youngkimbaeson

264.

“Renee Baeeeee!”

Irene yang sedang duduk duduk di ruang makan menoleh sejenak ke arah datangnya suara, sebelum ia menggelengkan kepalanya dan kembali memandangi Wendy yang sedang mensetting suhu microwave.

Sedangkan Wendy sempat terkekeh saat mendengar suara Jennie namun ia langsung kembali melanjutkan kegiatannya membuat cookies cokelat.

“Saya masih harus nunggu berapa lama?” tanya Irene pada Wendy.

“30 mins max? Kecuali kalau kamu mau makan cookies plain gitu.” jawab Wendy.

Wendy yang baru mengetahui kalau Irene sangat suka cookies cokelat dari nyonya Bae berinisiatif untuk membuat cookies sembari menghabiskan waktunya menunggu kedatangan Jennie dan Seulgi.

Manajernya sudah memberitahunya tentang berita akan dirinya dan Chanyeol, ia awalnya sempat memarahi Wendy panjang lebar namun ketika Irene mengambil telepon Wendy dan menjelaskan secara singkat apa yang sebenarnya terjadi, barulah Sam sedikit lebih tenang.

Namun tak lama setelahnya ia justru berteriak histeris karena dirinya baru menyadari bahwa Wendy saat itu memang sedang menjalin hubungan, hanya saja bukan dengan Chanyeol melainkan dengan Irene.

Sang CEO hanya bisa tertawa saat mendengar omelan-omelan Sam pada Wendy tentang hubungannya sekaligus menggerutu karena lagi-lagi Wendy tidak memberitahukan padanya tentang hal penting seperti ini.

Sambungan telepon tersebut diputus dengan Wendy yang berjanji ia tidak akan membuat berita heboh lainnya dan Irene yang mengamini hal tersebut serta berjanji bahwa ia juga akan turun tangan terkait berita yang tersebar. Sam kemudian mengatakan bahwa ia siap untuk dikontak kapan saja, jikalau Irene atau Wendy membutuhkan bantuannya.

“Dunia di luar sana lagi gempar, but you two are so domestic damn now I envy you Ren.” ujar Jennie membuka percakapan. Ia menaruh sling bagnya di kursi kemudian berjalan ke arah Wendy.

“Hai Wen, Halo Ren.” sapa Seulgi sembari melambaikan tangannya. Ia mengekor di belakang Jennie.

Berbeda dengan sahabatnya itu, ia memilih untuk langsung melihat-lihat menu makan siang yang sudah tersaji di meja makan.

“Gila harumnya masakan nyokap lo emang nggak pernah ada yang ngalahin.” sambung Seulgi.

“Hi Kak Seul! Mau gue buatin jus nggak?” tanya Wendy yang kali ini sudah membuka pintu kulkas dan melihat-lihat isi kulkas yang sekiranya bisa ia jadikan bahan eksperimennya.

“Kok kamu tadi nggak nawarin saya?”

“Iya nih curang banget! Gue kok nggak lo tawarin Wen?!” Jennie ikut melayangkan protes.

“Hehe sorry sorry. So? Anyone? Mau jus?”

“Gue jus jeruk deh Wen kalo bisa, biar seger lagi panas kayak gini.” jawab Seulgi, ia sudah menarik kursi yang berada tepat di depan Irene.

“Gue samain aja sama Seulgi.” sambung Jennie.

“Okay, so kamu mau apa Hyun?”

“Semangka, coba sini saya mau tau gimana rasa semangka yang kamu bilang fresh banget itu.”

“Ih pendendam.” ujar Wendy disambung tawa oleh Irene.

Irene dan Wendy sama-sama paham bahwa apa yang Irene maksud merujuk pada percakapan mereka tempo hari saat membeli buah-buahan di supermarket. Sedangkan Jennie dan Seulgi hanya bisa memandang keduanya dengan heran.

Sang chef favorite Irene segera bergerak dengan natural mengambil bahan-bahan yang diperlukan serta blender dan peralatan lainnya yang ia butuhkan.

“Gue liat-liat lo fasih banget ya, udah kayak yang punya rumah.” goda Jennie.

Mendengar ucapan Jennie, Wendy menjulurkan lidahnya. Sebenarnya ia cukup malu juga digoda seperti itu, namun memang benar apa yang dikatakan Jennie, ia sudah hampir mengingat setiap seluk beluk tempat peralatan masak disimpan serta tempat dimana bahan-bahan makanan disimpan.

Bahkan, mungkin Wendy lebih hapal dimana letak kopi, teh, dan minuman lainnya yang ada di mini bar dibandingkan dengan Irene.

“Ya gimana nggak fasih, nyokap gue ngajak dia masak mulu.” celetuk Irene.

“Salah siapa kamu nggak mau ikutan masak sama aku dan bunda kamu?” balas Wendy.

Seulgi dan Jennie saling melempar pandang, mungkin mereka berdua tidak perlu sepanik tadi pagi saat melihat berita karena pada kenyataannya toh Irene dan Wendy terlihat sangat santai.

It seems that both Irene and Wendy can handle this situation really well.

Namun baik Jennie maupun Seulgi masih sama-sama tidak berani untuk membuka topik percakapan mereka.

Jennie yang sudah tidak sabar, memilih untuk menendang kaki Seulgi di bawah meja yang sukses membuat Seulgi terkejut. Namun lagi-lagi keduanya hanya berakhir dengan saling memelototi satu sama lain, saling melempar kode agar segera angkat suara.

“Lo berdua kayak anak-anak banget sih. Tadi lo berdua kesini kan buat ngomong masalah beritanya Seungwan, sekarang udah disini malah lempar-lemparan.” omel Irene.

“Ya abis gue kira kan lo bakal gimana gitu ren. Kemaren aja batal ketemu Wendy terus lo badmood.” ucap Seulgi.

Irene hanya bisa tersenyum pahit.

“That’s on me, I admit. So yang ini gimana? Menurut lo baiknya gimana Jen?”

“Kok gue??”

“Ya sekalian ngetes lo nih gue, siapa tau lo beneran tuh dipilih sama kakek lo.”

“Dih sinting ni orang, lagi kayak gini lo buat ngetes gue! Kalo ntar gue salah langkah lo juga sama Wendy yang kena.”

Mendengar jawaban tersebut, Irene menatap Jennie dengan serius. “Jadi lo udah yakin bakal salah langkah?”

“Hah? Dipilih apaan sih?” tanya Wendy sembari mendistribusikan jus buatannya.

“I just wanna know how she handles this kind of issue.” jawab Irene santai.

“Gue tau lo berdua nggak dateng kesini dengan tangan kosong. So Jen?” lagi-lagi Irene menantang Jennie.

Seulgi mengangguk mengiyakan ucapan Irene. Tentu saja mereka datang bukan tanpa persiapan.

“Well if you insist. Pertama, lo nggak boleh balik dulu ke apartemen Wendy, both of you. Biarin aja managernya Wendy yang kesana kalau misal kalian butuh ambil sesuatu.” ujar Jennie, menjabarkan rencana pertamanya.

“Gue setuju.” sambung Seulgi yang juga diamini oleh Irene melalui anggukan kepalanya.

“Lo berdua mending tinggal disini aja. Gak bakal ada yang nyangka kalo Wendy bakal tinggal disini, plus publik juga belom tau tentang lo berdua. Well our workers might knows it karena Wendy sempet jadi plus one-nya Irene kan, tapi lo berdua pun nggak pernah announce hubungan kalian, so I think it’s the safest choice.” lanjut Jennie.

“Yeah, gue juga udah bilang ke nyokap dan bokap gue tentang ini dan tadi mereka setuju supaya Wendy tinggal disini dulu.” balas Irene.

“Hyun, itu bakal ngerepotin keluarga kamu banget. Jadwalku bentar lagi bakalan padet banget, jam kerjaku bakal seberantakan itu, bisa aja aku pulang dini hari terus pagi udah berangkat lagi. Nanti orang tua kamu keganggu.”

“It’s more the reason for you to stay here. Kalau jadwal kamu sepadet itu, you need someone to take care of you too. Saya juga akan sibuk, walaupun nggak mungkin juga saya nelantarin kamu gitu aja, tapi akan tetap lebih baik kalau ada orang yang bisa merhatiin kamu. Bunda contohnya atau bahkan Yerim.” bantah Irene.

