PERFECT 10
Friday, Oct 29th 2021
Irene menarik tuas rem tangan mobil sedan yang ia kendarai saat mobilnya sudah terparkir rapi di pintu belakang gedung agensi yang menaungi Wendy. Menurut sang solois, pintu belakang selalu sepi di jam-jam tanggung seperti sekarang ini.
Wajar saja, saat itu baru pukul 3 sore. Orang-orang belum ada yang pulang kantor, of course kecuali Irene. Hari ini Irene tiba-tiba mendapatkan pesan singkat dari Wendy yang merengek untuk minta dijemput selepas kerja, jarang-jarang juga sebenarnya Wendy mengeluarkan permintaan seperti itu. Lalu permintaan ‘aneh’ lainnya, Wendy ingin Irene untuk menyetir sendiri tanpa supir kantor.
‘Ayo hari ini cosplay jadi orang biasa’
Kurang lebih begitu ujar Wendy.
Baru saja ia hendak mengirimkan pesan singkat pada Wendy namun pintu kursi penumpang sudah terbuka dan Irene melihat Wendy tersenyum sumringah ke arahnya.
“Let’s go!” ujar Wendy kegirangan sembari memasang seatbelt.
“Nih, saya bawain boba kesukaan kamu.” Irene memberikan sebuah paperbag. Ia sengaja mampir dulu ke gerai boba kesukaan Wendy dalam perjalanannya kemari.
“OMG! Thank you!”
Wendy bertepuk tangan, matanya berbinar-binar saat ia memeriksa isi paperbag yang diberikan oleh Irene. Sontak sang CEO menggelengkan kepalanya dan tangannya otomatis mencubit pipi Wendy, sebuah kebiasaan yang selalu Irene lakukan saat Wendy menunjukkan sifat kekanak-kanakan seperti ini.
“Sakiit!” protes Wendy saat Irene tak kunjung melepaskan cubitan di pipinya.
“Kamu kenapa tiba-tiba minta dijemput?” tanya Irene sembari menurunkan tuas rem tangan dan melajukan mobil miliknya keluar dari area gedung agensi tersebut.
“I wanna show you this, tada!” ujar Wendy menunjukkan employee’s ID card miliknya.
Irene tertawa pelan, ia melirik sejenak dan mengenali foto yang digunakan di ID card tersebut. Ia ingat bahwa beberapa minggu yang lalu Wendy sempat menunjukkan beberapa foto dirinya pada Irene dan meminta fiancée-nya itu untuk memilih satu foto yang benar-benar Irene sukai.
’Ternyata….why so cute?’ batin Irene.
“You look pretty there, as always. Tapi seriusan, kamu kenapa tiba-tiba pengen jadi ‘orang biasa’ sih? Something happened?”
“Well, I overheard my team’s conversation just this afternoon, after we did the photoshoot. So, long story short mereka seneng banget karena ini weekend terus pada ada dates sama pasangan mereka masing-masing.” ujar Wendy sambil menyeruput boba yang ada ditangannya.
Mendengar jawaban Wendy, Irene langsung tertawa lagi. Benar-benar clingy mode on.
“You wanna go on dates with me? Right now?”
“Mmm” sebuah jawaban afirmatif dari Wendy yang masih asik menyeruput bobanya.
“I’m sorry I was so busy this month. It’s not that I don’t want to go on dates with you.”
“Not only this month ya.” sindir Wendy
Irene hanya bisa tersenyum pahit. Memang benar sih, tidak hanya bulan ini. Bulan-bulan yang lalu juga.
“I know, maaf ya? Kalau sore ini kita pergi berdua dulu kamu mau? Mumpung ada waktu.”
“Ya mau lah! Makanya tadi aku minta dijemput! Kamu inget kan weekend ini kita udah janji buat pulang ke rumah Ayah-Bunda? Also not to remind you again, malam nanti kan kita juga udah ada rencana makan malam keluarga and then tomorrow we have that halloween party too.”
Irene mengangguk mengiyakan.
“Okay as my lady wishes, kita mau kemana?” tanya Irene yang melirik lagi ke arah Wendy.
“Grocery store.”
“Pardon? Kamu mau kita nge-date di grocery store??”
“Emang kenapa? That’s kinda a popular date juga tau! Aku udah tanya-tanya sama stylist aku!” ujar Wendy sembari mengerucutkan bibirnya, sebuah bentuk protes atas ucapan Irene.
“Kamu nggak mau yang lainnya aja? We can even go to that village's yang jual street food kesukaan kamu. It's just so funny you suddenly ask me this. Inget nggak dulu siapa yang paling nggak mau belanja ke supermarket sama saya, karena katanya ‘too domestic’?” goda Irene
“Ih emang kenapa sih? Kamu gak mau ya nemenin aku belanja bahan makanan? Iya sih itu nggak kayak nge-date yang umum tapi aku tiba-tiba pengen masak. Lagian kan sekalian aja kita beli bahan makanan buat nanti malem. Kamu mau aku masakin apa nanti pas di rumah? Oh apa aku tanya Yerim sekalian ya kira-kira rumah kamu lagi butuh bahan makanan apa?” cerocos Wendy panjang lebar, ia sudah fokus pada ponsel pribadinya dan Irene tebak saat ini sudah mengontak Yerim atau bahkan Bundanya.
