THE ONLY EXCEPTION
Sepasang mata terbuka lebar di tengah kegelapan, memandangi sosok yang terlelap di hadapannya. Wendy memperhatikan betapa terlelapnya Irene saat itu, ia terlihat sangat kelelahan. Hal yang wajar dan tidak membutuhkan penjelasan panjang lebar karena workload Irene akhir-akhir ini memang sedang meningkat pesat.
Terlebih Irene baru saja mengambil keputusan yang cukup riskan dengan mengganti hampir setengah dari susunan Direktur di Perusahaannya setelah menemukan bukti-bukti bahwa penggelapan pajak yang terjadi merupakan suatu permufakatan yang dilakukan oleh beberapa Direktur tersebut.
Wendy memperhatikan gerakan dada Irene yang naik turun berirama dan ia sempat tertawa pelan saat melihat bibir Irene yang melengkung seakan-akan ia sedang cemberut.
Semenjak keduanya memutuskan untuk tidur di kamar tidur utama, kamar tidur yang dulunya ditempati oleh sang solois, Wendy seringkali menemukan dirinya terbangun tengah malam hanya untuk memperhatikan Irene yang sedang terlelap.
Terdengar creepy but it’s a new habit of hers that she likes. Tak jarang pula Wendy mengubah posisi tidurnya agar bisa lebih dekat dengan Irene atau agar ia bisa tertidur dalam pelukan Irene ketika ia sedang lelah-lelahnya karena pekerjaan. As weird as it sounds but sleeping inside Irene’s embrace does makes her sleeps better at night.
Namun kali ini Wendy tidak ingin mengganggu tidur Irene yang sangat pulas karena ia tahu Irene saat ini sangat kelelahan. Irene notabenenya merupakan light sleeper jadi suara sekecil apapun atau gerakan sepelan apapun bisa membangunkannya dan Wendy tidak ingin mengganggu tidur Irene.
Wendy menempelkan sidik jarinya pada layar ponselnya dan seketika matanya harus mengernyit kesilauan. Ia melihat saat itu sudah tiga dini hari, hanya tiga puluh menit sebelum ia harus mulai bersiap untuk schedule-nya. Jadwal dadakan yang belum sempat ia bincangkan dengan Irene, saking sibuknya mereka.
Truth to be told, saking sibuknya Irene.
Sudah sebulan lebih Irene selalu pulang lembur, banyak janji-janji dates mereka yang harus dibatalkan, bahkan janji makan bersama kedua orangtuanya pun tidak luput menjadi korban dan tiap kali Irene harus membatalkan janjinya, Wendy tahu bahwa Irene akan semakin stress.
One of Irene’s traits yang seperti pisau bermata dua adalah sikapnya yang sangat menepati janji dan selalu merasa bersalah ketika ia tidak bisa menepati janji. Of course, ini sifat yang baik tapi Wendy tahu bahwa Irene pun membatalkan janjinya bukan karena kemauannya namun karena terpaksa keadaan. Jadi Wendy pun tidak banyak ambil pusing, walau kadang ya Wendy juga merasa kesal because she already planning how she wants to spend her time with her Joohyun.
So, awalnya Wendy sudah menjadwalkan bulan ini untuk tidak mengambil kerjaan apapun karena tadinya ia ingin mengajak Irene untuk berlibur. Namun rencananya itu sudah pasti tidak bisa dilakukan, akhirnya Wendy mulai menerima tawaran-tawaran yang diberikan padanya.
Bisa dibilang seperti mengisi waktu selama ia tidak bisa bertemu dengan Irene. A bit cringe for Wendy to admit that saat ini ia jauh lebih manja dan clingy jika dibandingkan dengan awal-awal mereka menjalin hubungan. Apalagi setiap ia harus sendirian di apartemennya itu, tangan Wendy selalu gatal untuk mengirimkan pesan pada Irene dan menanyakan kapan ia akan pulang.
Biasanya Wendy selalu memberitahu Irene tentang schedule-schedulenya dan tidak jarang Irene tiba-tiba mengirim sesuatu ke lokasi tempat ia melangsungkan pekerjaannya itu bahkan pernah pula Irene mampir walau hanya sebentar.
