Amoureux de…(Seungwan) part 7-78
”Do you want coffee or tea? Or something else?” tawar Joohyun pada Michelle.
Kedua pemilik perusahaan tersebut kini berada di dalam ruang kerja milik Joohyun, sengaja memisahkan diri dari rombongan mereka setelah acara inti selesai. Joohyun serius dengan niatnya untuk berbicara dengan Michelle.
”Do you have any suggestions? Anything is fine, especially if it’s your choice.”
Napas Joohyun terhenti sejenak, ia sedikit bersyukur saat ini posisinya tengah membelakangi Michelle sehingga ekspresi wajahnya saat ini tidak dapat dilihat oleh siapapun.
Joohyun benar-benar merasa bodoh tidak menyadari perasaan Michelle lebih awal. Apalagi setelah ia pikir-pikir, selama ini Michelle telah memberikan kode-kode padanya yang cukup nyata. Ia menyadari bahwa sedikit banyak, dirinya pun turut andil dalam kekacauan ini.
Tangan Joohyun berhenti menuangkan air hangat ke dalam cangkir, matanya melihat box kayu kecil tempat Seungwan biasa menyimpan teh yang Seungwan siapkan khusus bagi Joohyun setiap kali Joohyun bekerja hingga larut malam.
”Teh ini yang selalu aku minum kalau jadwalku padet. Such a life saver and I think, kamu juga harus minum ini setiap kamu lembur.”
Joohyun tersenyum kecil ketika ia mengingat ucapan Seungwan. Terdapat perasaan hangat yang menyelimuti dirinya saat ia mengingat-ingat kembali momen-momen antara dirinya dan Seungwan. Hal ini seketika membuatnya ingin segera menyelesaikan pembicaraan dengan Michelle dan segera pulang untuk bertemu dengan Seungwan.
Tangan Joohyun kemudian mengambil dua kantung teh dan memasukkannya ke masing-masing cangkir, lalu mengaduk pelan keduanya. Setelahnya Joohyun membawa cangkir tersebut dan meletakkan satu cangkir di depan Michelle.
”Here you go. This tea is good for your health, or so.” senyum Joohyun pada Michelle.
”Whoa thank you. I feel cared for.”
Lagi-lagi napas Joohyun tercekat, Michelle kembali menyalahartikan perbuatannya dan bukan ini tujuan yang ingin ia capai.
“So, Irene, what do you want to talk to me about?”
”I want to thank you for your company’s help and there is another thing I want to talk to you seriously about.” ucap Joohyun sembari berusaha menebak arah jalan pikir Michelle saat ini.
”Look, Michelle, I should be honest with you because that’s the least I can do. I’m not stupid, I know that you might think of me differently but I’m so sorry I can’t.” lanjut Joohyun.
Michelle yang awalnya tengah meminum teh buatan Joohyun, kini menghentikan aktivitasnya sejenak dan meletakkan cangkir tersebut kembali ke atas meja.
”Why? Because I’m a woman too?”
”No. That’s not. It’s because I like–....I already love someone else and we will be getting married soon. In fact, the tea that you just drank was from her. I respect you as a colleague, that’s why I want to talk to you about this matter privately.”
”Well, you said it yourself. You aren’t married yet, right? So I still have a chance.”
”Michelle, please don’t make it hard for both of us. I am asking you nicely to stop whatever you are trying to do to me because I will never reciprocate it.”
Michelle tertawa pelan, ia berdiri dari posisinya dan berjalan mendekat ke arah Joohyun.
“Irene, people do stupid or even crazy things when they’re in love, you know that right? Like you, I’m crazily and madly in love with you.”
Seungwan terperanjat kaget ketika ia mendengar suara Joohyun yang menggelegar di dalam ruang kerjanya. Sang solois kemudian memilih untuk kembali ke dalam ruang kerja milik Minjeong karena ia pikir Joohyun saat ini sedang berbicara serius dengan salah satu pegawai kantornya.
Namun tepat saat Seungwan hendak memutar tubuhnya, pintu ruangan Joohyun terbuka dengan kasar dan nampak di hadapannya saat ini adalah sosok Joohyun dengan mukanya yang merah padam.
Joohyun pun tak kalah terkejut ketika ia mendapati sosok Seungwan berdiri mematung di hadapannya. Sedetik kemudian, mata Joohyun membelalak khawatir.
“S-Seungwan….K-kamu sejak k-kapan disini?” tanya Joohyun yang langsung menggenggam tangan Seungwan dengan erat.
Seungwan cukup terkejut ketika mendapati tubuh Joohyun bergetar hebat dan ia baru menyadari bahwa Joohyun saat ini sedang mencoba mengatur ritme napasnya.
