Amoureux de... (Seungwan) part. 2-11

Joohyun sempat terlelap untuk beberapa saat ketika ia menantikan jawaban dari Yerim. Namun sang CEO kembali terjaga kala ia merasakan getaran ponsel miliknya serta bunyi notifikasi pesan singkat yang datang bertubi-tubi.

Tak ingin Seungwan turut terbangun, lantas dengan segera Joohyun mengambil gawai miliknya. Akan tetapi, belum sempat Joohyun membuka pesan tersebut, kini sebuah panggilan masuk kembali membuat ponselnya berdering.

KTY is calling

Joohyun mengernyitkan keningnya.

la cukup heran melihat nama Taeyeon terpampang di layar ponselnya.

“Halo?”

”Dimana?”

“Rumah Seungwan. Kenapa?”

”Ngapain?”

Memang sudah biasa bagi keduanya untuk berbicara secara to the point namun kali ini pertanyaan Taeyeon justru membuat emosi Joohyun bergejolak.

“Lo nggak butuh tau, kak.”

”Butuh. Sebagai kakak lo dan sebagai temannya Seungwan, gue butuh tau.”

Hening terdengar di antara keduanya. Namun samar-samar Taeyeon dapat mendengar suara bergerisik dari sisi Joohyun dan ia menunggu dengan sabar sampai Joohyun akhirnya kembali bersuara.

“Buat apa?” tanya Joohyun yang kini sudah berjalan keluar dari kamar Seungwan dan menyusuri lorong rumah mewah tersebut, mencari ruangan kosong yang bisa ia gunakan sementara.

”Hidupin video callnya. Gue mau liat muka lo.”

“Nggak.”

”Hhhh, ngambek. Okay, deh gapapa sambil telponan kayak gini aja. Well, gak usah marah ke adek lo. Yerim nggak salah.”

Lagi-lagi Joohyun mengernyitkan keningnya.

”Gue nggak belain Yerim tapi gue mau bertanggung jawab atas keputusan gue. Lo nggak butuh tau detailnya, karena itu hak Seungwan buat cerita sama lo, tapi intinya waktu itu Yerim mau ngehubungin lo tapi gue larang. Alasan gue simple, lo dan Seungwan sama-sama lagi nggak stabil dan terbukti, Seungwan juga nggak mau ngabarin lo, kan?”

“What the fuck? Apa yang kalian tutupin dari gue?!” desis Joohyun.

”Nggak ada, gue nggak nutupin apapun. Gue cuma ngelakuin apa yang Seungwan mau.”

“Kak! Gue gak tau apa yang kejadian sama Seungwan but I bet it was something horrible, maybe like tonight. Kenapa kalian gak ada yang kasih tau gue?! Gue berhak tau kak!”

”Lo berhak tau, mungkin iya. Tapi yang paling punya hak untuk cerita itu semua adalah Seungwan dan dia nggak mau lo tau ini dulu untuk sekarang. Respect her decision, Joohyun.”

Rahang Joohyun mengeras saat ia mendengar kalimat Taeyeon barusan.

”Tanya lagi ke diri lo sendiri, apa alasan lo mau tau? Bener-bener untuk Seungwan atau cuma buat pemuas hati lo? Ini semua berat buat lo tapi lebih berat lagi untuk Seungwan, jadi please ikutin kemauan Seungwan, ya? Kalau dia mau berhenti, then you have to stop. Kalau dia mau jalan, walaupun pelan, yaudah ikutin aja. Tugas kita adalah support Seungwan bukan jadi orang yang nentuin keputusan buat Seungwan. Her dad already did it dan pastinya lo tau apa akibatnya.”

“Tapi kak-...”

”Gausah keras kepala. Lo nyebelin kalo keras kepala. Denger gue dulu dan lo pikirin kata-kata gue, okay? Kalo gue salah, then I will ask for your and Seungwan's forgiveness. Tapi gue tau gue bener. Jadi intinya, lo dengerin gue. Inget ya Joohyun, Seungwan is her own person before she is your fianceé. Dah ah, gue udah sampe salon nih. Bye Joohyun.”