Such an Irene way to show her affection.
Namun kali ini Wendy benar-benar lupa memberitahu Irene dikarenakan jadwal ini merupakan jadwal yang cukup mendadak but well she will just tell Irene later through text.
Perlahan Wendy keluar dari balutan selimut sembari melihat ke arah Irene, takut-takut ia membangunkannya tanpa sadar. Kemudian ia berjingkat pelan mengarah ke pintu keluar, lebih baik ia menggunakan kamar mandi yang ada di dekat kamar tamu daripada ia menggunakan kamar mandi yang ada di dalam kamarnya dengan resiko membangunkan Irene.
Baru saja tangan Wendy menyetuh kenop pintu, ia mendengar suara parau Irene.
“Seungwan? Love is that you?”
Wendy merutuki dirinya sembari berjalan ke arah sisi kasur yang ditempati Irene.
“Hey, sorry I woke you up. Tidur lagi hm?” ujar Wendy yang disambung dengan kecupan singkat di pipi Irene dan belaian halus di kepalanya.
Irene mengerang pelan namun Wendy bisa melihat jelas bagaimana ia tersenyum setelah merasakan kecupan singkat di pipinya.
“Ini jam berapa? Kok udah bangun?” tanya Irene yang memicingkan matanya, berusaha untuk tidak menyerap terlalu banyak cahaya.
Wendy tidak langsung menjawab pertanyaan Irene. Otaknya berpikir dengan cepat, kira-kira jawaban seperti apa yang harus ia sampaikan di pagi buta seperti itu, namun tanpa sadar Wendy mengigit bibirnya pelan dan hal ini justru membuat Irene sadar bahwa saat itu Wendy sedang kelimpungan.
“Hey, don’t bite your lips.” ujar Irene. Tangannya dengan cepat mengusap bibir Wendy kemudian bertengger, menangkupkannya di pipi Wendy.
“Kamu mau ngapain?” tanya Irene lagi.
“So...I forgot to tell you that today I’ve a schedule.”
Seketika ekspresi Irene berubah menjadi serius setelah ia mendengar jawaban Wendy.
“Jadwal apa hari ini? Gak bisa di cancel aja?”
Wendy menggeleng pelan, “Nggak bisa, soalnya kalau aku cancel nanti jadi efek domino kebelakang and I couldn’t risk it. More like the company couldn’t.”
“Jadwal apa sih emangnya?”
“So, I’ve become a permanent member di salah satu acara variety show gitu. Konsepnya busking dari kota ke kota gitu.”
“Come again? Jadi nanti kamu pergi-pergi gitu? Terus rekaman beberapa hari?”
Wendy mengangguk, “Yes, tapi aku udah pastiin kok jadwal aku gak bakal pergi kejauhan atau kelamaan. In fact, cuma ada satu busking doang yang aku harus rekaman selama weekend. Sisanya aku gak nginep. No worries Hyun.”
Irene mendengus kesal, “Cancel aja ya?”
“Joohyuuuun, kamu tau kan aku suka banget nyanyi dan main alat musik? This variety show is like particularly made for me, masa aku cancel? Lagipula, gak profesional banget dong aku?” rengek Wendy.
“Cancel aja please, just today’s recording. Aku yang bilang deh ke Taeyeon. Bahkan kalau ada kerugian aku yang nanggung”
O…kay…..
A new trait that Wendy found about Irene is kalau dia marah sama Wendy pasti ada tingkatannya dan itu semua bisa kelihatan dari cara Irene berbicara dengan Wendy. When her emotions are not in her control, sosok Irene yang sangat formal terhadap dirinya akan tiba-tiba hilang. Tingkatan paling rendah, Irene akan kelepasan menggunakan kata ‘aku’ saat ia merujuk pada dirinya sendiri. Tingkatan kedua, Irene akan berbicara dengannya menggunakan nada bicara yang perlahan akan naik. Tingkatan terakhir, Irene akan memanggil dirinya dengan sebutan ‘Wendy’ bukan ‘Seungwan or Love’ like she always did.
Bukan Wendy namanya jika ia tidak mempunyai seribu cara untuk menurunkan emosinya Irene. Ini masih terlalu pagi, males juga kalau harus berantem. Also, she has to prepare for her schedule.