“Grocery store it is.” ujar Irene pada dirinya sendiri.
“Do you need any help?” bisik Irene.
Saat ini Wendy sedang menyiapkan hidangan makan malam di dapur rumah keluarga Irene. Seperti ucapannya sore tadi, ia benar-benar belanja bahan makanan dan menjadi chef untuk hidangan makan malam di rumah keluarga Bae malam itu. Bahkan tak tanggung-tanggung, Wendy menyuruh dua chef pribadi keluarga Bae untuk pulang because in her own words, Weekend ini dapur adalah miliknya. It’s off-limits for everyone except Mrs. Bae.
“Nggak Hyun, mending kamu bantuin Yerim nata meja makan di halaman belakang deh.” ujar Wendy yang masih fokus memasak hidangan yang bahkan Irene tidak tahu apa namanya.
“Udah ada bibi yang bantuin Yerim.”
“Yaudah kamu jangan disini dulu deh, kamu ngikutin aku gini malah ngeganggu. Aku takut kamu nyenggol apa gitu.”
“Just give me some tasks please. Don’t send me to the war zone.” rengek Irene.
“Kamu kenapa sih?”
“Your uncle is so...what should I say...Look, dari tadi Om kamu ngeliatin saya kayak sinis gitu and your mom, whoa I don’t know but today she looks different.”
Wendy tertawa, “Hyun, we know that my mom’s family is trying to make up for what they did to me when I was a child. Maybe this is their way to show their protectiveness towards me.”
“EXACTLY!”
Wendy mengecilkan api kompor sejenak, kemudian ia menoleh ke arah Irene dan tersenyum saat melihat bahwa Irene memang benar-benar grogi, parah. Bahkan melebihi groginya Irene saat ia diangkat menjadi CEO, lebih parah daripada saat ia proposing.
“It’s okay Hyun, they know I’m happy with you and they know that you’re the best partner I could ever ask.” ujar Wendy yang lalu mendaratkan satu ciuman tepat di bibir Irene.
A soft peck.
“Ehem..”
Irene hampir saja lompat kalau bukan karena tangan Wendy yang memegang lengannya.
“Joohyun, Om mau nyari tangga lipat. Kata adik kamu, kamu yang tau tempat tangga lipatnya.” ujar pamannya Wendy.
“Ooh… itu…”
“Udah sana kamu bantuin yang di halaman aja. I can handle this by myself.” ujar Wendy pada Irene yang meminta sinyal pertolongan padanya.
“Oh, it’s settled then. Tangganya ada dimana?” tanya Paman Do.
“Fuck..” bisik Irene pelan pada dirinya sendiri namun di dengar sangat jelas oleh Wendy.
“Good luck darling!” goda Wendy.
Acara makan malam casual yang awalnya direncanakan oleh Keluarga Bae berubah menjadi outdoor barbeque party, untungnya Wendy dan Irene sudah berbelanja beberapa bahan makanan yang cocok untuk disajikan malam itu.
Selama Wendy sibuk membantu Nyonya Bae dan Nyonya Do untuk menyiapkan hidangan, Irene selalu rungsing mengikuti Wendy kesana kemari. Padahal dirinya tidak terlalu banyak membantu sebenarnya.
Kumpul keluarga malam itu terasa sangat hangat bagi Wendy yang belum pernah merasakan momen seperti ini. Sementara itu Irene lebih banyak memberikan perhatiannya pada Wendy, ia memotong kecil-kecil steak yang ada di hadapannya kemudian menaruhnya di piring Wendy.
“Kak, potongin steak gue juga dong.” pinta Yerim
“Nanti abis Wendy ya.”
Kali ini setelah Irene memotong kecil steak tersebut, ia menusuknya dengan garpu dan mengangkatnya tepat di depan mulut Wendy, membuat sang solois menjadi salah tingkah karena gesture Irene tersebut menarik perhatian semua orang.
“Ayo ini dimakan.” ujar Irene, tidak mempedulikan orang sekitar mereka.
“Hyun…” rengek Wendy yang masih malu dengan tingkah Irene.
Sementara itu Nyonya Do dan Nyonya Bae langsung berbisik satu sama lain. Memperbincangkan tingkah laku kedua sejoli yang lucu-lucu romantis ini.
Melihat bahwa Irene tetap keras kepala ingin menyuapi dirinya, akhirnya Wendy menggigit daging sapi tersebut yang langsung membuat Irene tersenyum. Lalu ia kembali memotong daging kecil-kecil namun kali ini daging tersebut ia berikan pada Yerim.
“Ehem…” Tuan Bae berdeham, memicu perhatian seluruh orang yang duduk di meja panjang tersebut.
“Can I get your attention please?” tanya tuan Bae yang dijawab dengan anggukan oleh orang-orang yang ada disana, Irene dan Wendy tak terkecuali.
Kepala keluarga Bae itu kemudian melirik ke arah Nyonya Do dan adiknya sejenak sebelum ia menganggukkan kepalanya.
“Joohyun, Seungwan, ini udah beberapa bulan sejak kalian kasih berita ke kami kalau Joohyun proposed to you and you said yes. Have you girls settled the date?” tanya Nyonya Do.
