HOT TEA, CUTIE (part 20)

Irene masih memperhatikan gadis yang ada di hadapannya dengan saksama. Kalau ia boleh jujur, gadis di hadapannya ini terlihat sangat menarik di mata Irene.

Gadis dengan rambut panjang hitam legam, dagunya yang lancip, tatapan matanya yang tidak bisa Irene gambarkan dengan kata-kata -karena menurut Irene disatu sisi tatapan gadis ini cukup tajam, namun disisi lain kadang ia terlihat seperti anak kucing yang tersesat-.

“Kamu nggak nyaman?” tanya Irene santai.

“Oh, uhm…. N-nggak kok kak hehe”

Yang lebih tua hanya mengangguk sekilas, kemudian meneguk cocktail miliknya yang sudah ia pesan lebih dahulu.

“Gimana masih penasaran?” tanya Irene lagi.

“H-hah?”

“Iya, kamu masih penasaran sama isi tempat ini?”

Karina menggeleng pelan, malu karena sosok orang asing di hadapannya mampu menebak salah satu alasan mengapa ia ada di klub tersebut malam itu.

Irene baru saja hendak membuka mulutnya lagi, namun kali ini seorang waitress yang tiba di meja mereka memotong percakapan antara Irene dan Karina untuk sejenak.

“One hot tea”

“Okay thank you.” ujar Irene singkat yang kemudian menyodorkan cangkir teh tersebut ke arah Karina.

“One hot tea, for the cutea.” goda Irene.

Ucapan Irene sontak membuat Karina ingin mengubur dirinya dalam-dalam. Ia bersyukur malam ini memilih untuk tidak mengikat rambutnya sehingga telinganya tersembunyi di balik rambut panjangnya. Karina sangat yakin saat ini telinganya sudah sangat memerah.

“M-makasih kak…”

Karina terburu-buru untuk meminum tehnya, berharap ia dapat menyembunyikan wajahnya di balik cangkir teh tersebut.

“Yes, sama-sama….wait aku harus manggil kamu apa?”

“Uhh rina for short? Temen-temen aku biasanya manggil kayak gitu.”

“Oh, what a pretty name. Tapi kalau aku mau manggil kamu pakai sebutan yang berbeda gimana? Just to make it different from your friends.”

Karina mengerutkan keningnya dan tanpa sadar bibirnya ikut maju seperti anak kecil yang sedang kebingungan.

”Oh god, what a cute pout there” batin Irene.

“Kar?”

Irene tertawa pelan saat menyadari bahwa ada kemungkinan bahwa gadis di hadapannya ini baru saja memberitahukan nama aslinya pada dirinya. Terlihat dari bagaimana gadis di hadapannya itu berpikir dengan sangat keras.

“Oh so your name is Karina?” pancing Irene.

Karina terbatuk saat mendengar pertanyaan Irene. Ia langsung merutuki dirinya sendiri karena baru saja dengan ceroboh memberikan nama aslinya pada sosok orang asing di hadapannya itu.

Sedangkan sikap Karina ini membuat Irene semakin yakin bahwa gadis di hadapannya secara tidak sengaja memberikan nama aslinya.

”Cute. Bener-bener baru sekali kayak gini rupanya.” batin Irene.

“Salam kenal ya, Karina. Aku Irene.” ujar Irene memperkenalkan dirinya menggunakan nama aslinya.

Irene ingin berlaku adil pada sosok gadis di depannya. Toh, ia pun yakin bahwa Karina bukanlah sosok yang berbahaya bagi dirinya.

Selama kurang lebih satu jam, Irene dan Karina bercakap-cakap ringan. Sebenarnya lebih banyak Irene yang memancing pembicaraan di antara mereka berdua.

Namun setidaknya Irene sudah mendapatkan beberapa info seperti fakta bahwa Karina merupakan mahasiswi semester 6 di salah satu perguruan tinggi negeri di kota tersebut. Lalu fakta bahwa gadis berambut pendek yang datang bersama Karina merupakan dalang dari ‘terdampar’-nya ia malam itu di klub malam tersebut.

“Jadi kamu nggak pernah datang ke tempat kayak gini sebelumnya?” tanya Irene singkat.