Sambungan telepon tersebut terputus begitu saja tanpa Joohyun sempat mengutarakan balasan pada Taeyeon.

Joohyun menghela napasnya panjang.

Dengerin gue.

Mungkin kalimat Taeyeon tersebut sangat singkat namun cukup mengena di hati Joohyun. Ia pun teringat pelajaran yang diberikan oleh Minjeong padanya. Maka kali ini, walau dengan hati yang masih gusar, Joohyun memilih untuk mengikuti nasihat kakak sepupunya itu.

Dimasukkannya ponsel yang ia genggam ke saku celana yang ia kenakan, kemudian Joohyun memilih untuk kembali ke kamar Seungwan. Sekembalinya disana, Joohyun terkejut mendapati Seungwan yang tengah menangis dalam keadaan meringkuk di atas kasur.

Buru-buru ia menyambangi Seungwan dan duduk perlahan di pinggir sisi kasur yang ditempati Seungwan.

“Seungwan, kamu kenapa? Kamu kesakitan?” tanya Joohyun dengan tangan yang perlahan menyentuh bahu Seungwan.

Mendengar suara yang sudah lama tidak ia dengar, Seungwan mengintip sekilas dan terkejut akan kehadiran Joohyun di kamarnya.

“H-hyun…?”

“Iya, ini saya, Joohyun. Kamu kenapa nangis?”

Seungwan menggeleng pelan namun airmatanya tetap mengalir bahkan menjadi lebih deras.

Hal ini sontak membuat Joohyun panik. Ia takut bahwa kehadirannya-lah yang membuat Seungwan demikian.

“K-kamu mau saya keluar aja?”

Tidak ada jawaban dari Seungwan. Namun raut wajah Seungwan sudah cukup membuat Joohyun menelan ludahnya. Mungkin memang kehadirannya masih belum diharapkan.

Joohyun tersenyum singkat dan membelai kepala Seungwan dengan hangat. “Saya keluar aja ya kalau kehadiran saya disini bikin kamu kayak gini.”

Tepat kala Joohyun bangkit dari posisinya, Seungwan dengan cepat menggapai kain celana yang dikenakan oleh Joohyun.

“J-jangan…”

Joohyun harus menahan senyuman mengembang di wajahnya. Secercah rasa senang dan bahagia menyelimuti hati Joohyun mengetahui fakta bahwa Seungwan menginginkan kehadirannya disana.

“Okay, saya stay disini ya?”

Sebuah anggukan pelan diberikan oleh Seungwan yang kemudian bergeser sedikit dan menepuk sisi kasur yang kosong.

“Sini.”

Kali ini tawa pelan tidak mampu ditahan oleh Joohyun, ia merindukan Seungwan yang manja seperti ini.

“Kayak gini ya?” tanya Joohyun merujuk pada posisinya yang saat ini berbaring miring menghadap Seungwan.

Pagi itu nampaknya Seungwan masih belum mau banyak berujar, ia kembali tidak menjawab pertanyaan Joohyun dengan kata-kata namun ia hanya menunjukkannya lewat tindakannya yang saat ini sedang bergeser agar dirinya lebih dekat dengan Joohyun.

“Maaf” bisik Seungwan pelan, sedikit teredam karena posisinya yang menyembunyikan wajahnya di bahu Joohyun.

Maaf? Untuk apa? Karena tidak membalas pesannya selama berbulan-bulan? Maaf karena menyembunyikan peristiwa-peristiwa penting? Maaf karena apa?

Walau dalam benak Joohyun terdapat banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan, tetapi ia ingat ucapan Taeyeon tadi. Maka dengan berat hati, akhirnya Joohyun mengurungkan niatnya untuk bertanya banyak.

“Kenapa?”

“Karena bikin kamu susah.”

Joohyun tertawa kecil mendengar jawaban singkat dari Seungwan.