“Wen, kalo lo nggak tinggal disini, emang mau dimana lagi? Hotel? Itu sama aja ngumpanin diri lo ke mulut harimau.” ujar Seulgi menyambung ucapan Irene.

“Ya nanti harimaunya diterkam singa Gi, ini nih singanya.” goda Jennie yang menunjuk Irene.

“Gak lucu Jen.”

“Dih balik kayak pantat bayi ya lo Ren? Sensi amat?”

Irene tidak membalas ucapan Jennie, ia justru memilih untuk meminum jus buatan Wendy. “Jangan kebanyakan bercanda lo, ini waktu kebuang sia-sia nanti.”

“Yaudah iyaaaa. Gue lanjutin nih, yang ketiga dan paling penting, agensinya Wendy udah pasti bakal deny rumor yang beredar. Also, no offense ya Ren, kita bakal announce kalau Wendy itu not in relationship with anyone.” ujar Jennie.

Irene mengangguk memahami rencana Jennie. Ia pun sudah sejak awal akan melakukan hal yang sama dengan apa yang Jennie paparkan.

Sementara itu Wendy melirik ke arah Irene, topik barusan adalah topik yang tempo hari menjadi inti pertengkaran mereka and now will Irene gonna take it that easily?

“I think we should just announce that me and Chanyeol never happen. That last part isn’t necessary.”

Jennie sudah hampir membuka suaranya lagi namun Seulgi lebih dulu menggelengkan kepalanya yang membuat Jennie mengurungkan niatnya.

“No, we need to do exactly what Jennie said. Comeback kamu itu tinggal sedikit lagi and this is your first comeback in almost a year and a half Seungwan.” sanggah Irene.

“True Wen, kalo kita announce sekarang tentang lo dan Irene, yang ada pas lo promosi orang-orang bakal lebih fokus to your personal life, to your love life, more than your comeback itself.” tambah Jennie.

“And I won’t let that happen. Kamu udah nyiapin ini semua dari lama Wan, i know that.” ujar Irene.

Wendy menggigit bibirnya, ia masih tidak yakin. Matanya secara tidak sengaja bertemu dengan mata Irene dan ia melihat adanya kepercayaan dan keyakinan dari sorot mata Irene yang kemudian memberikan senyuman kepadanya seakan-akan ia ingin menenangkan Wendy.

“Okay..... we will do that.” ucap Wendy pelan.

“That’s settled then. Gue kabarin Kak Taeyeon dulu ya, makanannya jangan dihabisin!” Jennie mengambil ponsel yang ada dalam sling bagnya dan berjalan mencari ruangan yang lebih hening untuk menelepon Taeyeon.

“Gue ada ide tambahan sih, in case nanti isu ini belum reda. Gue denger-denger kan Wendy ada project sama Taeyeon, we can use it as an excuse. Kita jadiin Taeyeon middle woman disini, jadi Wendy ketemu sama Chanyeol kemarin on behalf of that project gitu. Let’s just say Taeyeon sama Chanyeol yang produksi lagunya.” ujar Seulgi setelah Jennie meninggalkan mereka.

“Nice, we will let Taeyeon know that later.”

“I’ll tell Sam about this.” ujar Wendy, tangannya meraih ponsel yang tergeletak di atas meja.

Wendy memasukkan passwordnya namun ia justru kebingungan saat ia melihat homescreen ponselnya berubah menjadi foto dirinya saat di acara anniversary kantor Irene.

“Sejak kapan jadi ini homescreennya?” batin Wendy. Kalau pun ia se-narsis itu untuk memajang foto dirinya sebagai homescreen, ia sama sekali tidak ingat kalau dirinya memiliki foto dari acara anniversary tersebut.

Sekali lagi Wendy mengunci ponselnya untuk mencoba menginput password, namun kini ia menjadi lebih bingung saat melihat lockscreen ponselnya berubah menjadi selca dirinya dan Irene saat di glamping site.

“Hyun, kamu ganti lockscreenku?”

Irene terkekeh. “Wan, itu yang kamu pegang handphone saya.”

Wendy mengerjapkan matanya, kemudian tangannya dengan cepat membalikkan ponsel tersebut dan menyadari bahwa ponsel miliknya dan Irene memang satu tipe yang sama.

“Hah tunggu, handphone kamu mirip banget sama handphone aku??”

Irene mengangguk.

Reaksi Irene membuat ekspresi di wajah Seungwan berubah.

Pertama, berarti waktu itu ia memang sudah mengambil beberapa selca dan ponselnya memang tidak rusak karena sejak awal ia menggunakan ponsel milik Irene.

Kedua, berarti kini Irene punya beberapa selca dirinya yang Wendy sama sekali tidak memiliki intensi untuk memberikan selca tersebut pada Irene. Because it’s Wendy not Seungwan.

Wajahnya memerah ketika ia menyadari hal-hal ini.

“You used our selca as your lockscreen? and MY birthdate as the password?” tanya Wendy.

Irene mengangguk santai. “Isn’t that what couples always did? Lagian masa saya pasang mukanya Seulgi atau tanggal lahirnya Jennie? That’s ewwh.”

Seulgi tertawa saat ia menyadari bahwa Wendy sedang tersipu malu, “This is the most Irene answer. Ya emang kalo sama Irene lo harus siap-siap kaget buat hal-hal simpel kayak gini sih Wen.”

257.

Irene berjalan keluar dari kamar mandi sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk dan mendapati Wendy yang baru berjalan masuk ke kamar miliknya

Awalnya Wendy hampir tidur di kamar tamu namun Irene memaksa agar Wendy diperbolehkan tidur di kamarnya. Itu juga harus dengan banyak syarat, salah satunya ia tidak boleh mengunci pintu kamarnya, thanks to none other than Yerim.

Irene tidak ada masalah karena ia hanya ingin memiliki lebih banyak waktu bersama Wendy mengingat di hari senin ia akan kembali bekerja dan Wendy pun mulai mempersiapkan albumnya.

“Can I get a hug?” tanya Irene mendatangi Wendy yang terduduk di ujung kasur Irene.

Fokus Wendy pada layar ponselnya terpecah, ia tidak mengira kalimat pertama yang Irene ucapkan padanya adalah sebuah permintaan simple seperti itu.

“Please?”

Wendy langsung berdiri dan melingkarkan tangannya di bahu Irene.

“I miss you.” ujar Irene

“Aku kan dari tadi juga sama kamu?”

“Well I need to share you with My dad, then My Mom, and there is Yerim.”

Ucapan Joohyun ada benarnya, siang tadi setelah mereka makan siang Irene langsung dipanggil oleh Ayahnya dan mereka berdua membicarakan beberapa hal tentang perusahaan dan update kasus penggelapan pajak yang sedang diselidiki pihak berwajib.

Kemudian saat hari mulai sore, mereka sempat menghabiskan waktu dengan menonton film hantu, courtesy of Yerim, namun tiba-tiba Ayahnya itu melontarkan pertanyaan yang cukup membuat mereka canggung.

“Kalian kapan jadinya mau nikah?”

Untungnya Irene bisa menjawab dengan lancar bahwa saat ini mereka berdua nyaman dengan status mereka dan lebih memilih untuk let it flow. Irene juga menjelaskan bahwa ia serius dengan hubungan mereka berdua sehingga Ayahnya tidak perlu khawatir. Wendy pun menambahkan bahwa mereka masih mencoba untuk mengenal satu sama lain lebih jauh lagi.

Kemudian mereka berbincang-bincang hal lain yang lebih casual.

Lalu tau-tau waktu sudah hampir masuk waktu makan malam dan lagi-lagi Wendy ‘diculik’ oleh Nyonya Bae untuk diajak masak makan malam.

“Okay I’m yours now, until tomorrow morning or until Yerim suddenly masuk kamar kamu terus ngerjain kita.” ucap Wendy diiringi dengan tawa.

Wendy kemudian melepaskan pelukannya dan menatap Irene. “Let’s just cuddle on your comfy bed. I miss you too.”

Keduanya kemudian merebahkan badan mereka di kasur king size milik Irene dengan posisi Irene bersandar pada sandaran kasur dan Wendy yang menyandarkan separuh badannya pada tubuh Irene.

Tangan Irene secara otomatis merangkul Wendy dan bergerak naik-turun mengelus lengan Wendy. Sementara itu Wendy menyandarkan kepalanya pada dada Irene dan mendengarkan irama detak jantung Irene.