Irene dan Wendy saling melirik satu sama lain. Sejujurnya mereka sama sekali belum pernah membicarakan tentang wedding date mereka. Dari sisi Wendy, ia benar-benar tidak memikirkan hal itu karena toh sebenarnya setelah Irene melamarnya, hubungan mereka basically and technically already like a married couple, just minus the official wedding ceremony and any formal documents they need to file.
Selain itu Wendy dan Irene juga sama-sama sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Jadi Wendy juga tidak terlalu ambil pusing, menurutnya yang penting they both commit to each others, till the death do they apart.
Sementara itu Irene sebenarnya sudah sempat beberapa kali memikirkan hal ini, namun karena Wendy tidak kunjung membahasnya jadilah Irene diam saja. Ia masih tetap pada prinsipnya bahwa ia tidak akan melakukan apa yang Wendy tidak ingin lakukan.
“Well?” tanya pamannya Wendy. Kini matanya tertuju lurus hanya pada Irene.
Di bawah meja, tangan Irene tiba-tiba menggenggam tangan Wendy dengan erat. Ia menarik napasnya dalam. Hanya ada satu tanggal yang terbesit di kepalanya. Sementara itu, Wendy mengira bahwa Irene kelewat grogi dan saat ini ia sedang meminta bantuannya untuk menjawab pertanyaan tersebut.
“9 Mei.”
“May 9th”
Irene dan Wendy sama-sama menoleh saat mendengar jawaban satu sama lain, tak lama kemudian mereka tertawa terbahak-bahak. Irene menyodorkan tangan kanannya kepada Wendy, she’s asking for a hi-five yang langsung dibalas oleh Wendy.
Namun tanpa Irene duga, setelahnya Wendy menarik tangan Irene dan mencium kecil bibir Irene beberapa kali.
“Great” peck “minds” peck “think” peck “alike.”
“Oh my god, in front of my salad? Literally?!” erang Yerim yang duduk tepat di seberang Irene dan Wendy.
Yang disindir lantas tertawa melihat tingkah hiperbola dari Yerim.
“Girls?” ujar Tuan Bae meminta penjelasan.
“Well, aku sama Joohyun baru aja nentuin tanggalnya. Barusan.” tawa Wendy.
“Maksudnya?”
“Iya, jadi kita telepati barusan. We choose that specific date.” jawab Irene.
“Kenapa tanggal 9 Mei sih? Gue kira lo mau milih valentine, knowing how yucky you two.” timpal Yerim.
“Nahh, that’s the day when I realized that I want to try this lifetime with Joohyun.” jawab Wendy yang menolehkan kepalanya dan menatap Irene lekat. Ia telah memfilter pandangan serta pendengarannya, saat ini perhatiannya hanya untuk Irene.
“It’s the most special day for us.” senyum Irene.
“Someone just please take this salad away from me.” erang Yerim lagi.
Setelah dibombardir dengan puluhan pertanyaan lainnya, Irene dan Wendy akhirnya bisa ‘kabur’ dan kembali ke kamar Irene. Kamar yang sudah cukup sering mereka tempati bersama, terutama kalau keduanya ‘dipaksa’ untuk menginap di rumah tersebut.
Bahkan kini di lemari pakaian Irene sudah tersedia slot tersendiri bagi Wendy, mereka memang sengaja meninggalkan baju disana kalau-kalau mereka mendadak menginap dan tidak sempat membawa pakaian ganti.
Irene yang sudah selesai bersih-bersih lebih dulu dibandingkan Wendy kini mengekor di belakang Wendy kemana pun ia bergerak.
“Babe, stop following me.” tawa Wendy yang sedang mengambil kapas di tasnya untuk membersihkan wajahnya.
“Nope.” jawab Irene singkat. Ia berjalan mengikuti Wendy yang kini masuk ke kamar mandi dan mulai membersihkan wajahnya.
“Yah!” pekik Wendy saat Irene tiba-tiba melingkarkan lengannya di perut Wendy dan memeluknya dari belakang.
“So, 9 Mei huh?” ujar Irene diiringi dengan ciuman di leher Wendy.
Setelah ia selesai mencuci mukanya, ia mengangguk dan menatap mata Irene melalui pantulan cermin. Ia pun masih tidak percaya rasanya bisa sampai di tahap ini.
“Are you sure it’s okay?” tanya Irene.
“Are you sure? Harusnya aku yang nanya. It’s not easy to deal with someone like me.”
“Seungwan…” nada bicara Irene berubah, tanda bahwa ia tidak suka dengan apa yang Wendy lontarkan.
“I’m just saying Hyun. You know what happened to me, to my family. If....” Wendy menghela napasnya panjang. “If something happened to our marriage and...I need to go through what my mom’s went through, I might as well die.”
Mendengar ucapan Wendy, Irene langsung memutar tubuh Wendy dan membuat her soon to be wife menghadap ke arahnya. Ia menangkupkan wajah Wendy dengan kedua tangannya dan menyibak poni yang sedikit menutupi mata Wendy.
“Seungwan, I will never do what your father did. I swear on my life.”