“Saya nggak ketemu kamu udah berapa bulan sih? Kenapa sekarang kamu jadi nggemesin banget.”

Terdapat erangan protes dari Seungwan yang membuat Joohyun kembali tertawa.

“Saya nggak susah kok. Well, mungkin iya, tapi cuma sedikit. Kalah sama rasa kangen saya buat ketemu kamu.”

“Maaf.”

“Hey, kenapa minta maaf? Saya juga salah.”

Seungwan menengadahkan kepalanya, menatap Joohyun dengan lekat.

“Kamu Dora’s Boss?”

Kali ini tawa yang keluar dari mulut Joohyun terdengar sangat kencang dan lepas. Ia tidak menyangka bahwa pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Seungwan adalah pertanyaan itu.

“Hyuun!”

“Iya, iya. Akun itu punya saya. Minjeong yang bantu bikin.”

Seungwan mengangguk pelan.

Keduanya kembali menikmati keheningan yang tercipta. Joohyun yang menikmati kehangatan yang diberikan oleh Seungwan dan jika ia boleh pamer, posisi cuddling dengan Seungwan seperti ini merupakan salah satu favoritnya. Sedangkan Seungwan menikmati aroma tubuh Joohyun yang sudah lama tidak menyapa inderanya. Walau ia sering berbuat curang dengan memakai baju milik Joohyun, tetap saja aroma tubuh Joohyun seperti ini adalah favoritnya.

Namun Seungwan kini tersadar, dengan dirinya yang bertindak seperti ini apakah akan memberikan harapan palsu bagi Joohyun? Sejujurnya ia belum sepenuhnya siap untuk bertemu Joohyun.

Ia belum sepenuhnya menyelesaikan masalah-masalahnya. Ia tidak mau membebani Joohyun dengan itu semua.

“Joohyun…”

“Ya?”

“Nggak jadi.”

“Kenapa nggak jadi? Kamu nggak enak sama saya atau tiba-tiba lupa sama yang mau diomongin? Kalau karena nggak enak sama saya, serius saya lebih baik dengar langsung dari kamu daripada dari orang lain.”

Seungwan menghela napasnya panjang.

“Aku takut.”

“Sama?”

“Sama aku. Sama ekspektasi orang-orang. Aku takut ngecewain kalian. Aku takut ngecewain kamu.”

Setelahnya Seungwan dapat merasakan Joohyun mengeratkan pelukannya.

“Kamu nggak perlu mikirin siapapun selain diri kamu sendiri, ya?”

“Tapi aku nggak mau egois. Kalian udah terlalu sabar sama aku.”

“Sekali ini aja, kamu egois lagi nggak apa-apa Seungwan.”

“Tapi kalau aku egois lagi, artinya aku bakal minta kita untuk balik kayak kemarin.”

Elusan Joohyun di punggung Seungwan sempat terhenti sejenak dan reaksi ini membuat Seungwan lagi-lagi menengadahkan kepalanya. Namun berbeda dengan ekspektasinya, ia justru mendapati Joohyun tersenyum ke arahnya.

“Kalau kamu butuh waktu lebih banyak lagi, akan tetap saya kasih. Walaupun mungkin saya akan sedikit sedih. Cuma sedikit aja kok, segini.” ujar Joohyun yang menunjukkan jari telunjuk dan ibu jarinya, memberikan sebuah gambaran seberapa sedih dirinya nanti.

“Aku nggak mau kamu sedih.”

“Saya juga nggak mau kamu sedih, Seungwan. Saya nggak mau kamu terbebani dengan apapun itu. Yang penting saya tau kamu baik-baik aja dan itu udah cukup. Saya juga bisa lihat kamu setiap hari kan? Lewat radio.”

Tetes demi tetes airmata kembali membasahi pipi Seungwan kala ia mendengarkan jawaban dari Joohyun.

“Maafin aku, Joohyun.”

“Hey, hey it’s okay. We will do this at your pace, okay? One day when you are ready, kita bisa jalan berdampingan lagi.”