“Wan, saya boleh tanya sesuatu nggak?” ujar Irene tiba-tiba.

“Apa?”

“When you asked me to move to the next base, you told me the reason why you have this philophobia. Mrs. Kath, is she…..”

“Yes.”

“Kamu yakin Wan?”

“How could I forget her Joohyun?”

“I’m so sorry you’ve to go through all of that Seungwan.” ujar Irene yang diikuti dengan kecupan di puncak kepala Wendy

“How about your mother?”

“Terakhir aku ketemu dia itu seminggu setelah sidang perceraian orang tua aku. She just took all her belongings and said sorry to me. I begged her to take me with her but she said she can’t because I’m my father’s daughter.”

“Don’t you find it funny? Because as much as I’m my father’s daughter, I’m my mom’s too right? Then I moved out with my dad because I’m starting to collapse. He can’t risk it, to have an abnormal daughter, with his position in parliament.” sambung Wendy.

“Do you miss her Wan?”

Wendy menghela napasnya, jeda beberapa detik itu ia gunakan untuk memberinya waktu merangkai kata-kata.

“So much Hyun. Sometimes I’m asking myself, kalau misal waktu aku lihat what my dad did with that woman and told my mom right after, will she take me with her? Terus kalau misal aku tinggal sama mamaku, will my life changed?”

Irene menarik napasnya panjang, “Kamu tau dia dimana?”

“Nggak, aku juga nggak nyoba nyari sih. I know her family is much more powerful than my father and somehow I can feel their hatred towards me. So, i think it’s better like this. I’ve lived this way for years anyway. Kamu mau tau alasan kenapa aku milih kerjaan aku sekarang nggak?”

“Maksudnya?”

“Aku mikir seenggaknya kalau aku nggak bisa lihat mama aku, dengan aku jadi terkenal dia bisa lihat aku. I just want to let her know that I’m still alive and well. Maybe we can meet each other again when she wants it.”

Irene menengadahkan kepalanya untuk mencegah air matanya turun. Hatinya ikut merasa sakit mendengar cerita Wendy, ia sama sekali tidak menyangka bahwa dibalik sosok Wendy yang dirinya dan publik tahu terdapat cerita yang sangat memilukan.

Wendy yang tidak mendengar respon dari Irene untuk beberapa waktu kini menjadi penasaran, ia pun ikut menengadahkan kepalanya dan mendapati Irene yang masih berusaha untuk menahan tangisnya.

“Why are you crying?” tanya Wendy, tangannya menarik wajah Irene agar menatap dirinya.

“I’m so sorry I couldn’t prevent what happened to you. I’m so sorry you’ve to go through that Seungwan. No one deserves it, especially someone as young as you at that time.” jawab Irene. Air matanya mengalir pelan.

Wendy mengusap air mata Irene.

“Hyun, you were a kid too at that time. In fact, you already helped me through my rough day by letting me tag along with you and Kak Seul. It will be much more lonelier if I didn't know you. To think about it again, as weird as its sounds, you’ve saved me twice. Back then and now. So you shouldn’t say sorry to me.” ucap Wendy.

Tangan kirinya menggenggam tangan Irene dengan erat. Sementara tangan kanannya mengusap pipi Irene.

“Papa kamu kemarin telpon saya, dia mau ketemu kamu. Do you want to meet him?”

Wendy menggeleng, “No, especially when I know he is still contacting that woman.”

“Okay. I’ll tell him exactly that.”

Wendy mengangguk. Kemudian ia menyandarkan kepalanya lagi ke dada irene dan mengambil remote televisi yang tergeletak di meja dekat sisi kasurnya.

“Udah ah jangan ngomong serius gini terus, mendingan kita nonton apa gitu. You said you missed me, ini kita malah sedih-sedihan gini.”

Irene tidak menjawab ucapan Wendy namun ia hanya menunjukkan dari gesture tubuhnya. Ia memeluk Wendy dengan erat dan menempelkan pipinya di puncak kepala Wendy. Ia pun membiarkan Wendy untuk memilih film yang akan mereka tonton.

“Harry potter aja ya?”

Yang ditanya justru tertawa, “Out of semua pilihan film, saya nggak nyangka kamu milih ini.”

“Kenapa? Kamu nggak suka?”

“Bukan itu, habis tiap saya kumpul sama Seulgi, Jennie, Taeyeon, pasti juga nonton film ini. Pernah tuh marathon dari seri pertama sampai tamat, dalam satu hari.”

Wendy hanya menggumam, sejujurnya ia sendiri tidak tahu juga mau nonton film apa. Namun ia butuh pengalih perhatian.

Sampai di awal film ketiga, Wendy mulai bosan. Ia sudah tidak memperhatikan filmnya, justru ia lebih fokus bermain dengan jari-jari Irene. Sedangkan Irene yang tadi seperti enggan menonton film tersebut justru masih fokus dengan jalan ceritanya.

“Hyun.”

“Hm?”

“Let’s go swimming?”

“Hah?” Irene melihat ke arah Wendy penuh tanda tanya. “Jam segini?”

“Well, I remember it’s never a problem when we were kids?”

“That's a totally different situation and true to your words, we were KIDS. Also we never swim at 11 like this? Are you sure?”

Wendy mengangguk dengan serius. “Kalo kamu nggak mau ya nggak apa-apa juga sih.”

“Wait, wait I hear disappointment there. Kamu pengen saya temenin?”

“Iya, tapi kalau kamu males yaudah aku sendiri aja.”

“Emang kamu bawa baju renang?”

“Bawa. I know you’ve a pool. Lagian kalo aku nggak bawa kan bisa pinjem punya Yerim.” ujar Wendy yang sudah bangun dari kasur dan berjalan ke arah koper yang berisi baju gantinya selama ia menginap di rumah keluarga Bae.

Wendy kemudian masuk ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya tanpa menunggu jawaban Irene. Sekitar 10 menit kemudian Wendy keluar dari kamar mandi kali ini dengan busana yang berbeda jauh dari yang terakhir Irene lihat.

Irene hanya bisa mengerjapkan matanya saat ia melihat Wendy menggunakan baju renang bermodel one-piece berwarna biru laut yang sangat pas di tubuhnya itu.

“You gonna swim with that?”

“No? I’m gonna cook with this.”

“Seungwan, I’m not joking.”

“Ya lagian what kind of question was that?”

Irene semakin canggung saat Wendy berjalan-jalan di kamar miliknya itu masih dengan baju renangnya.

“Aku pinjem kaos dong? Lupa bawa kaos, kamu pasti punya banyak kan?”

“L-left side. L-lemari saya yang pintu ketiga dari kiri.”

Wendy langsung mengambil kaos berwarna putih yang terletak di tumpukan paling atas. Namun tangan Irene langsung mengambil kaos tersebut dari tangan Wendy dan menukarnya dengan kaos berwarna hitam yang terletak agak di bawah tumpukan.

“Kamu kalau mau nguji saya nggak gini caranya. Tunggu disini, saya juga ikut kamu renang.”

Mendengar ucapan Irene, Wendy memilih untuk duduk di kasur mereka sembari menunggu Irene yang tak lama kemudian sudah berganti pakaian renang bermodel long-sleeved khas ala diver berwarna hitam. Sangat kontras apabila dibandingkan dengan Wendy.

“Nih pakai dulu. Nanti baru dilepas di kolam renang.” ujar Irene yang meminta Wendy untuk double pakaian renangnya dengan celana pendek miliknya.

Setelahnya ia menggandeng tangan Wendy dan berjalan keluar kamarnya.

“Kamu nggak mau renang beneran?” tanya Wendy saat ia masuk ke kolam renang.

“Nope, saya disini aja.” ujar Irene yang duduk di tangga kolam renang. Matanya memperhatikan Wendy yang sudah berenang dari ujung menuju ke ujung satunya.

Irene tersenyum ketika melihat Wendy sempat tersedak air kolam saat ia mengambil napas terlalu cepat. “Slow down love, my family owns this pool so no need to hurry.”

“Gak usah godain! Aku udah lama nggak renang!”

“Nggak ada yang godain.”

Keduanya saling tatap kemudian tertawa, entah karena apa. Tepat setelah Wendy selesai tertawa, Irene tidak bicara apa-apa namun ia langsung berenang ke arah Wendy dan Wendy yang tahu bahwa Irene sedang menuju ke arahnya memilih untuk menunggu Irene.