Wendy yang awalnya hanya duduk di tepi kasur, kini langsung merebahkan separuh tubuhnya menimpa Irene dan melesakkan wajahnya di leher Irene, membenamkan wajahnya disana. Ia mencium leher Irene beberapa kali dengan manja.
“Gak aku cancel ya? Let’s say kamu bisa ganti kerugiannya, tapi untuk nyari jadwal yang cocok dari semua castsnya kan susah. Lagipula, awal aku terima tawaran ini karena aku kesepian di apart sendirian, kamu lagi sibuk-sibuknya dan tiap aku sendirian tuh selalu rungsing gitu. Kamu sendiri tau kan?” bujuk Wendy.
“Okay, so it’s my fault I know. I’m sorry, saya janji saya nggak sibuk lagi. So please, kamu cancel ya jadwal kamu.”
“Noooo bukan itu maksudnya. It’s not your fault at all, itu bagian dari tugas kamu. Aku gak mau liat kamu stress sendiri mikirin tanggung jawab di pundak kamu disandingin sama aku. I know it Hyun, kamu sering banget kan stress sendiri karena ngeduain kerjaan kantor buat aku. Aku gak mau kamu gitu. Sedangkan aku tau banget kalo kamu tau aku kesepian, kamu pasti bakal ngeduain kerjaan kantor.”
“But it’s true, you’re Seungwan so you’re my number Wan.”
Ya Tuhan, pagi gini masih bisa gombal juga ternyata.
“I know it. Makanya aku gak mau liat kamu stress gara-gara aku, jadinya aku ambil aja tawaran job ini. Itung-itung biar aku ada kesibukan dan gak terlalu sering di rumah sendirian.”
“Then how about me?”
“Ih kamu kan juga sibuk. Coba deh diitung pake jari, bulan ini kita berapa kali dinner bareng?”
Oops
Pernyataan Wendy barusan telak banget. Irene langsung ngerasa bersalah karena apa yang Wendy ucapkan memang benar. Bisa dihitung pakai jari berapa banyak mereka dinner bersama di bulan ini.
Wendy berhenti bertingkah manja dan memundurkan tubuhnya untuk melihat mata Irene setelah ia tidak mendengarkan respon dari Irene dengan jeda yang cukup lama.
“Are you okay? Itu maksudku bukan buat kamu ngerasa bersalah. I’m just stating a fact okay? Aku nggak marah atau apa gitu kok.”
“I don’t know, it's just.....ucapan kamu bikin saya mikir, Am I neglecting you?”
“Hyun….”
“Hm?” tiba-tiba Irene justru tidak berani melihat Wendy tepat di matanya.
“Liat aku dong.”
Irene sedikit-sedikit melirik ke arah Wendy.
“Kamu nggak pernah ya bikin aku ngerasa kayak gitu kok. Itu semua cuma ada disini nih.” ujar Wendy sambil menunjuk pelipis Irene. “You’re the best partner of my life I could ever ask for.”
“I love you Seungwan, I really do. Saya cuma gak mau kamu ngerasa sebaliknya.”
“I knoooow. Gak usah kamu ucap juga aku tau kok. Your eyes says it A LOT, don’t let me start with your gesture and other affection.”
Irene hanya tersenyum, setidaknya ia sedikit lega.
“Are you happy with the variety? You want to do it that much?” tanya Irene.
Wendy menganggukkan kepalanya mantap dan tersenyum ke arah Irene yang langsung disambung dengan ciuman di bibirnya.
“So, aku berangkat ya?” ujar Wendy setelah menyudahi ciuman mereka.
“Sure, hati-hati ya. You want me to drop you off?”
“Gak usah, Sam jemput aku kok jam 4 ini. OMG! RIGHT?! JAM 4!! Damn Hyun, I only have twenty minutes now!!” jerit Wendy.
Sosok yang sedang panik itu langsung lompat dari kasur dan berjalan ke arah wardrobe miliknya untuk mengambil baju.
“Gak usah mandi, kamu nggak mandi juga cantik kok.”
“Ih malah!! Dah bye! Aku mau siap-siap! Love you!”