Mata Wendy mulai berair ketika ia melihat bahwa Irene sungguh-sungguh dengan ucapannya. Ia tahu bahwa Irene tidak mungkin melakukan apa yang papanya lakukan, but still her trauma haunts her everyday. What if her marriage also failed? After all the apple never falls far from the tree.
“Seungwan, hear me out okay? I never want anyone else. We will have our ups and downs as a couple but we will go through all of that and at the end of the day we will always seek each other.” ujar Irene yang menekankan setiap kata.
“I love you Hyun, so much. Please don’t break my heart.”
Air mata Wendy menetes saat ia mengedipkan matanya.
“I love you too, all of me loves all of you.”
Irene dan Wendy saling menatap mata mereka masing-masing. Irene cukup sedih saat ia melihat adanya ketakutan dan keraguan di mata Wendy, she hates it when Wendy doubt herself. She wants Wendy to know that Wendy is much more than what she thought she is.
Sang CEO mengelus pipi Wendy kemudian berjinjit untuk mencium kening Wendy beberapa saat. Sontak Wendy memejamkan matanya, hatinya sangat senang setiap kali Irene menunjukkan rasa sayangnya melalui tindakan seperti ini.
Setelah Irene mencium kening Wendy, ia kemudian menatap mata Wendy lagi. It’s not enough, she thought.
“May I love you tonight?” tanya Irene meminta izin pada Wendy, to do that tonight.
“Hyun…” jantung Wendy entah kenapa berdebar kencang, padahal ini bukan kali pertama mereka melakukan itu. Bahkan bisa dibilang they’re pretty active doing that awesome physical activity.
“May I?”
“But, Yerim’s room is only…”
“I don’t care, it’s only you who I care the most tonight.”
Wendy tidak menyangka Irene akan melakukan hal ini dengannya, disini. Di rumah keluarganya, di kamar yang ia pakai sejak kecil hingga saat ini, belum lagi fakta bahwa kamar Yerim ada tepat di seberang kamar Irene.
But she, too, only cares about Irene tonight.
Anggukan pelan dari Wendy membuat Irene memutus jarak mereka. Ia menempelkan bibirnya dengan bibir Wendy dan melumatnya dalam secara perlahan.
It’s warm, gentle, and tender.
Irene was exploring every curve and savoring the kiss.
Tangan Irene perlahan turun ke pinggang Wendy dan menariknya agar mereka berdua bisa lebih dekat lagi, if that even possible.
Detik selanjutnya Irene menuntun mereka berdua keluar dari kamar mandi dan berpindah ke kasur mereka. Irene yang berjalan mundur kemudian dengan hati-hati duduk di kasurnya yang kemudian diikuti oleh Wendy yang duduk di pangkuan Irene.
They did all of these without stopping kissing each other. They would never feel enough of each other anyway.
Kali ini Wendy hanya menurut dan mengimbangi ciuman yang Irene berikan padanya.
Setelah ia cukup puas dengan bibir Wendy, perlahan ia mengalihkan ciumannya ke leher Wendy dengan sesekali mencuri ciuman di bibir Wendy. Saat napas Wendy mulai memendek, Irene justru turun ke bagian lain yang ia tahu akan membuat Wendy flying to that heaven.
“Hyun...just….hmm”
“Just what?”
Wendy menarik baju Irene dan langsung melepas kancing demi kancing yang menutupi tubuh Irene.
“Just love me. Take all of me tonight and let me take you too.”
08.01 AM
The bunny and hamster on heat pagi ini masih meringkuk di bawah selimut dengan posisi berpelukan. Irene yang sudah lebih dulu terbangun kini memperhatikan Wendy yang masih terlelap di pelukannya.
The heat from each others’ body feels so comfortable for her.
Irene serasa terhipnotis pagi ini. Ia tidak bisa berhenti melihat setiap lekuk wajah Wendy sampai pada akhirnya ia berinisiatif untuk mencuri satu ciuman singkat. Irene mendekati wajah Wendy lalu mengecup pelan bibir Wendy.
Namun tindakannya itu justru membuatnya tidak bisa berhenti. Pada akhirnya ia mengecup bibir Wendy beberapa kali dan membuat Wendy akhirnya menggeliat terbangun dari tidurnya.
She feels something or someone on her lips.
“Hyun…”
“Hmm?”
Another kiss.
“What’s this?” tanya Wendy dengan suaranya yang serak.
“Morning kiss.”
Another kiss stolen.
“What?” tawa Wendy pelan. Matanya masih terpejam, beberapa kali mengerjap untuk menatap Irene singkat walau pada akhirnya kembali terpejam.
“Our morning kiss.”
“I know but you stole it, technically.” Wendy tersenyum ke arah Irene. Kali ini ia memaksa dirinya untuk membuka kedua matanya.
“I’ve been thinking. Maybe I need to show you more how much I love you, be it through words or action, can I?”
“You did it though? Apa bedanya? I always feel loved.”
“But sometimes, saya masih lihat keraguan di mata kamu. Like last night. So whenever you feel like that, I’ll remind you that you’re loved.”
“Thank you.” ujar Wendy yang kemudian balik mencuri ciuman di bibir Irene.
Tangan Irene kemudian membelai kepala Wendy lalu turun mengelus pipi Wendy. “I’m happy you no longer flinch when I touch you.”