“H-hey, kamu kenapa? I heard your voice from here.” tanya Seungwan sembari mengelus punggung tangan Joohyun.
Jawaban Seungwan justru membuat Joohyun semakin ketakutan. Ia tidak ingin Seungwan salah paham.
“S-sayang, please dengerin aku dulu.”
Sementara itu Seungwan justru merasa kebingungan dengan sikap Joohyun. Namun tak lama kemudian ia mendengar seseorang melempar sesuatu barang pecah belah dari dalam ruangan Joohyun. Sontak hal ini membuat Seungwan tambah berpikir keras. Tidak ada orang lain yang memiliki posisi lebih tinggi daripada Joohyun di perusahaan ini, lantas siapa orang yang berani melakukan hal seperti itu?
“Siapa yang ada di dalam ruangan kamu, Joohyun?” tanya Seungwan.
“Seung-...”
“Joohyun, please. Just answer me, siapa?”
Joohyun mengeratkan genggamannya pada Seungwan, ia takut Seungwan akan pergi ketika ia mendengar jawaban yang akan diberikan olehnya.
“M-Michelle…”
Seungwan sama sekali tidak berekspektasi akan mendengar jawaban tersebut.
“Seungwan, please dengerin aku. Ini nggak yang kayak kamu bayangin, sayang. You read my message right? I was talking with her about that.”
Napas Seungwan perlahan menjadi tidak stabil. Ingatannya kembali memutar segala memori-memori yang ada tentang Joohyun dan tentang Michelle. Kemudian memorinya tentang masa lalu kedua orang tuanya.
Joohyun pun menyadari bahwa perlahan Seungwan mulai mengalami serangan panik. Ia mencoba untuk memanggil nama Seungwan namun kini Seungwan sudah terlalu terlarut dalam pikiran dan dunianya sendiri.
“Seungwan, honey, sayang, please dengar aku. Seungwan.”
“J-Joohyun!”
Joohyun menoleh ke arah pintu lift dan mendapati Jennie berlari ke arahnya dengan terengah-engah.
“I saw it.” ucap Jennie singkat, kemudian ia menatap ke arah Seungwan “Lo harus percaya Joohyun, okay? Gue bersumpah sama nyawa gue sendiri, Joohyun nggak bohong dan gue punya buktinya.”
Seungwan masih terdiam, tubuhnya masih enggan bereaksi apalagi setelah mendengar ucapan Jennie.
She didn’t know what exactly happened, but the alarm on her body told her it was something bad and she did not want to know.
“Seungwan, sayang…. Please jangan dengerin suara yang ada di kepalamu.” ujar Joohyun lagi yang kali ini berusaha untuk menyejajarkan pandangannya dengan Seungwan.
“Lo bawa Seungwan ke ruangan gue dulu aja, biar cewek gatel itu gue yang urus.”
Joohyun mengangguk, ia pun menuntun Seungwan untuk memasuki lift menuju ruang kerja milik Jennie.
Sesampainya disana, Joohyun segera mendudukan Seungwan di sofa yang memang disediakan bagi pengunjung ruangan tersebut.
Seungwan masih terdiam.
Ia terlihat beberapa kali meneguk air liurnya sendiri dan menggelengkan kepalanya, seakan-akan berusaha untuk mengabaikan pikiran-pikiran negatif yang ada disana. Hal ini membuat Joohyun semakin merasa khawatir.
“H-hyun…p-please tell me k-kamu nggak ngapa-ngapain kan…sama dia….”
“No, of course not. Please percaya aku.”
Seungwan mengangguk.
“Peluk aku, Joohyun.” pinta Seungwan lemah.
Otomatis Joohyun segera memeluk Seungwan. Tangannya melingkari bahu Seungwan, mendekapnya erat sembari mengelus punggung Seungwan.
“Seungwan, apa yang ada di pikiran kamu sekarang, kalau itu negatif, itu semua nggak bener ya sayang. I would never do that.” bisik Joohyun pelan.
“Aku nggak percaya sama diriku sendiri. I want to run, I want to yell at you, I want to blame someone for this.” balas Seungwan yang kini mencoba menarik napasnya panjang.
Tubuh Seungwan perlahan melemas ketika ia menghirup aroma tubuh Joohyun yang sudah beberapa hari ini tidak memenuhi indranya.
“Aku benci papa dan aku nggak mau harus benci kamu juga, Hyun.” tambah Seungwan.