“Hello there.” ujar Irene yang mendekati Wendy. Sedangkan Wendy hanya menatap mata Irene.

“Why are you so nice to me?” tanya Wendy out of nowhere.

“Because I love you.” jawab Irene lalu ia mencium bibir Wendy sekilas.

Wendy tidak membalas ucapan Irene, namun ia langsung memeluk tubuh Irene dan membenamkan wajahnya di lekukan leher Irene.

“Thank you for all the things you do for me. Thank you for staying with me.” ujar Wendy pelan.

“Seungwan? Are you okay?”

“Just being emotional suddenly.”

Irene yang hendak melepas pelukan mereka ditahan oleh Wendy. “No, stay. Aku pengen peluk kamu kayak gini aja.”

Permintaan Wendy dikabulkan oleh Irene yang membiarkan Wendy mempererat pelukannya. Tangan kiri Irene merangkul bahu Wendy sementara tangan kanannya mengelus kepala Wendy.

Wendy dan Irene kembali terlarut dalam keheningan.

“I’m sorry I still can’t say it Hyun…” batin Wendy.

254.

“Yuhuuuu hellooo? Anak ayah bunda paling cantik udah sampeeee~”

Wendy tertawa mendengar teriakan Yerim saat mendorong pintu masuk rumah keluarga Bae. Sementara itu Joohyun hanya memutar bola matanya dan berjalan mengekor di belakang Yerim.

Ia melihat Nyonya Bae berjalan dari arah dapur masih lengkap dengan apronnya. Ibu dari Yerim dan Joohyun itu kemudian tersenyum dengan sangat lebar sembari melepas apron yang ia kenakan dan mendatangi ketiganya.

“Akhirnya anak Bunda satu-satunya datang juga!”

Satu-satunya?

Joohyun, Yerim, dan Wendy saling melempar pandang.

“Ih kok anak bunda satu-satunya?! Kan anak bunda ada dua? Yang nggak dianggep aku apa kakak nih? Kakak dong ya?” cecar Yerim yang sudah merepet panjang namun tidak mendapat respon apapun dari Nyonya Bae yang justru berjalan lurus ke arah Wendy.

Yerim dan Joohyun yang awalnya mengira ucapan nyonya Bae itu ditujukan untuk Joohyun, kini harus terkejut ketika nyonya Bae justru memeluk Wendy dengan erat.

“Gimana kabar kamu Seungwan? Bunda kangen banget!”

“Baik kok Bun. Aku sama Joohyun bawain Bunda cheesecake, tadi udah dititipin ke bibi buat ditaruh di kulkas dulu.”

Joohyun dan Yerim terkejut melihat interaksi tersebut. Sejak kapan mereka sedekat ini?

“Buuun! Aku kok dilewatin?!” omel Yerim

“Hush minggir, anak Bunda cuma Seungwan aja. Kalian berdua cuma chat bunda kalau ada perlu aja, beda sama Seungwan yang sering nanyain kabar bunda.”

Yerim ternganga, “Hah?!”

Sementara itu Wendy hanya bisa tertawa. Memang sejak pertemuan mereka di taman milik Joohyun di beach housenya, hubungan Wendy dan Nyonya Bae memang menjadi lebih dekat. Apalagi keduanya memiliki hobi yang sama, cooking and baking, yang membuat keduanya sering bertukar resep.

Selain itu Nyonya Bae juga sering mengobrol dengan Wendy baik melalui pesan singkat maupun telepon. Kadang hanya sekedar untuk menanyakan kabar satu sama lain, namun tidak jarang juga Nyonya Bae bertanya tentang opini Wendy dalam hal fashion. Input-input yang Wendy berikan tak jarang digunakan Nyonya Bae untuk kemajuan boutique miliknya.

Hanya saja Joohyun tidak mengetahui hal ini karena Wendy pun tidak pernah bercerita pada Joohyun.

“Well, that’s my fault. I admit ya jarang chat bunda tapikan karena aku juga sibuk?” ujar Joohyun yang berjalan mengekor di belakang Nyonya Bae, ia berusaha membela diri.

“Alasan! Ayah kamu tuh walaupun sibuk juga nggak pernah lupa nanyain kabar Bunda.”

“Wah bun, kalau itu sih beda ya. Kakak juga sih kalo sama Wendy nggak pernah lepas.” celetuk Yerim.

Joohyun hanya bisa memejamkan matanya dan mengelus dadanya.

Sementara itu Wendy justru tertawa, kemudian ia angkat suara. “Bun, bunga yang kemarin dikirim ke boutique itu Joohyun yang minta kirimin, yang buat anniversary Ayah sama Bunda itu.”

Joohyun menolehkan kepalanya dengan cepat, meminta penjelasan pada Wendy secara diam-diam.

“Ah boong lo Wen! Lo lagi belain kakak gue kan?!” potong Yerim.

“Aku emang tanya ya ke Joohyun dan dia yang milihin bunganya plus Joohyun juga yang bayar. Aku cuma mesenin aja.”

True to her word. Pada saat hari anniversary kedua orang tuanya memang Joohyun ingat Wendy bertanya bunga kesukaan Bundanya itu apa, namun ia sama sekali tidak menyangka kalau Wendy berinisiatif untuk mengirimkan bunga bagi orang tuanya itu.

But she’s not the one who paid. Or did she?

“Oh ya?” tanya Nyonya Bae

“Iya, Joohyun yang pilihin bunganya. Benerkan itu kesukaan Bunda?”

“Bener. Makanya Bunda heran kok kamu tau bunga kesukaan Bunda, pantesan aja ternyata Joohyun yang milihin.”

Yerim menoleh ke arah Wendy, seakan-akan ia terkhianati.

“Kalau gitu anak Bunda ada dua, Joohyun dan Seungwan. Yang ini nggak tau anak siapa.” goda Nyonya Bae sambil menyentil pelan dahi Yerim kemudian ia berjalan ke arah dapur.

“Ayo Seungwan kita masak.”

“Loh?! Bun!!” protes Yerim.

Wendy melihat raut kebingungan di wajah Joohyun, “Kamu ngasih aku your card Joohyun, don’t you remember?”

“Oh, right. But I was giving it to you so you can buy something for yourself? Itu pas kartu kamu error kan?”

“Well I bought the flower for your mother with your card.”

“Thank you for your thoughtfulness.” ujar Joohyun, ia mencium singkat bibir Wendy.

“Aku ke dapur dulu ya, nggak enak nanti kalau bunda kamu nunggu kelamaan.”

Joohyun mengangguk, “Saya palingan di ruang tengah atau di ruang kerja ayah. Tau kan tempatnya? Kamu masih ingat tata letak rumah saya nggak?”

“Lupa-lupa inget, but easy kan aku bisa nanya juga nanti.”

“Okay, jangan kelamaan masaknya.”

Wendy mencium pipi Joohyun kemudian ia berjalan meninggalkan Joohyun dan Yerim. Tak lama kemudian terdengar Wendy dan Nyonya Bae sudah membicarakan resep-resep masakan yang namanya pun susah diingat oleh Joohyun.

“Cewek lo sejak kapan nempel gitu sama Bunda?”

Joohyun hanya mengangkat bahunya.

“Gue aja mau tanya lo, kok bisa Seungwan deket banget sama Bunda? By the way, cie anak tiri.” goda Joohyun

“BUNDA AKU ANAK BUNDA JUGA KAN?!?!! KOK GITU SIH! BUNDAAAA!” teriak Yerim yang sudah berlari mengejar Nyonya Bae dan Wendy.

246.

Wendy bolak-balik mengubah posisi tidurnya. Tonight isn’t supposed to be like this.

Well, they just set aside their fight and they were supposed to rest but her mind couldn’t. Not when Irene slept outside and didn’t have the comfort of a bed.

Lebih parah lagi, chat Yerim kini justru membayang-bayangi pikirannya.

“Apa gue paksa aja ya tidur sini?” pikir Wendy.

Akhirnya Wendy bangkit dari kasurnya. Ia berjalan keluar kamarnya dan harus menahan untuk tidak bereaksi lebih pada saat ia melihat Irene terbalut rapih dengan selimut putih tebalnya itu, she looks like a burrito.

“Hyun…”

Yang dipanggil sama sekali tidak mendengar kalau Wendy kini berjalan ke arah sofa panjang tempat ia tidur, Irene justru kembali fokus mengubah channel tv yang daritadi pun sudah ia gonta-ganti.