“Where’s my kiss??”
“Udah tadi!”
Irene menggeleng sambil tertawa. Ada-ada aja, dini hari seperti ini dan dia sudah tertawa bahagia. What a way to start her day. Namun ekspresinya berubah saat ia mengingat rencana apa yang sudah ia susun malam ini.
Ia sudah membayangkan bagaimana ia akan merayakan hari ini dengan Wendy namun rasa sayangnya pada Wendy jauh lebih besar. Ia tidak akan berlaku egois dan membuat Wendy kelelahan.
”Well, I should cancel the dinner then.” batin Irene agak kecewa.
“Muka ditekuk amat kayak origami.”
Irene memutar bola matanya saat mendengar suara Jennie memasuki ruang kerjanya.
“Not now Jen.”
“Dih, PMS lo? Apa nggak dapet jatah semalem?”
Irene melempar pulpen yang ada di tangannya ke arah Jennie saat ia mendengar ucapan jenaka dari Jennie barusan. Namun Jennie yang sigap langsung menghindar dari lemparan tersebut dan Minjeong yang berjalan di belakang Jennie lah yang harus kena akibatnya.
“Aaak! Aduh duh duh!” rintih Minjeong kesakitan.
“Anjir! Kok lo bisa di belakang gue?! Kayak tuyul lo gila!” celoteh Jennie yang terkejut dengan kehadiran Minjeong.
“Duh ya kan aku mau ngasih ini ke Kak Irene! Malah kena lempar pulpen.” ujar Minjeong yang cemberut.
“Jen, tanggung jawab lo anak orang.”
“Lah kok gue? Yang ngelempar pulpen siapa?”
Irene mengacungkan kepalan tangannya ke arah Jennie. Namun ia buru-buru menarik napasnya. Moodnya hari ini sangat buruk.
“Sini mana laporan yang tadi diminta?” ujar Irene pada Minjeong. “Itu kepala kamu di cek ya, harusnya sih gak kenapa-kenapa. Nggak kenceng kan tadi?”
“Kenceng kak, udah kayak anak SD dilempar penghapus sama gurunya. Kalo dulu bisa ke UKS, kalo ngantor aku kemana coba?”
Jennie terbahak mendengar jawaban Minjeong.
“Suka gue sama Minjeong. Lo probation habis bulan ini kan? Kalo Irene gak ngangkat lo jadi permanen, lo sama gue aja deh.”
“Ancur kantor ini kalo kalian kerja bareng. Nggak nggak, you take Johnny. Minjeong tetep dibawah gue.” jawab Irene sembari meneliti laporan yang tadi ia minta.
“Anyway, dinner malem ini cancel ya.” sambung Irene pada Minjeong.
“Hah?! Kak seriusan?!?! Kak itu sumpah ya aku udah mikirin konsep dekornya mateng-mateng! Kenapa di cancel?!” protes Minjeong.
“Eh apaan nih?” Jennie yang awalnya duduk manis di deretan sofa tempat menerima tamu kini langsung duduk dengan tegak.
“Itu! Kak Irene tuh mau perayaan 100 hari sama Mrs. Boss. Terus kemaren udah sampe heboh karena majuin semua schedule biar hari ini lowong, sampe mendadak suruh aku booking Lake House segedung. Terus sekarang masa di cancel?”
Lagi-lagi Jennie terbahak-bahak.
“Gila gokil, gue gak nyangka ya lo sebucin ini anjir! 100 hari dihitung dari apa coba?”
100 hari sejak the first time Wendy said I love you to Irene tapi Irene nggak mungkin akan menjawab itu.
“Rahasia.”
“Kak, beneran di cancel masa? Emang ada meeting? Batalin aja sih, itu Kak Wendy juga pasti seneng deh kalo akhirnya jadi dinner malem ini.”
Irene menggeleng, “Wendy yang justru ada schedule malem ini. Udah kamu cancel aja or else, ajak tuh batch probation kamu buat dinner disana malem ini. Kan udah di booking juga segedung.”
Minjeong melongo mendengar jawaban Irene. “What?! Seriusan?”
“Iya, bilang aja itu hadiah dari saya buat kalian. Sana kalian hari ini saya bolehin pulang cepet.”