“I love you Seungwan, I do. Aku nggak akan pernah melakukan apa yang papa kamu lakukan. I’m so sorry you have to see that when you were a kid. Tapi please percaya sama aku kalau aku nggak akan pernah kayak gitu.”
Seungwan mengangguk pelan, tangannya perlahan turut memeluk Joohyun. “Just hug me. I need time. Aku sangat-sangat ingin kabur dari sini. That’s the easiest way I know for all my life, tapi aku nggak akan kabur lagi. I will stay and listen.”
“I’m sorry Seungwan, I’m so sorry. Aku harusnya lebih peka tentang perasaan kamu, tentang Michelle. Aku terlalu fokus sama prinsip aku sendiri tanpa mengingat kalau kamu pun punya batasan. Aku terlalu percaya diri sama prinsipku dan lupa kalau aku nggak bisa mengatur semuanya.”
Napas Seungwan kembali tercekat, ia memejamkan matanya dengan rapat.
“M-maksud kamu? Kamu ngapain? Dia ngapain?” tanya Seungwan sembari menekankan kata dia dengan penuh kebencian.
Sementara itu Joohyun menggigit bibirnya sejenak, berusaha untuk mempertimbangkan keputusannya. Namun kemudian ia teringat bahwa ia tidak akan pernah membohongi Seungwan. Joohyun hanya bisa berharap keputusannya ini tepat.
“She…tried to kiss me.” ucap Joohyun pelan sembari mempererat pelukannya, kemudian ia melanjutkan kalimatnya.
“But it didn’t happen. Aku berani sumpah. Jennie juga bilang punya buktinya kan? My room has cctv dan aku yakin maksud Jennie adalah rekaman itu. I swear, Seungwan. Please believe me.”
“...”
“Seungwan, I’m so sorry you have to see me like this but I swear nothing happened. Aku juga sudah terminate the contract. Aku nggak peduli kalau aku harus kerja beribu-ribu kali lipat lebih keras untuk bayar penalti dan untuk menanggung kerugian perusahaan ini. Kamu yang paling penting buat aku. Aku bakal–....”
“Thank you Joohyun…” potong Seungwan cepat dan membenamkan wajahnya di ceruk leher Joohyun. “What you did is more than enough.”
“Tapi aku juga bisa nuntut—....”
“Enough Joohyun, aku nggak mau bahas dia lagi. Aku percaya kamu dan kalaupun aku penasaran, aku akan minta kak Jennie untuk nunjukin rekamannya ke aku, but I don’t think I wanna see it.”
“Okay…” jawab Joohyun yang tanpa sadar tengah menghela napas lega.
“I almost slapped her, you know. Tapi terus aku ingat kalau aku nggak pernah suka main fisik dan kalau aku nampar dia, malah nanti dia bisa nuntut aku.” lanjut Joohyun.
“Aku denger tadi kamu teriak dan aku kaget. Setauku ruangan kamu kedap suara dari luar” ucap Seungwan pelan sembari terkekeh pelan, berusaha mencairkan suasana.
“You did? Oh my god, aku nggak tau tadi aku semarah itu.”
“Yeah, and it was so scary. Aku udah mau balik ke ruangan Minjeong. By the way, please talk about something else, Hyun. Aku nggak mau kepikiran terus sama yang tadi.”
“You are pretty.”
“Oh my god, yang lain.”
“I am lucky to have you.”
“Joohyuuun!”
“I miss you. I want to hug you. I want to cuddle with you, watching your lame american netflix series. I want to kiss you.”
Seungwan melepaskan pelukan mereka.
“Hey! Netflix series punyaku jauh lebih menarik daripada natgeo punya kamu!”
“Nggak, punyaku lebih seru.”
“Joo–...”
Ucapan Seungwan terhenti ketika Joohyun menyesap bibir bawah milik Seungwan dengan pelan. Menyalurkan rasa rindunya pada sang solois. Sementara itu, Seungwan pun merespon kecupan tersebut dengan halus dan tidak terburu-buru.
Tangan Seungwan menjalar di tengkuk Joohyun untuk memperdalam ciuman mereka. Tangan Joohyun pun tak kalah liar, ia menarik tubuh Seungwan dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya menelusup ke dalam kemeja putih yang Seungwan kenakan dan mengelus perut Seungwan dengan sangat pelan.
She missed them.
Seungwan sudah hampir berpindah ke pangkuan Joohyun saat yang lebih tua justru menyudahi ciuman mereka dan menempelkan kening mereka masing-masing, berusaha untuk mengatur napas.
“Seungwan, you don’t know how much I want to make love to you right now, right here. Tapi ini ruangan Jennie so I wont. Let’s just go home.”
“Okay, I agree.”