Wendy tambah ingin berteriak gemas saat ia melihat Irene tiduran di sofa dengan piyama bugs bunny dan rambut yang kusut ditambah dengan kacamata bulatnya itu.

“Hyun..” panggil Wendy lagi yang kali ini sukses mendapatkan perhatian Irene.

“Seungwan? Kamu belum tidur?” tanya Irene, kepalanya mendongak ke arah Wendy. Ia sedikit terkejut melihat Wendy, yang menurutnya, tiba-tiba ada di dekatnya.

“Belom tidur malah daritadi.”

Irene mengangguk pelan, kemudian ia menaruh remote yang ia pegang. Baru saja Irene hendak bangkit dari posisi tidurnya tapi tangan Wendy buru-buru menahan pundak Irene.

“Gak usah, aku cuma mau…..” Wendy terdiam sejenak. “..... ngecek kamu aja. Nyaman nggak tidurnya.”

“Sini, feel it by yourself.” kata Irene pelan sambil bergeser, memberikan ruang agar Wendy bisa tiduran di sofa itu juga.

Wendy mengerjapkan matanya, ia berusaha memahami apakah Irene memang mengajaknya untuk merebahkan tubuhnya disana?

Sedangkan Irene kini justru menepuk lengannya pelan seakan-akan memberikan tanda bagi Wendy untuk menggunakan lengan Irene sebagai bantalan.

Akhirnya Wendy menuruti permintaan Irene dan merebahkan kepalanya di lengan Irene. Awalnya posisi Wendy menghadap ke arah Irene tapi kemudian ia mengubah posisinya berputar ke kanan sehingga ia menatap televisi dan membelakangi Irene.

“Kenapa nggak bisa tidur? Something wrong?” tanya Irene.

“Nggak, just can’t sleep.” tangan kanan Wendy menarik tangan kiri Irene, so right now Irene is half back hugging her.

Irene menaikkan alisnya, namun ia membiarkan Wendy memainkan jari-jari tangan kirinya. Ia merasa bahwa Wendy sedang dalam mood clingynya, seperti saat ‘runaway vacation' mereka di glamping site. Irene kemudian memutuskan untuk merangkul Wendy menggunakan tangan kanannya yang digunakan oleh Wendy sebagai bantalan dan menariknya agar lebih dekat dengan tubuhnya.

“Nonton apa sih dari tadi?” tanya Wendy membuka percakapan.

“Nggak tau, saya juga cuma asal-asal aja ganti channel. Paling tadi saya sempet nonton beauty pageant gitu, tapi abis itu bosen.”

“Percaya nggak Sooyoung pernah daftar kontes kayak gitu.”

“Percaya aja sih. She has the body for it and the brain, plus the wittiness too.”

“Agree.”

Wendy mengambil remote yang tadi Irene taruh dan kini justru ia yang menggonta-ganti channel tv.

“Kamu kenapa?” tanya Irene lagi.

Bukannya menjawab, Wendy justru menggeleng dan menghela napasnya. Funny how she suddenly feels sleepy. Mungkin dari awal ia hanya butuh Irene agar ia bisa tidur nyenyak.

“I see, you’re in your clingy mood huh? It’s okay, I like it, I like this.” ujar Irene diselingi tawa pelan.

“Wan.” panggil Irene.

“Hmm?”

“Jangan pernah pergi tanpa bilang ke saya kayak kemarin ya? Bisa copot jantung saya. Look, I will not ngatur-ngatur kamu. Kamu nggak butuh minta izin saya kalau mau pergi. I just need to know where you are, apakah kamu baik-baik aja atau nggak.”

Wendy mempertimbangkan permintaan Irene sejenak. “So I just need to inform you right?”

“Yes.”

“Okay.”

“Really? Segampang ini kamu nurut sama saya?” goda Irene.

Wendy menyikut perut Irene kesal. “Giliran nurut malah digodain.”

“Okay, okay I’m so sorry. Just amazed.”

“Also, masih ingat kan sama permintaan saya yang waktu itu. When you said you want to try this, us?” sambung Irene.

Wendy mengangguk, “I’m sorry. Serius kok aku nggak ada niatan untuk pergi sama Chanyeol.”

Kemudian ia terdiam lagi untuk sejenak.

“Kamu se-jealous itu kalau aku ada di deket dia?”

“Truth to be told, no. I just don't like it when you’re with someone that is not me.”

“Yee dasar sensi.”

“Okay kidding. Saya cuma nggak mau you got unnecessary haters or bad news. I always believe in you Seungwan, but not him, not anyone else, especially not those strangers.”

“I see… But, what if, ini masih if ya, what if in the future I get an offer to do some collaboration with him?” tanya Wendy. Kini tangannya hanya otomatis mengganti-ganti channel, namun pikirannya sudah terfokus pada Irene.

“If you want it then I don’t see why not? Like what I said earlier, I believe in you Seungwan. It goes the same with you and your work.”

“I missed you by the way, I missed us.” tambah Irene. Ia mempererat pelukannya.

“Mmh me too.”

“Kalau kangen saya, sini ubah lagi posisi tidur kamu. I want to see your face.”

“Nooo, muka aku udah muka bantal.”

“So? You still look beautiful anyway.”

“Astaga, lupa banget kalo mulut kamu tuh manis banget kayak gulali.”

“Saya jujur ya, also you smell good. Mandi lagi?” tanya Irene sambil menarik napasnya sehingga aroma tubuh Wendy juga ia hirup.

“Iya, well tadi aku tiba-tiba pengen mandi aja.”

“Enakan sabun kamu yang kemarin, yang ini baunya terlalu menyengat.”

Ucapan Irene membuat Wendy terkejut dan tanpa ia sadari mengubah posisi tidurnya sehingga ia kini menatap Irene.

“Kamu pake sabun aku?”

Pertanyaan Wendy membuat Irene tertawa, “Nggak lah. Mana bisa, saya aja nggak boleh masuk kamar kamu kan? I know everything about you Seungwan, well maybe not everything but soon I will know everything about you.”

Wendy memicingkan matanya, seakan ia tidak percaya Irene bisa membedakan sabun yang ia gunakan hanya dari aroma tubuhnya. Ia menatap Irene lekat-lekat, kedua bola matanya menatap lurus ke arah bola mata kecoklatan milik Irene.

Tangan kiri Irene kemudian mencubit pipi Wendy dan mengusapnya lembut tepat setelah ia cubit. “Jangan ngeliatin saya kayak gini.”

“Why?”

“It makes me want to kiss you.” ujar Irene tenang. Walaupun sesungguhnya jantungnya sudah seperti orang habis lari marathon.

Sementara itu Wendy justru mematung, so funny how suddenly she can feel the sparks on her stomach, the whole zoo on her body.

Namun gesture Wendy justru ditangkap berbeda oleh Irene.

“Seungwan, I missed you so much, that is true. But after what happened earlier, I totally understand if you…”

“Okay, kiss me.” potong Wendy.

“Huh?” Irene heran dan disaat yang bersamaan ia bisa merasakan detak jantungnya berpacu lebih cepat lagi.

What happened between them before was out of lust. This one, Irene is sure out of love.

“Kiss me Hyun, I miss you too.”

“For real? Please jangan terbebani ucapan saya.”

“For real.”

Melihat keraguan dalam diri Irene, Wendy memutuskan untuk memotong jarak diantara mereka dan memejamkan kedua matanya. Jarak antara bibir mereka akhirnya benar-benar terputus ketika Wendy mengecup bibir Irene pelan. Ia hanya menempelkan bibir mereka berdua. Tangannya menarik tengkuk Irene dan mengelusnya dengan lembut.

Sementara itu Irene justru tersenyum, she truly missed her. She missed them.

Setelahnya Wendy kemudian mulai memberi lumatan-lumatan pelan pada bibir Irene yang tentu saja dibalas oleh Irene. Perlahan Irene mengubah posisi mereka sehingga kini Irene berada di atas Wendy. Ia menahan berat badannya menggunakan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk menangkup wajah Wendy dan mengelus pipinya pelan. Sedangkan tangan Wendy berada di tengkuk dan pundak Irene.

Sesekali Irene melepas tautan mereka dan menjatuhkan ciuman di pipi Wendy, kemudian ia melanjutkan mencium bibir tunangannya itu, yes her fiancée. Kemudian ia lepas lagi dan jedanya ia gunakan untuk mencium kening Wendy.

