokumen yang ada di tangan kakak itu palsu semua.” tawa Minjeong.

Joohyun dapat mendengar dengan jelas suara tawa keluar dari mulut Seungwan dan bagaimana kedua mata Seungwan ikut menunjukkan eye smile seiring dengan tawa tersebut.

Melihat Joohyun yang masih dalam mode bingungnya, Seungwan pun berinisiatif untuk mengambil tas yang dibawa oleh Joohyun lalu memberikannya kepada Minjeong. Sang solois kemudian menangkupkan kedua tangannya di wajah Joohyun untuk beberapa saat sebelum ia mencubit pipi Joohyun cukup kencang.

“Bukan kamu aja yang bisa bikin kejutan.” goda Seungwan.

Sang solois kemudian menggandeng tangan Joohyun, berjalan ke arah sebuah mobil berwarna putih yang sudah terparkir rapi tidak jauh dari lokasi pendaratan.

“Oh iya, Minjeong! Kamu duluan aja ke rumahnya Joohyun. Kak Taeyeon, Yerim, Sooyoung udah duluan ke sana. Kamu nyusul aja. Joohyun mau aku culik lagi.” teriak Seungwan yang sedikit menoleh ke arah Minjeong dan dibalas dengan sebuah acungan jempol oleh sang asisten.

“Selamat ngedate!! Tapi jangan sampe nambah kerjaan aku!!” teriak Minjeong menggoda Joohyun dan Seungwan yang sudah tertawa mendengar ucapannya.