“Mmm, they love your touch now.”
Sedetik kemudian mereka berdua kembali berciuman. Kecupan-kecupan ringan tersebut berubah menjadi ciuman lembut dan dalam yang kemudian meningkat menjadi ciuman yang jauh lebih intens dan cepat.
Keduanya mulai terbawa suasana. Perlahan Irene berganti posisi, tubuhnya berada di atas Wendy dengan kedua tangannya mengurung tubuh Wendy sembari sesekali tangan kanannya mengelus pipi Wendy. Sementara itu tangan Wendy mengalung di tengkuk Irene.
Ciuman mereka berubah menjadi lumatan-lumatan intens, tanpa sadar tangan Irene sudah turun dan mengelus perut Wendy sementara Wendy pun sudah menjalar di punggung Irene.
Mata mereka masih tertutup rapat dengan napas yang mulai berderu dan tak beraturan.
What should be their morning ritual, an innocent morning kiss, turned into something lustful.
Irene mengerang marah saat ia mendengar ponselnya berdering. Seharusnya ia matikan saja ponselnya semalam.
“Hyun, yourh...phone…”
“Later.”
Ponsel Irene berhenti berdering namun detik berikutnya kembali berbunyi.
“Maybe...you….Hyun...the call…”
“I said later.”
Tok! Tok! Tok! Tok! Tok! Tok! Tok!
Irene terpaksa menghentikan ciuman mereka berdua ketika ia mendengar ketukan kencang di pintu kamarnya. Napasnya masih berderu dengan matanya yang terpejam.
Wendy tertawa pelan saat ia mendengar Irene menggeram kesal. Tangannya mengelus kepala Irene pelan, sedikit usaha untuk meredakan emosi Irene.
“What?!” teriak Irene ke arah pintu.
Tak lama kemudian mereka mendengar suara pintu terbuka, membuat mata Wendy terbelalak. Ia baru ingat kalau semalam mereka sama-sama lupa mengunci pintu.
“Are you decent?” tanya Yerim, kepalanya menyembul di celah pintu. Namun tak lama kemudian mata Yerim melihat baju yang berserakan di sekitaran kasur Irene dan detik berikutnya terdengar lengkingan protes dari mulut Yerim.
Well of course not. They’re both naked and Wendy is sure at least Yerim can see her sister’s back, naked, hovering over her body.
“I thought last night was enough for you two?!” teriak Yerim.
“Yerim I swear you're gonna be dead.” ujar Irene
“Hey! Gue cuma mau ngasih tau ya Kak Seulgi sama Kak Jen daritadi nelponin lo! Kata mereka itu urgent dan lo disuruh angkat telpon!” gerutu Yerim yang kemudian menutup pintu dengan cukup keras.
Wendy langsung menoleh ke arah night stand tempat Irene menaruh ponselnya. Sedangkan Irene justru terlihat tidak peduli. Ia masih kesal karena paginya diganggu seperti ini.
Melihat mood Irene yang buruk, Wendy menggapai ponsel tersebut dan membuka kunci layar. Dengan segera ia menelpon balik Seulgi yang rupanya merupakan orang terakhir yang menelpon Irene tadi.
“Halo?”
”God, Ren! Susah banget sih lo ditelpon?!”
Wendy terkejut mendengar suara Seulgi yang terdengar kesal. Ini baru pertama kali ia mendengar Seulgi berbicara dengan nada seperti itu.
“Uhm, it’s me. Joohyun is still in a bad mood but she’s listening to this call.”
”Ren get your ass from there and just come to the office. Kantor cabang kita bermasalah, now they’re doing demonstration.”
Ekspresi wajah Irene sontak berubah drastis. Ia mengambil ponselnya yang ada di tangan Wendy dan mengubah mode loudspeaker menjadi mode speaker biasa kemudian ia mencium pelipis Wendy sejenak sebelum bangkit dari kasur lalu berjalan ke arah kamar mandi.
Wendy merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar tersebut.
’what a Saturday morning?’
Ia kemudian ikut bangkit dari kasur untuk mengunci pintu kamar lalu mengambil pakaian mereka yang berceceran. Wendy kemudian mengenakan bathrobe lalu berjalan masuk ke kamar mandi, sedikit menguping isi pembicaraan Irene dan Seulgi.
’It seems something bad happened.’ batin Wendy
Mengetahui bahwa Irene akan pergi ke kantor as soon as possible, Wendy kemudian berinisiatif untuk menyiapkan baju kerja bagi Irene. Ia berdiri di depan lemari Irene lalu memilih-milih pakaian yang kiranya akan cukup nyaman Irene gunakan namun tetap terlihat formal.
“I’m sorry, I think I need to…” ujar Irene yang baru saja selesai menerima telpon. Ia memeluk Wendy dari belakang dan menaruh dagunya di pundak Wendy.
“It’s okay Hyun, I swear.”
“Saya akan pulang sebelum jam 4. Acara halloweennya jam 7 kan?”
“Hyun, itu nggak penting kok. It's just a party. Kalau kamu nggak bisa, jangan dipaksa ya?” jawab Wendy yang masih sibuk memilih pakaian.
“No, no. This is the first time you invite me to your agency’s party. I know it means something for you.”