Wendy tertawa dengan sikap Irene, she truly feels loved by Irene.

They love this.

Irene lalu menyudahi kegiatan mereka. Dahinya ia tempelkan dengan dahi Wendy sehingga ia bisa menatap manik mata berwarna coklat gelap milik Wendy.

“Hyun, what if I say I want to move to the next base?” tanya Wendy tiba-tiba.

“You want what?”

“Let’s move to the next base. I don’t know why but suddenly I want to try it with you.”

Wajah Irene langsung memerah. Just how come Wendy asks her something like that so easily like this?

“I think I’m ready, what happened earlier itu karena aku gak expect we gonna move that fast. But I think when I know we're gonna move this fast, I’m gonna be fine.”

“Seungwan, you know what you ask from me right?”

Wendy mengangguk lagi, “Let’s do the first and second base.”

“Seungwan, we missed each other too much. Maybe kamu mencampur adukkan itu semua? You just missed me Wan.” ujar Irene sembari menatap mata Wendy lekat-lekat. Ia mencari jawaban disana.

“No, Joohyun, please hear me out. I’ve a reason why I’m like this. I saw my dad cheating on my mom Hyun. He did the deed with another woman and 5 years old me saw that. The young me know if I ever say about it to my mom it will ruin my family so I kept silent. My decision then traumatized me so much. Only two people knows about this, you’re one of them.”

Irene mengerjapkan matanya berulang kali. Ia sama sekali tidak menyangka little Seungwan had to go through that.

“That’s the reason why I like to play in your house. Because I feel the true love there Hyun. I might forget some of the memories there but I do remember some of it too.” ujar Wendy lirih. Ia memalingkan wajahnya agar Irene tidak melihat air mata yang mulai membasahi pelupuk matanya.

“I hate it, Hyun. I hate the love itself. I can’t bring myself to do something that traumatized me. But then you’re here and show me the warmth and the love that you have for me. I’m not a fool Joohyun, I can feel it. But I don’t know if I will ever reach the same place as you. Then it makes me hate myself too.”

Irene melihat setiap sudut wajah Wendy. Ia tidak tahan melihat guratan-guratan kesedihan dalam wajah Wendy. It shouldn’t be like this. She wants to make Wendy happy, not sad.

“Seungwan, lihat saya please?” ujar Irene berusaha membuat Wendy menatapnya lagi.

“I...do….love you Seungwan and I’ve promised you I’ll be there for you in every step that you want to take to heal. So if you think that you need to do this, then I’ll do it. Let’s do it.”

Awalnya Irene hanya menempelkan bibir mereka dan memberikan kecupan-kecupan lembut. Namun perlahan ritme mereka berubah menjadi lebih cepat. She let Wendy set the pace.

Irene hanya menyeimbangi apa yang Wendy lakukan. Tangan Wendy memegang tengkuk Irene sembari jari-jemarinya bermain dengan rambut Irene.

Yang tadinya hanya ciuman lembut, sekarang berganti dengan ciuman-ciuman cepat, lebih intens, dan emosional. Mata mereka tertutup rapat, deru nafas mereka mulai tidak beraturan dan tanpa sadar tangan Irene sudah menjalar mengelus pelan bagian samping pinggang Wendy.

Saat nafas mereka mulai terengah, Irene berinisiatif untuk memberi jeda bernapas. Ia melepas ciuman mereka lalu melihat Wendy tepat di matanya sambil tangannya mengusap pipinya lembut.

“You okay? Should we continue?”

Wendy mengangguk. Ia kembali menautkan bibirnya dengan bibir Irene. Jauh lebih emosional dari sebelumnya. She knows she can trust Irene.

Irene dengan hati-hati mencari posisi paling nyaman untuk Wendy tanpa melepas tautan mereka. Kali ini Wendy hanya mengikuti apa yang Irene lakukan. Lalu perlahan Irene mengalihkan ciumannya dari bibir ke leher Wendy. Membuat tanda di sana yang membuat tangan Wendy meremas piyama yang Irene pakai.

“Ya Tuhan dosa apa sih gue?!” teriak Yerim yang langsung memejamkan matanya.

Ia benar-benar tidak menyangka akan melihat kakaknya melakukan adegan seperti itu dengan Wendy di ruang tengah seperti itu.

“Woy gue cuma haus mau ambil minum di dapur ya buset! Kenapa harus liat agenda lovey-dovey kalian sih! Get a room for heaven sake! Lo berdua diem disitu jangan gerak, gue gak kuat liat muka lo berdua.” omel Yerim. Tangannya menutup kedua matanya sebelum ia membuat sedikit celah agar ia bisa melihat keadaan.

“Asli gue tadi ngantuk parah, kenapa juga gue milih ambil minum sih?!” gerutu Yerim yang berjalan ke arah dapur masih dengan kesal.

Sementara itu Irene tertawa untuk menutupi rasa malunya, kenapa juga ia dan Wendy harus melakukan ini semua disini? Di ruangan yang jelas-jelas tidak memberikan mereka privasi.

Kenapa juga Yerim harus dua kali memergoki mereka seperti ini? What an odd.

Dilain sisi, tanpa sadar Wendy mengambil ponsel Irene yang tergeletak di meja yang ada di dekat mereka, yang ia kira adalah ponsel miliknya. Ia buru-buru memasukkan tanggal lahirnya as the passcode dan membuka aplikasi kamera di ponsel tersebut.

Ia menggunakan kamera depan ponsel Irene untuk mengecek lehernya dan harus mendecak kesal ketika ia melihat tanda yang Irene tinggalkan disana.

“Oh my gosh Hyun, why you!”

“You said we should try the next base?”

“Damn but not this! I mean….” Wendy memejamkan matanya. “Great, now I should wear a turtleneck on a broad summer day.”

“By the mid of next week juga ilang kok. I know you’re free for this weekend. Ah, also saya jadi ingat, besok ini kita pulang ke rumah keluarga saya ya? Permintaan Bunda.”

“Then it’s the more reason you shouldn’t do this!” ujar Wendy kesal.

Irene hanya tertawa dan menarik Wendy untuk lebih dekat dalam pelukannya.

“You can mark me too then, so we can get a matching hickey.”

“What the? Nope, totally not a hvs.”

“Hah? Kenapa tiba-tiba hvs?”

“Udah gak usah cerewet nanya-nanya, mendingan ayo kita tidur aja!” ujar Wendy sembari mematikan televisi dan menarik tangan Irene agar mengikutinya.

“Saya tidur di kamar kamu?”

“Iya! Ayo cepetan nanti Yerim keburu lewat lagi!”

“Kamu kenapa jadi kikuk gini sih? Malu ya?”

Wendy melotot ke arah Irene, “Kalo cerewet batal nih tidur di kamar aku.”

“Okay okay as you wish boss.” tawa Irene. Tangannya ia angkat ke atas seakan-akan ia menyerah pada keputusan Wendy.

240.

(part 2)

“Thanks for the dinner. Karena kamu sudah masak jadi saya yang cuci piringnya.” ujar Irene sambil mengambil piring kosong milik Wendy.

Sementara itu Wendy hanya bisa mengikuti Irene melalui pandangannya. Agak kikuk juga sebenarnya. Sepanjang perjalanan Irene tetap dalam diamnya, hanya saja kini gesture tubuhnya sudah tidak semarah tadi pagi. Itu juga karena Wendy yang memulai duluan untuk skinship, mungkin kalau ia tidak berinisiatif ya Irene masih akan bersikap dingin.

Keduanya masih tidak banyak berbicara, mostly karena Wendy juga bingung harus memulai dari mana. Sedangkan setiap ia melihat Irene, yang ia dapatkan hanya wajah datar tanpa ekspresi. Susah untuk menebak isi hati Irene.

Sementara itu, walaupun Irene memang tidak banyak berbicara dan terlihat fokus dengan aktivitasnya, sesungguhnya kepala dan hatinya sedang tidak karuan. Ia tidak tahu harus memulai dari mana.

Okay takes one to know one. Kalau Irene keras kepala, ia juga bisa keras kepala, pikir Wendy.

“Let’s do this Wan! We gotta win the war!” pikir Wendy. Ia sudah tidak sanggup bertahan dalam keheningan, she prefers Irene to be mad at her and be vocal about it.

Wendy berdiri dari kursinya dan berjalan ke arah Irene.