Karina menggelengkan kepalanya sembari mengambil kentang goreng yang dipesan oleh Irene.

“Ini semua ide gila temenku yang tadi.”

“Oh, tapi berarti kamu tau ini tempat apa?”

Karina mengangguk pelan, wajahnya memerah.

“Aww, cute. Jangan malu, rin. By the way, kamu bisa nggak jawab pertanyaan selanjutnya kalau kamu nggak mau jawab. Tapi aku penasaran, kamu dan temen kamu tadi, kalian lagi kesulitan finansial?”

Karina buru-buru mengibas-ngibaskan tangannya tanda ia tidak setuju dengan ucapan Irene dan hal ini justru membuat Irene tertawa gemas.

“Nggak! Nggak gitu! Aduh, aku malu banget kalo cerita!!” Karina menyembunyikan wajahnya dengan menangkupkan kedua tangannya untuk menutupi keseluruhan wajah mungilnya itu.

“So, cuma mau cari pengalaman?” tanya Irene lagi, kali ini dengan niat menggoda Karina.

“Bukan juga!! Ah kak, jangan godain aku terus! Mukaku merah nih!” protes Karina.

Tentu saja tawa Irene semakin kencang.

“Okay, okay. Aku nggak akan nanya lebih jauh. Anyway, Karina, makasih ya malam ini kamu udah nemenin aku dan buat aku ketawa kayak gini.”

“Uhm, aku nggak ngapa-ngapain sih kak….” jawab Karina malu.

“Oh no, you did something. Seriously. Kamu aja yang gak sadar kok. Tapi intinya kamu udah buat aku cukup senang malam ini. It’s nice to meet you, Karina.”

“A-aku juga seneng ketemu orang baik kayak kakak. Uh, can I do something else to repay your kindness tonight?”

Irene terbatuk mendengar pertanyaan Karina, gadis di hadapannya ini benar-benar polos.

“Saran dari aku, kamu kalau ke tempat kayak gini hati-hati ya. Kamu itu cantik banget, Karina. There are lots of people out there who want you. Percaya sama aku. Tapi sayangnya kamu masih terlalu polos.”

Karina mengernyitkan keningnya, ia tidak suka jika dianggap seperti anak kecil “Aku nggak polos! Aku tau banyak juga kok!”

“Yeah, yeah. Karina yang tahu banyak.” tawa Irene, kali ini ia sedikit maju dari posisi duduknya dan mengacak-acak rambut Karina.

“Anyway, aku harus pulang sekarang. Well, sebenarnya ini rahasia, tapi kakakku malam ini pulang dari luar negeri.”

“Oh, kakak harus acting like a good girl!” kali ini Karina berusaha untuk menggoda Irene.

“You can say that. So, see you later? Oh iya, kalau kamu mau balas kebaikanku malam ini, kamu bisa kasih aku satu pelukan perpisahan.”

Karina menggigit bibir bawahnya sejenak, mempertimbangkan permintaan sosok orang asing yang bahkan ia tidak begitu yakin benar-benar bernama Irene.

Namun setelah ia pikir-pikir, tidak ada ruginya juga jika memberikan satu pelukan bagi Irene. Mungkin harinya sedang buruk dan sebuah pelukan bisa membuat harimu lebih cerah bukan?

Akhirnya Karina mengangguk dan berdiri dari posisinya.

“See you kak. Makasih udah traktir aku malam ini.” ujar Karina yang membentangkan tangannya, menunggu Irene untuk memeluknya.

Tentu saja Irene tersenyum dan balas memeluk Karina.

“My tea has never tasted like this before, Karina.” ujar Irene lagi-lagi dengan senyumannya yang mampu membuat Karina merasa salah tingkah.

“Oh, uh…. I-iya….”

“Ini nomor handphone aku, text me if you need anything okay?” bisik Irene di telinga Karina dan menyelipkan tisu makan ke tangan Karina.

Saking terfokusnya Karina pada sosok Irene yang tengah menginvasi ruang pribadinya, Karina sama sekali tidak menyadari bahwa Irene memasukkan hal lain ke dalam sling bag yang Karina kenakan malam itu.