Jawaban Irene membuat Minjeong bertepuk tangan kegirangan. “Roger that commander! The best boss I ever had!!”
“Emang lo udah punya berapa bos?” celetuk Jennie
Minjeong mengangkat jari telunjuknya.
“Dasar gila!”
“Ya dua deh kak, kalo Kak Jennie masuk itungan.” ujar Minjeong menjulurkan lidahnya.
“Terus kerenan gue atau Irene?”
“Kak Irene lah!” jawab Minjeong mantap.
Jawaban Minjeong sontak membuat Irene bertepuk tangan dengan puas dan tertawa kencang saat melihat ekspresi Jennie.
“Jeong, sini.” panggil Irene. Ia kemudian mengeluarkan satu kartu berwarna hitam dan menyerahkannya pada Minjeong. “Nih, nanti malem bawa ya kartu ini. Kalian makan malem puasin.”
Lagi-lagi Minjeong melongo namun kali ini Irene justru mendorong kening Minjeong. “Gak boleh dipake aneh-aneh, itu semua pengeluaran tetep dimonitor ya.”
Irene menyelipkan black card miliknya di saku blazer Minjeong kemudian ia berjalan ke arah meja kerjanya dan mematikan komputer yang tadi ia gunakan.
“Sana pulang, I wanna go home too. Prepare my car, okay?”
Minjeong mengangguk cepat. “Okay okay, on it! Kak kebaikan lo akan gue balas malem ini juga.”
“Somehow, feeling gue gak enak pas denger lo ngomong gini.”
Walau hari ini Irene memutuskan untuk pulang lebih cepat, pada akhirnya ia tetap saja bekerja dari rumah. Toh Wendy juga belum pulang, jadi Irene menggunakan alasan ini untuk mewajarkan sikap workaholicnya.
Irene yang sudah berjam-jam sibuk dengan laptopnya tidak mendengar suara pintu apartemen yang terbuka. Ia bahkan tidak mendengar langkah kaki Wendy yang berjalan menyusuri koridor dan kini berdiri tepat di belakang Irene yang duduk selonjoran di sofa dengan laptop yang dipangku di pahanya.
“A bird told me that today you planned something for us.” bisik Wendy tepat di telinga Irene.
Sontak Irene terkejut saat mendengar suara Wendy. Ia sama sekali tidak mengira Wendy akan pulang secepat ini, terlebih saat mereka bertukar pesan tadi siang Wendy menjelaskan bahwa hari ini ia recording untuk dua episode langsung.
Wendy menggelengkan kepalanya takjub saat melihat ekspresi terkejut di wajah Irene. Ia berjalan memutari sofa kemudian duduk di sebelah Irene dengan posisi tubuhnya menghadap ke arah Irene.
“Nggak denger aku masuk?”
“Saya gak denger alarmnya.”
“So, care to tell me?”
“Huh?” Irene kini justru menjadi bingung.
“Someone told me kamu hari ini udah ngerencanain sesuatu buat kita sampe kamu booking Lake House. Kenapa tadi pagi nggak bilang?”
“Wait first of all, ini kamu beneran udah pulang?”
Wendy langsung mengecup bibir Irene singkat, “I’m home. You’re not the only one who can set aside your work for your lover.”
“Huh???”
“Explain your side first.”
Tanpa aba-aba Irene langsung memindahkan laptop yang ada di pangkuannya dan memeluk Wendy dengan erat, tangannya ia lingkarkan di bahu Wendy. Sementara itu walau Wendy cukup terkejut, ia pun menyambut dan membalas pelukan hangat dari Irene. Ia mendekap tubuh Irene tak kalah erat lalu menenggelamkan wajahnya di celah leher Irene.
It feels good to be home.
“I miss you soooooo much.” bisik Irene. “By the way, siapa yang ngasih tau kamu? The monkey or the Dora?”
Decak tawa Wendy sedikit teredam oleh bahu Irene, namun Irene tahu dengan jelas bahwa saat ini Wendy sedang tertawa. Alasan Wendy tertawa sangat simpel sebenarnya, ia terkejut dengan ucapan Irene yang menyamakan Minjeong dengan Dora karena potongan rambut barunya yang mirip Dora dan bagaimana Irene mengatai Jennie mirip dengan boots.