“Hyun, udah dong diemin akunya.” ujar Wendy pelan.

Sedangkan yang diajak berbicara hanya berdeham, masih fokus mencuci piring seakan-akan ia sedang melakukan pekerjaan terpenting abad ini.

Melihat respon yang diberikan Irene, Wendy kemudian berdiri tepat di sebelah Irene. Tangannya mengambil piring yang sedang Irene bilas.

“Come on Hyun, let’s talk.”

Irene masih tidak menggubris ucapan Wendy. Ia kini beralih mencuci gelas yang kotor.

“Hyun, are you seriously gonna be like this? Look, last night was totally my fault and I admit that. You say we need to talk but then you just treat me like I’m not exist?!”

Intonasi Wendy yang berubah menjadi lebih serius membuat Irene memilih untuk membilas tangannya. Ia menarik napasnya dalam-dalam.

“Okay let’s talk.” ujar Irene sambil mengeringkan tangannya.

Wendy melihat bahwa Irene menarik napasnya beberapa kali seakan-akan ia berusaha untuk meredam emosinya. Hal ini sejujurnya membuat Wendy semakin khawatir. Irene yang belum tahu bahwa semalam ia pergi minum dengan Chanyeol saja sudah seperti ini, lantas bagaimana kalau ia tahu?

Lagi-lagi keduanya hanya diam untuk beberapa saat. Irene menumpukan berat badannya pada kedua tangannya yang bertumpu pada kitchen set tempat ia mencuci piring. Ia menghela napasnya lagi.

“Hyun?”

Irene menyeka rambutnya ke belakang dengan cukup emosi.

“You know that I’m never good with words when it comes to you, so I don’t know where to start, Wan. I’ll just tell you everything that is bugging me. Kerjaan di kantor mulai bikin saya burned out, ada hal-hal yang tak terduga yang almost di luar kendali saya. I was so afraid I'd mess up. So, I thought maybe I can unwind by going on dates with you. Yes, plural. That’s why Saya kecewa dan marah saat kamu dengan gampangnya batalin rencana saya untuk berangkat bareng kamu kemarin itu. I just want to spend my time with you Seungwan. As cheesy as it sounds, I like it when I’m with you. Even ketika kamu cuma duduk diam di ruang tengah sambil gonta-ganti channel tv dan tanpa sadar you humming some songs or when I’m driving and you sing along with the song played on the radio.”

Wendy terkejut saat ia mendengar penjelasan Irene barusan. She always looks so strong and confident but to know that Irene was feeling something like this is totally not something that Wendy expects. Ia mencoba untuk menggenggam tangan Irene namun gesture itu ditolak oleh Irene.

“No, let me finish. When you touch me, I’ll completely crumble. Now you know what kind of effects you have on me right? Back to the topic, saya sadar saya terlalu kekanak-kanakan makanya saya berusaha untuk jemput kamu kemarin. Then what? Your friend joking like that in front of me, I’m so insecure Wan. Saya bertanya-tanya apakah dia serius atau benar-benar cuma bercanda? Then you unconsciously said that you have never been in a relationship for the past 5 years. It’s totally destroying my confidence.”

“I’m sorry Hyun, that's totally my fault. Aku bener-bener gak sadar aku ngomong kayak gitu but please believe me, aku nggak pernah nganggep kamu cuma sebagai my experiment. Everyone asks me if I’m serious with you and sometimes it makes me question myself too. It seems semua orang yakin banget kalo aku bakal nyakitin kamu and I’m afraid too.” ujar Wendy yang kemudian memeluk Irene erat.

Kali ini ia tidak peduli jika Irene menolak gesturenya, ia akan tetap memaksa. Wendy benar-benar tidak mau melepas pelukannya, she wants Irene to feel her sincerity through her gesture.

“Saya pathetic banget ya Wan? I’m so so insecure and for a second I was thinking if Lucas truly is your boyfriend, I’d gladly be your second person. As long as I can have you. You are just too amazing Wan, I know everyone wants you hence why I know too that you might just disappear like that and I’m afraid of it.”

“Nggak gitu Hyun, you are much more amazing than me. I hope you can see yourself through my eyes.”

Kali ini akhirnya Irene membalas pelukan Wendy dengan tidak kalah erat. Ia membenamkan kepalanya di lekukan leher Wendy. Rasanya ia ingin sekali agar waktu berhenti sehingga ia bisa menikmati waktu bersama Wendy dengan lebih lama.

Sudah sedikit lega sebenarnya karena ia akhirnya melontarkan apa yang mengganjal di pikirannya untuk beberapa hari ini. Ditambah, she feels home when Wendy hugs her like this.

“Then I hear something.” bisik Irene.

“Hmm? What was that?”

“The PD, awalnya saya cuma mau ngenalin Jennie sama PD-nya. Because it’s the basics she has to know. She was doing fine, talking like the boss that she should. Then when she asked him to take care of you, I know she was doing this on behalf of me, the PD said something that we never expected. He said in his joking tone, that of course he would take care of you. Yes, in that kind of innuendo. Kalau bukan karena Jennie, saya mungkin udah buat keributan di sana tadi.”

Wendy mengernyitkan alisnya, who the hell is the PD?

“A PD should never say something like that. He should make sure that the working environment is free of any kind of sexual harassment. I was so mad, Wan. I can’t stand to hear someone talk about you like that.

Wendy masih berusaha mengingat nama PD-nya saat ia mendengar Irene berbicara pelan pada dirinya sendiri.

“That freaking Baek Sungmin would never see the light again.”

Oh. That PD.

“Hyun, kamu nggak mikir kalo aku pernah ada sesuatu sama dia kan?”

“Emang pernah?”

“Hell no. He keeps chasing me but I always turn him down. Sumpah aku nggak pernah ada apa-apa sama dia, maybe he just wants to brag something that he will never have.”

“Mm, I believe you.” Irene mengangguk. Ia kembali mempererat pelukannya yang sedikit mengendur, ia hanya ingin menyalurkan perasaan rindunya yang terpendam sejak kemarin.

“Maaf ya Hyun, aku nggak pernah tau isi kepala dan hati kamu. Maaf juga aku kemaren egois banget mutusin sendiri untuk berangkat tanpa kamu karena aku pikir itu yang terbaik tanpa aku consider your feelings. I’m so sorry.”

“It’s okay. Forgiven. Saya juga salah karena terlalu cepat tersulut emosinya dan justru memilih untuk diam, I just don’t wanna say something that will hurt us. Tapi saya masih kecewa karena kamu milih untuk pergi diam-diam dan pulang mabuk.”

Oh no, this topic.

“Hyun, I need you to know something…..”

Mendengar suara Wendy yang seperti ini membuat Irene mendorong tubuh Wendy pelan, ia ingin melihat wajah Wendy.

“Okay, it seems you’re in trouble. What is that?”

“Janji ya jangan marah?”

Kalimat seperti itu justru membuat Irene menarik napasnya dalam, ia sudah tahu bahwa Wendy akan mengejutkannya dengan berita yang akan membuatnya marah.

“Tergantung seberapa besar damage ucapan kamu.”

“Ih jangan gitu dong, please?” ujar Wendy lagi. Ia kali ini berusaha untuk memberikan puppy eyesnya. Ia tahu kalau Irene pasti akan marah lagi, mengingat responnya yang waktu dulu di acara anniv kantornya.

“So, last night I was drinking with Chanyeol.”

Satu

Dua

Tiga

“Are you kidding me?”

“Dengerin duluuuuu! Aku nggak ada niatan sama sekali minum sama dia. Awalnya aku cuma dinner doang sendirian, but then I met him. Dia ngajak aku minum dan well old habits die hard, aku udah lama banget nggak minum Hyun, since I’m with you. Jadi aku iyain.”

“It’s not a good excuse Seungwan.”

“Aku gak ada mikir apapun Hyun, sumpah. Justru aku mikir karena dia sepupu kamu, it’s gonna be safer.”

Wendy berusaha pelan-pelan melihat ekspresi Irene.

“Mampus nih gue, apa mending tadi nggak ngomong aja ya?” batin Wendy.

Sementara itu Irene sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi.

“I’m so mad at you right now Seungwan. Not only did you drunk because you ran away from OUR problem, but also you drunk with him.” Irene menghela napas dengan kasar.

Namun tindakan Irene selanjutnya justru tidak terduga. Wendy sudah berekspektasi akan bertengkar lagi dengan Irene tapi yang ada Irene justru memeluk dirinya dengan erat.

