Queendom Restaurant
21. The Fragrant Flashback
Ruangan VIP berukuran 21 meter persegi tersebut sangatlah sunyi senyap. Hanya terdengar suara desis pelan dari air purifier dan suara sayup-sayup pembawa berita dari televisi yang dibiarkan menyala.
Joohyun masih dalam posisi duduk menghadap kasur pasien, tempat Minjeong saat ini berbaring. Ia sesekali menyeka poni yang menutupi wajah anak perempuannya itu dan memandangi wajah mungil yang sedang beristirahat setelah sebelumnya harus merasakan pahitnya akibat dari memakan ayam yang memicu alerginya itu.
Sementara itu, Seungwan yang duduk di sofa dapat melihat dengan jelas saat Joohyun menghela napasnya beberapa kali. Mungkin sang Ibu tidak menyadarinya, namun Seungwan melihat dengan jelas kekhawatiran di raut wajah Joohyun. Hal ini membuat hatinya semakin tidak enak, walaupun Joohyun sudah berkali-kali mengatakan bahwa yang sudah terjadi adalah pure kecelakaan tanpa ada kesengajaan.
Setelah satu jam duduk di satu ruangan yang sama dengan Joohyun, terdapat beberapa pertanyaan yang mulai muncul di benak Seungwan. Pertama, ia menyadari bahwa nama Minjeong adalah Kim Minjeong, sedangkan ia ingat betul tadi Joohyun memperkenalkan dirinya sebagai Bae Joohyun. Kedua, Seungwan sama sekali tidak melihat adanya cincin di jari tangan Joohyun dan hingga saat ini pun ia belum melihat sosok dari Ayah Minjeong.
Apabila dugaannya memang benar, besar kemungkinan Joohyun adalah single parent dan nama marga Minjeong diambil mengikuti marga Ayahnya, yang entah ada dimana. Namun Seungwan buru-buru menggelengkan kepalanya, hal ini bukan urusannya. Ini merupakan ranah privasi Joohyun dan Minjeong.
“Kamu ngantuk?” suara Joohyun memecah keheningan.
Ia melihat Seungwan beberapa kali menggelengkan kepalanya dan mengira bahwa stranger di depannya ini sudah kelelahan.
Seungwan buru-buru menggerakkan tangannya dan menggeleng, suatu reaksi refleks karena ia tidak sempat mempersiapkan dirinya untuk menjawab pertanyaan Joohyun dengan kata-kata. Bahkan kalau boleh jujur, ia sama sekali tidak menyangka bahwa Joohyun akan mengajaknya berbicara.
“Kalau ngantuk bisa tiduran aja di sofa itu, aku gak akan pindah dari kursi ini.” ujar Joohyun sembari tersenyum ke arah Seungwan.
“E-eh nggak ngantuk kok Mbak...Eh Joohyun maksudnya.”
Joohyun terkekeh mendengar Seungwan yang masih tergagap saat memanggil namanya. Ia mengangguk pelan namun tetap menatap Seungwan dengan serius.
Saat pertama kali bertemu dengan Seungwan di pintu masuk IGD, Joohyun tidak begitu memperhatikan wajah dari sosok chef yang membawa putrinya ke IGD namun setelah keduanya bertemu kembali di ruangan VIP ini, Joohyun menyadari beberapa hal yang cukup mengusik dirinya.
Pertama, ia tidak bisa melupakan senyuman yang diberikan oleh Seungwan saat mereka bertemu kembali setelah pertemuan pertamanya di IGD. Seungwan awalnya terlihat kikuk dan masih merasa bersalah atas kejadian yang menimpa Minjeong, sehingga Joohyun harus berkali-kali mengatakan bahwa ia sama sekali tidak marah terhadap Seungwan.
Kedua dan yang paling penting, rasa penasarannya akan Seungwan meningkat drastis saat Joohyun mencium aroma parfum ketika ia berjabat tangan dengan Seungwan. Aroma yang sudah selama 3 tahun ini menghantuinya dan aroma yang sama sekali tidak bisa ia lupakan hingga saat ini.
Flashback
Februari 2018 Joohyun sama sekali tidak mengingat apa yang terjadi, ia hanya tahu bahwa saat ini kendaraan yang ia tumpangi sudah terbalik 180 derajat dan ia terhimpit antara kursi penumpang dengan dashboard mobil.
Ditengah keadaan dirinya yang sadar dan tidak sadar, Joohyun dapat melihat bahwa penumpang lain yang ada di dalam mobil tersebut sudah tak sadarkan diri atau bahkan sudah meninggal, mengingat ia melihat adanya darah segar yang mengalir dari pelipis mereka.
Seketika Joohyun panik saat ia menyadari bahwa ia tidak bisa menemukan Minjeong. Napasnya tercekat dan Joohyun perlahan merasakan nyeri di dada kirinya serta ia baru saja menyadari bahwa tangannya kemungkinan besar patah karena ia sama sekali tidak bisa menggerakkan lengan kirinya.
”Min...jeong…” bisik Joohyun pelan, kepalanya mulai terasa nyeri.
Joohyun berusaha sekali lagi mencari sosok bayi mungil tersebut namun ia tidak bisa menemukannya dengan kondisinya saat ini.
Namun perlahan ia mendengar suara tangisan anak bayi dan suara seseorang yang cukup panik, kemungkinan sedang menelpon ambulans.
”Astaga! Masih ada yang selamat! Tolong cepet kesini! Masih ada satu penumpang yang selamat!”
Menyadari kemungkinan ini, Joohyun merasa sedikit lega walaupun jujur saja saat itu ia benar-benar takut untuk mati, ia tidak ingin meninggalkan Minjeong sendirian di dunia yang kejam ini.
Perlahan kesadaran Joohyun mulai menghilang, yang terakhir kali bisa ia ingat sebelum ia pingsan adalah wangi campuran yang cukup khas wood, musk, amber, dan vanilla serta suara seseorang yang menyanyikan lagu bintang kecil untuk menenangkan Minjeong yang masih menangis histeris.
End of Flashback
“Joohyun?”
Suara Seungwan menyadarkan Joohyun dari lamunannya. Aroma parfum Seungwan telah membawanya ke ingatan akan tragedi hari itu. Entah mengapa, rasa penasaran yang selama setahun belakangan sudah berhasil ia pendam sedikit demi sedikit, kini justru kembali menyeruak saat lagi-lagi ia mencium aroma parfum itu dari tubuh Seungwan.
“2 Februari 2018, kamu ada dimana?” tanya Joohyun pada Seungwan.
“Hah? Sorry?”
Joohyun menggeleng, tidak mereka tidak sedekat itu untuk dirinya menanyakan hal yang terlampau pribadi pada Seungwan. Mungkin lebih baik ia menanyakan hal yang terdengar lebih general.
“No, nevermind. Uhm, sorry kalau terdengar aneh, tapi parfum kamu apa? Wangi badan kamu unik banget soalnya.”