“The Dora.”
“The Dora? Really? Saya kira it should be boots.”
Wendy melihat wajah Irene dari jarak yang dekat dengan posisi tangannya yang masih bertengger dengan nyaman di pinggang Irene.
“The Dora called me, dia awalnya ragu-ragu gitu suaranya. Malah karena dia ragu-ragu, aku pikir kamu kenapa-kenapa. Terus aku interogasi dia deh.” jawab Wendy yang kemudian menjelaskan bahwa pada akhirnya Minjeong membocorkan informasi kalau Irene sudah merencanakan dinner untuk mereka berdua.
Irene amazed dengan penjelasan Wendy. Ia benar-benar tidak menyangka Minjeong menepati omongannya.
“Okay so, explain Hyun. Kamu ngerencanain apa? Terus kenapa se-specta itu? It’s not an ordinary dinner right?”
Perlahan Irene mengumpulkan keberaniannya untuk menatap Wendy dengan serius. Kalau dipikir-pikir lagi, nggak heran juga orang-orang disekelilingnya selalu bilang bahwa dirinya itu bucin akut karena memang begitu kenyataannya.
Setelah dipikir-pikir, Irene juga merasa cringe sendiri.
“Jangan ketawa ya? Janji dulu.”
Wendy mengangguk.
“So I know saya udah berkali-kali batalin our dates, yes plural dan berkali-kali juga minta maaf. I feel bad. Then last week I remember something, hari ini tepat 100 hari sejak….”
Wendy hanya melihat Irene dalam diam, ia berusaha mengingat hari ini 100 hari sejak apa?
“Joohyun, I'm lost. Aku bener-bener gak bisa inget hari ini tanggal istimewa apa?”
“Since the day you say you love me too.”
Wendy hanya bisa mematung, ia benar-benar tidak tahu harus merespon seperti apa. Bahkan ia sama sekali tidak mengingat tanggal hari itu, the sudden attack from Irene left her disarmed.
This is exactly what Irene would do to her but still, she’s not prepared. But she loves it, a lot.
Detak jantung Wendy berdetak tak karuan, Irene never fails to make her feels loved.
“I know I know, we agreed that our monthversary always happened on the ninth but I feel the need to count the day since the first time you say those three words.”
Wendy memutus jarak yang terbentang diantara mereka berdua dan mendaratkan satu ciuman hangat di bibir Irene. Ciuman tersebut bukan hanya a soft peck, namun lebih kepada ekspresi Wendy untuk menyalurkan betapa senang dan bersyukurnya ia memiliki seorang Irene di kehidupannya.
Perlahan tangan Wendy bertengger di tengkuk dan bahu Irene, sengaja mengalungkan tangannya untuk menarik Irene agar lebih dekat. Sementara itu Irene pun perlahan menarik pinggang Wendy. Ciuman mereka pun berubah menjadi lebih dalam.
Irene melepaskan ciuman mereka untuk sejenak untuk memberikan jeda bagi mereka yang mulai kehabisan napas, “I love you.”
“Shut up, just kiss me.”
Wendy kembali mengecup bibir Irene dengan lebih dalam dan lebih menuntut.
She can’t get enough of Irene.
Tanpa Wendy sadari, ia beranjak dari posisinya dan kini ia duduk di pangkuan Irene. Itu semua mereka lakukan tanpa menghentikan ciuman mereka dan Irene yang terlarut dalam suasana pun sempat menurunkan ciumannya dari bibir ke leher jenjang Wendy.
She left a mark there. A mark that Wendy obviously needs to cover because she left it on the spot where everyone could easily found it.
Napas Wendy pun menjadi tidak beraturan saat Irene meninggalkan jejak-jejak yang esok hari akan berubah warna menjadi lebih gelap dari warna kulitnya itu. Perlahan jejak tersebut turun dari leher menuju bagian atas dadanya.
Like a song said, Wendy needs no butterflies when Irene gives her the whole damn zoo.