“Kalau kamu nggak bisa, aku juga nggak dateng kok. Seriusan nggak ada masalah, it just a halloween party.”
“I’ll try my best okay?”
Wajah Irene masih terlihat sangat bersalah. Wendy tersenyum untuk meyakinkan Irene bahwa ia sama sekali tidak marah. Ia mencium bibir Irene singkat untuk kembali meyakinkan Irene.
“Sure, udah sekarang kamu mandi terus siap-siap ya? Aku udah pilihin baju, terus ini mau siapin sarapan buat kamu.”
Irene menyandarkan tubuhnya ketika layar LCD yang digunakan untuk meeting dengan perwakilan pekerja menunjukkan tanda bahwa meeting tersebut telah selesai. Ia menghela napas panjang namun bersyukur bahwa masalah hari itu terselesaikan dengan ‘cepat’.
Rupanya terdapat rumor yang beredar di kalangan pekerja bahwa Perusahaan akan melakukan PHK besar-besaran setelah adanya pengumuman bahwa Bae Corp akan melakukan akuisisi atas salah satu perusahaan IT yang cukup besar di negara itu. Rumor tersebut kemudian menyebar dengan sangat cepat dan membuat keresahan yang berlebih.
Irene butuh melakukan pendekatan dan meyakinkan pekerja-pekerjanya bahwa hal tersebut tidak berdasar dan tidak benar. Perundingan antara Perusahaan dan Pekerja cukup memakan waktu karena mereka masih resah dan takut bahwa ucapan Irene hanya untuk menenangkan mereka hari itu saja.
Untungnya setelah Irene mengirim Jennie dan Johnny ke kantor cabang mereka sebagai perwakilan Perusahaan pusat dan melakukan meeting dengan perwakilan Pekerja, akhirnya demonstrasi Pekerja dapat dibubarkan.
“Good job again boss! As always!” ujar Minjeong menunjukkan dua ibu jarinya.
Ia dari tadi duduk di sebelah Irene dan membantu menyuplai info-info yang Irene butuhkan serta menulis hal-hal penting yang harus diperhatikan Irene.
“You too. Thank you for today. Maaf ya hari libur kamu keganggu.” ujar Irene.
“Part of the job. It’s okay kak. Anyway, bukannya sore ini ada halloween party?”
“Damn! You’re right!” Irene buru-buru melihat jam di layar ponselnya.
18.01
She has time but not enough to prepare her costume.
16.32 Mine: Hey, kalo kamu nggak bisa dateng jangan dipaksa ya 💙 Mine: I wish nothing bad happened to the Company. There isn’t any bad news right? :( Mine: Anyway, aku tetep dateng ke acaranya. It’s okay, kan? I already prepared the costume so it’s such a waste kalo aku nggak dateng. Mine: Aku janji nggak minum! 😜 Mine: Eh minum deh, tapi dikit. Pokoknya nggak sampe mabok, I swear! See you at home ya! 😘
Irene tertawa saat membaca pesan terakhir dari Wendy. Sebenarnya ia tidak ada masalah kalau Wendy datang ke pesta halloween tersebut, namun tetap saja ia ingin datang juga.
“Minjeong”
“Yes boss?”
“Kalau dateng ke acara halloween kayak gini gimana?” tanya Irene menunjuk ke arah dirinya.
“Party pooper.” jawab Minjeong cepat saat melihat dress putih yang Irene kenakan.
“But I have an Idea.”
“You do?”
“Percaya aja deh sama aku! Gimme your car key, we need to be fast.”
“Minjeong, ini saya keliatan aneh apa gimana sih?” Irene berbisik ke arah minjeong.
Saat ini keduanya sedang berjalan di basement gedung tempat halloween party diselenggarakan. Irene sesekali melirik ke arah mobil-mobil yang terparkir dan melihat pantulan dirinya dari kaca.
“Nggak kok kak! Serius deh pas Kak Wendy liat pasti langsung berbunga-bunga itu matanya.” kekeh Minjeong, setengah menggoda Irene.
“Well if you say so…”
Minjeong lagi lagi menunjukkan kedua ibu jarinya, meyakinkan bosnya kalau idenya kali ini brilian.
Keduanya berjalan berdampingan memasuki lift menuju hall tempat pesta tersebut berlangsung. Irene sengaja membawa Minjeong kesini sebagai kamuflase bahwa ia hadir di acara tersebut sebagai tamu undangan, as the shareholders of the agency.
“Minjeong, seriously do I look good? Tell me honestly.” tanya Irene yang melihat pantulan dirinya saat pintu lift tertutup. Tangannya lagi-lagi memegang bando telinga kucing yang terpasang di kepalanya.
“Oh my god boss! I told you, you look like a hot mama cat!” ujar Minjeong yang buru-buru menutup mulutnya saat melihat Irene memelototi dirinya. “You asked me to be honest okay?”
Irene menarik napasnya dalam, ia melihat ke lampu indikator yang ada di lift tersebut. Sebentar lagi mereka akan sampai di venue.
Sang CEO berjalan keluar dari lift dengan tegap, matanya langsung mengedar ke seluruh ruangan mencari keberadaan Wendy. Sementara itu Minjeong segera mengeluarkan undangan halloween party dari tasnya dan menunjukkan kepada resepsionis yang berjaga di pintu masuk hall. Ia segera menuliskan nama Irene sebagai shareholders kemudian ia berlari kecil mengejar Irene yang sudah menyelonong jauh ke dalam.
“Kamu jangan jauh-jauh dari saya okay? Tapi kalau mau makan atau apa gitu terserah kamu aja. Handphone jangan disilent.” ujar Irene yang dibalas dengan anggukan oleh Minjeong.
“Awesome, now I can see lots of celebrities here.” bisik Minjeong pada dirinya sendiri
Beberapa orang menyapa Irene saat melihat kehadirannya disana. Mereka cukup terkejut melihat Irene hadir di acara party ini, mengingat Irene sangat jarang datang ke pesta-pesta seperti ini.
Party is never her thing. Chit-chatting just for the sake of keeping the conversation flow is so hard for her.
“Oh my…..pretty cousin!”
Irene menoleh saat ia mendengar suara Taeyeon. Sepupunya itu hari ini memilih untuk menjadi harley quinn.
’Fits her so well’ batin Irene
“Ohoo what a hot cat you are today, eh?” goda Taeyeon.
“Mana Wendy?”
“The last time I saw her, dia lagi battle di karaoke machine.” Taeyeon menunjuk ke arah timur dari tempat mereka berdiri saat ini.
“Okay thanks. You look great by the way.”
“I’m aiming for the best costume today. Yaudah sana enjoy the party ya!”
Irene bergegas berjalan ke arah yang ditunjuk oleh Taeyeon, namun belum sampai di tempat yang di maksud, seseorang menepuk pundak Irene.
“Aww so cute!!” pekik Wendy saat Irene berbalik badan.
Mendengar ucapan Wendy, Irene menjadi malu. Apalagi saat Wendy petting her head and poking her tails.
“Cat Rene” goda Wendy.
“Ini ide Minjeong. Tadi waktunya mepet banget terus Minjeong punya ide buat nyari ini sama ini.” ujar Irene menunjuk bando telinga kucing dan buntut kucing yang ia kenakan.
“So, what’s the score for my costume?” lanjut Irene sembari tersenyum, ia menyengir cukup lebar, sebenarnya lebih ke arah malu karena bisa-bisanya Wendy yang all-out seperti ini namun pasangannya justru datang ‘seadanya’.
Wendy melihat Irene dari ujung kaki ke ujung kepala, lalu ia sengaja akting seakan-akan sedang ‘menilai’ penampilan Irene. Tangannya ia taruh di dagu.
“You look....like a total milf so...” bisik Wendy sengaja membuat efek dramatis.
“Seungwan...”
“Hmm…Perfect 10.” tawa Wendy yang malam itu memakai kostum ala black widow.
Irene menghela napas lega.
Wendy menggandeng tangan Irene untuk menuju tempat yang lebih lengang, ia tahu kalau Irene tidak terlalu suka keramaian. Sepanjang mereka berjalan mencari bar stool yang kosong, Wendy menyapa orang-orang yang ia kenal.
Niatnya adalah agar orang-orang melihat bahwa malam ini ia tidak datang sendirian. Lowkey memperkenalkan Irene sebagai pasangannya. Mau tidak mau Irene harus ikut beramah tamah apabila teman-teman Wendy tersebut mengikutkan dirinya dalam percakapan.
She isn’t a chit chat person but for Wendy’s sake she’s willing to do it.
Terutama saat Irene melihat betapa senangnya Wendy ketika di goda oleh MUA-nya bahwa mereka berdua terlihat serasi.
Wendy menepuk bahu Irene sekilas dan berbisik bahwa ia akan pergi sejenak untuk mencarikan makanan ringan dan minuman yang bisa Irene minum, she doesn’t drink alcohol after all.
Irene hanya mengangguk. Toh ia cukup nyaman duduk di antara tim-nya Wendy dan seorang aktris yang baru Irene ketahui ternyata juga cukup akrab dengan Wendy.
Setelah mendapatkan lampu hijau dari Irene, Wendy segera bergerak kesana kemari, melihat jenis-jenis santapan yang dihidangkan malam itu beserta minuman yang kira-kira bisa Irene nikmati.
“Damn girls, have you seen Irene Bae just now?”
Gossip beberapa orang yang tidak begitu jelas dilihat oleh Wendy. Posisi orang-orang tersebut ada di belakang Wendy dan ia tidak ingin memutar tubuhnya saat ini, ia hanya ingin tahu mereka berbincang-bincang apa tentang Irene.
“Ohh! She’s getting hotter, I swear! Also tadi gue liat dia kayaknya kesini cosplaying as a cat? So cute and hot at the same time! I wanna pet her head!”
“Terakhir gue liat dia tuh di acara charity gitu. Damn she’s still mysterious as always. Masih single nggak sih dia?” balas suara perempuan lainnya.
“Biasanya sih kalo keluarga pengusaha gitu pasti udah ada pasangannya lah. Kalopun belum, paling juga dijodohin.”
“Girls, rumornya she already has someone. You know what the biggest surprise is?”
“Hah apa emangnya?”
“So I heard that Wendy is now taking her chance on her!!”