Mereka berdua selama ini selalu mengontrol their wants and always stops at second base namun sore ini keduanya tidak bisa berbohong bahwa mereka sama-sama menginginkan satu sama lain.
Just Joohyun being Joohyun ia berhenti saat menyadari her natural desire for Seungwan, ia berhenti dan menatap wajah Wendy dengan napasnya yang masih berderu.
“We should stop.”
Namun Wendy dengan napas yang tidak beraturan justru melontarkan kalimat yang mengejutkan bagi Irene.
“Why did you stop?”
Irene kehabisan kata-kata. Kenapa Wendy justru memintanya untuk berbuat lebih jauh lagi?
“Honey, we agree that we should do it-...”
“On our wedding day, I know. But God, I want you so much right now.” ujar Wendy yang kembali menarik tengkuk Irene.
Apa yang Wendy lakukan merupakan jawaban yang mutlak bagi Irene and she knows that she wants it too.
Sedetik kemudian Irene kembali bermain dengan bibir Wendy, lalu berpindah ke leher dan tubuh bagian atas milik Wendy. In another hand, Wendy loves each and every touches on her body. This is how she wants to be loved and of course she only wants it with Irene.
“Wan, let’s move to our room. I don’t wanna do our first here.”
Keduanya berlari kecil dengan tawa dan senyuman di wajah masing-masing.
Tepat saat mereka sampai di kamar, Irene langsung menarik Wendy dan melanjutkan kecupan-kecupannya di bibir Wendy. Irene dengan hati-hati mendorong tubuh Wendy untuk berjalan mundur hingga ia ada di posisi terlentang di kasur mereka.
Lagi-lagi Irene mengalihkan ciumannya dari bibir ke leher Wendy dan membuat Wendy meremas kaus yang Irene pakai.
Irene is not a pro but somehow she knows Wendy’s weak spot.
Irene knows how to make Wendy wants her more.
Irene knows how to make Wendy saying her name.
“H-hyun…” erang Wendy pelan saat tangan Irene masuk ke dalam pakaiannya, menyentuh setiap inci dari tubuhnya.
Tangan Irene mulai bergerak liar, mengusap tiap titik yang bisa membuat Wendy mengerang dan menyebutkan namanya. The spot that will give Wendy the whole zoo.
Namun tangan Irene berhenti saat ia bergerak ke arah payudara milik Wendy.
“Seungwan, are you sure?” tanya Irene.
Wendy tidak menjawab, ia justru bangkit ke posisi duduk dan kembali mencium Irene. Kali ini tangan Irene melepaskan satu persatu kancing kemeja yang Wendy kenakan, ia lepas semua pakaian yang Wendy kenakan satu per satu.
Mereka berdua kemudian menanggalkan kain yang mereka kenakan and get amazed by their partner’s features. Terutama Wendy yang benar-benar baru sekali ini melihat Irene tanpa busana.
“Seungwan, if we proceed, I can't stop. Are you sure?” bisik Irene pelan. Ia benar-benar nervous.
Tanpa menunggu lama, Wendy kembali mendekatkan wajahnya untuk memberikan Irene satu kecupan di bibirnya while her hands takes Irene’s hands and let her hands roaming her body. Then Wendy guides Irene’s hands into her most private area.
Today is theirs.
Today she wants to be one with Irene, entirely.
Later at dawn, Wendy terbangun lagi, persis di jam yang sama dengan hari sebelumnya. Ia pun lagi-lagi menatap ke arah Irene namun kali ini ia tidak bisa menghapus senyuman dari wajahnya.
Masih teringat jelas bagaimana Irene mencintainya semalam. Ia pun tidak menyangka bahwa mereka berdua finally did it and they broke their own promise.
Wendy masih bisa ingat dengan jelas bagaimana bahagianya ia, she can feels the tingling on her body when Irene touches her, it is the best night of her life.
One thing for sure, she is afraid if she will be addicted to Irene’s touch.
”Well who wouldn’t if Joohyun just do me so good with all those kisses and touch and attention?” batin Wendy.
Ia tertawa pelan, ”I got it bad.”
Wendy menggelengkan kepalanya kemudian ia melesakkan tubuhnya dalam pelukan Irene.
For now, she will be contented with this skin to skin warmth.