“Are you fucking real? Dia lagi??”
“Mending juga Irene sama gue daripada sama Wendy. Kenapa sih si Irene mau sama Wendy? Apa benefitnya coba? Apa dia cuma mau nyari pengalaman aja ya?”
Ketiga wanita yang dari tadi bergosip ria tertawa saat mendengar kalimat terakhir tersebut.
Wendy berhenti mengambil makanan yang tadinya hendak ia bawa untuk Irene. Rahangnya mengeras saat ia mendengar percakapan yang makin lama makin membuatnya emosi. Tangannya sudah siap untuk paling tidak menyiram ketiga perempuan yang ada di belakangnya itu.
“They’re not worth it, love.” bisik Irene yang tiba-tiba ada disebelahnya.
“I don’t care what they said about me, but they talked about you like that!” desis Wendy.
“Udah kita balik aja ya ke meja kita tadi? Temen-temen kamu kan ada disana juga.” bujuk Irene. She didn’t want Wendy to do anything that would harm her own reputation. To be honest Irene doesn’t care about what they said too.
Keduanya berjalan kembali menuju meja mereka dan menemukan Minjeong sudah berbincang-bincang dengan Sam dan MUA Wendy. Saat Wendy melihat Minjeong, tiba-tiba ia mendapatkan suatu ide.
“Minjeong, lepasin choker kamu cepetan.” ujar Wendy dengan sedikit menuntut.
“Hah?” tanya Minjeong kaget.
“Udah cepetan. Nanti aku ganti. Sam foto dulu ini barangnya, nanti tolong cariin yang sama persis.”
Baik Minjeong maupun Sam hanya bisa melihat ke arah Wendy dengan penuh tanya namun keduanya tetap mengikuti instruksi Wendy. Setelah Sam selesai memfoto leather choker milik Minjeong, Wendy segera mengambil choker tersebut. Kemudian ia lepas bandul yang menggantung di choker tersebut.
Irene terkejut saat ia melihat kalung yang dulu pernah ia berikan pada Wendy sewaktu mereka masih kecil dipakai oleh Wendy saat itu. Kalung dengan liontin lingkaran yang ditengahnya terukir inisial SW.
Wendy melepaskan liontin tersebut dan memasangkannya pada choker milik Minjeong. Ia tersenyum puas saat melihat bahwa it’s still somehow match. Lalu ia memasangkan choker tersebut di leher Irene.
“Aww, my cute cat. Don’t take away this one okay?” ujar Wendy sambil menepuk puncak kepala Irene as if she's petting her cat.
Sontak Minjeong tersedak saat melihat pemandangan di depannya.
’What the? Is this a pet and master relationship?’ batin Minjeong yang langsung menggelengkan kepalanya.
Wendy kemudian menggandeng Irene dan setengah menyeretnya untuk berjalan kembali ke arah tempat dimana ia mendengar orang-orang yang tadi bergosip tentang dirinya dan Irene.
“Let’s go.” ujar Wendy.
Keduanya berhenti di dekat chocolate fountain saat Wendy melihat sosok yang tadi tengah membicarakan mereka berdua. Rupanya sosok tersebut merupakan salah seorang solois yang juga merupakan rival satu agensinya.
“Seungwan… no.” bisik Irene
“Trust me, I won’t humiliate us.” balas Wendy yang kemudian berjalan menuju arah ketiga wanita tadi.
“Well look who’s here?” ujar sang rival.
“Hey, we just wanna say hi. Denger-denger tadi kalian ngomongin kami berdua.” ujar Wendy sembari menunjukkan senyumannya.
“Huh, no way. Kalian pasti salah denger.”
“Ahh I see… tadi gue denger katanya kalian penasaran ya sama Irene. So I wanna introduce her. Irene, this is my fellow colleague…” ujar Wendy memperkenalkan beberapa orang yang ada dihadapan mereka.
Irene membungkuk singkat dan memberikan senyuman profesionalnya yang selalu ia tunjukkan dalam acara formal. Seperti yang Wendy duga, saat Irene membungkuk, rambutnya yang tergerai ikut bergerak mengikuti gerakan tubuh Irene.
Seperti sudah sangat mengenal kebiasaan Irene, Wendy juga sudah memprediksi bahwa Irene akan menyibakkan rambutnya ke belakang. Gerakan tangan Irene tadi cukup menyita perhatian yang membuat lawan bicaranya menyadari leather choker yang Irene kenakan dan mereka bisa melihat jelas inisial SW yang menjadi bandul choker tersebut.
and that’s when Wendy drop her bomb.
“...and girls, this is Irene, my fiancée. We would like to invite you three on our wedding day. So yeah, she’s off-limits.” ujar Wendy yang kemudian mengalungkan lengannya dengan lengan Irene dan mencium sekilas pipi Irene.
Minjeong dan Sam yang melihat interaksi tersebut dari jauh hanya bisa mengedipkan mata mereka berdua.
“God, I swear Wendy always makes me working extra on weekend.” ujar Sam yang langsung melihat kesekeliling mereka, mengira-ngira siapa saja yang melihat kejadian barusan.
“Yeah, we gotta deal with the press too. Perfect 10.” timpal Minjeong.