“If you do this one more time, saya bener-bener marah okay?”

Irene kemudian memegang wajah Wendy dengan kedua tangannya dan mencium kening Wendy untuk beberapa detik, “Enough of this fight. I prefer to spend it on something more useful and make some good memories.”

Wendy mengerjapkan matanya beberapa kali, ia sangat tidak menduga bahwa Irene akan dengan mudah set it aside. Plus, this gesture just makes her feel loved. Wendy benar-benar merasa disayang oleh Irene dan Irene sukses menunjukan padanya that love can make you be the bigger person.

Wendy kemudian menatap wajah Irene dalam-dalam dan tiba-tiba ia mendekatkan wajahnya untuk mencium Irene dengan cukup menggebu-gebu. Seakan-akan ia ingin membalas perasaan Irene tapi ia tidak tahu bagaimana cara menyalurkan itu semua.

Irene mendorong tubuh Wendy pelan. Not everything should be finished with them kissing “Wan, I’m not done talking…”

“No, we’re done.”

Lagi-lagi Wendy menyatukan bibirnya dengan bibir Irene, kali ini dengan sedikit emosi. Irene awalnya cukup terkejut namun perlahan ia mengimbangi tempo Wendy. Tanpa Wendy sadari tangannya sudah ia kalungkan di leher Irene sementara tangan Irene menarik pinggang Wendy lebih dekat.

Irene lagi-lagi mencoba untuk melepas ciumannya, “You shouldn’t go with him, especially when you have me.”

“I’ll go with you next time but now just shut up and kiss me Hyun.”

Mendengar ucapan Wendy, Irene kembali menautkan bibirnya, kali ini dengan lebih intens dan lebih menuntut. She got the permission anyway. Ia sedikit menggigit bibir Wendy membuatnya terkejut dan membuka mulutnya. She used this opportunity to enter her mouth.

Perlahan ciumannya turun dari bibir ke leher Wendy dan membuat tubuh Wendy menegang. She never let anyone touch her like this but at the same time this is Irene, the person that she trusts so much.

Wendy yang sudah terlalu terbuai dengan perasaannya tidak menyadari bahwa apa yang ia lakukan barusan justru membuat dirinya tidak nyaman. Namun Irene menyadari itu karena tanpa Wendy sadari, tangannya mulai gemetar.

“Wan, let’s stop th...” ujar Irene lagi berusaha untuk menghentikan Wendy. Ia tahu bahwa apabila ini dilanjutkan justru akan membuat jurang pemisah diantara mereka berdua karena Wendy mungkin akan menyesali ini semua.

Namun Wendy justru memaksa untuk melanjutkan kegiatan mereka, ia tidak peduli. She just wants Irene to know that she has these feelings for her that she doesn’t know how to name it. Maybe actually she knows but she is still afraid to admit it.

“No.”

“HALO RISE AND SHINE! Oh my freaking innocent eyes and mind!!”

Irene dan Wendy terkejut dengan teriakan Yerim sontak menghentikan kegiatan mereka. How come she’s here? Since when? Keduanya sama sekali tidak mendengar suara alarm pintu apartemen mereka terbuka.

“What the hell Yerim get out!” bentak Irene yang langsung dituruti oleh Yerim. Ia langsung berlari entah kemana.

Irene mengatur napasnya yang tersengal sementara itu Wendy menengadahkan kepalanya serta memejamkan matanya untuk beberapa saat. Ia masih bisa mendengar deru napas mereka berdua.

Irene yang lebih dulu berhasil menenangkan dirinya kemudian melihat ke arah Wendy dan ia harus kecewa dengan dirinya sendiri saat melihat tangan Wendy yang gemetar. If only Irene lebih tegas untuk menolak Wendy.

“Wan, sorry I don’t know what’s gotten in me.” bisik Irene, kepalanya ia sandarkan di pundak Wendy. “I’m sorry Seungwan. I’m sorry.”

Tangan Wendy yang tadi mengalung pada leher Irene kini sudah berpindah ke kepala Irene, membelai rambut Irene to let her know that this is not her fault.

“Don’t say sorry Hyun because for a second I was thinking of pushing through too.” jawab Wendy memecah keheningan.

Irene mengangkat kepalanya, ia menatap mata Wendy. Ia sangat menyesali tindakannya barusan. “No Wan, you didn’t understand. I should try harder to stop you especially when I know you’re not ready.”

Wendy menangkupkan tangannya ke muka Irene, ibu jarinya mengelus pipi Irene dengan pelan.

“It’s okay, we’re both at fault okay? It’s okay Hyun.” ujar Wendy sembari menatap mata Irene dengan lekat. Ia melihat adanya penyesalan disana.

“Please don’t be mad at yourself and then you’ll unconsciously pull yourself from me.” tambah Wendy.

“I’m sorry wan…”

“It’s okay, we need to thank Yerim for this one.” canda Wendy.

“Sure, this one we owe her. Anyway, once again I’m so sorry Seungwan.” ujar Irene, kali ini ia menarik tubuh Wendy ke dalam pelukannya dan memeluk Wendy dengan erat.

“You’re my precious, please know that I will never force you to do something that you don’t want to. I’m gonna hate myself if I ever hurt you.” bisik Irene.

“God, I love you so much Seungwan.” batin Irene sambil mengeratkan pelukannya lagi.

“I’m gonna hate myself too if I ever hurt you.” batin Wendy.

Wendy likes it, when Irene pays her attention and makes her the priority.

Wendy loves it when Irene shows her true emotion.

Wendy loves it when Irene showers her with romantic gestures.

Her Joohyun

240.

(part 1)

Wendy cukup terkejut saat ia melihat Irene dan Jennie berada di sela-sela kamera yang sedang merekam acara show yang ia datangi hari ini namun ia tidak begitu heran mengingat latar belakang keluarga Irene. It bounds to be happen anyway, ia sempat mendengar desas-desus bahwa perusahaan Irene mungkin akan merambat ke bidang media. Belum lagi fakta that Irene holds her own shares in her entertainment, so no wonder.

Rekamannya hari ini cukup berjalan lancar bagi Wendy sudah hampir satu tahun tidak mendatangi acara-acara seperti ini, mengingat tahun lalu ia lebih banyak beristirahat dan hanya mengeluarkan beberapa single.

Wendy sempat terbata saat ia beberapa kali bertatapan mata dengan Irene, selebihnya dapat Wendy tangani dengan lancar. Jujur ia sempat penasaran juga dengan Irene dan Jennie yang terlihat berbincang serius beberapa kali dan Jennie yang terlihat sempat berbicara akrab dengan PD acara ini.

“Your schedule for today is over. Weekend ini istirahat ya, minggu depan kita mulai recording lagi.” ujar managernya memecah lamunan Wendy.

“Okay, thanks for today Sam!”

“Ya, sana pulang. Itu udah ditungguin.” ujar laki-laki yang dipanggil Sam oleh Wendy. Ibu jarinya mengarah pada Irene yang berdiri cukup jauh di belakangnya.

“She treats all the staff so well, you have to thank her.”

“Huh?”

“Itu semua makanan dan minuman yang beliin dia but using your name.”

Pantas saja dari tadi orang-orang yang bertemu dengannya selalu mengucapkan terima kasih, pikir Wendy.

“Yaudah gih pulang. Ingat ya weekend ini libur bukan buat aneh-aneh! Awas aja kalo sampe tengah malem banyak telepon masuk dari BoD dan wartawan kayak yang waktu itu.”

Wendy hanya bisa tersenyum dan membuat tanda ‘v’ dengan jari telunjuk dan jari tengahnya, “Iya iya sorry. Kayaknya malem ini gue bisa selamat sampe besok pagi aja udah berkah deh.”

“Maksudnya?”

“Gapapa. Yaudah deh gue duluan ya, Joohyun udah nungguin gue. Dari tadi ngeliat kesini mulu.”

“Joohyun? Itu bukannya nama kecil dia? Emang kenal segitunya? Kaget tau tadi pagi dapet pesan dari dia! Gila aja shareholders kirim pesan langsung ke gue. Heran deh kok Jennie Kim juga disini, apa rumornya bener ya?”

“Emang apaan?”

“Makanya ikutin dong gossip internal perusahaan. Irene sekarang pemegang saham terbesar ketiga, yang pertama masih keluarganya Taeyeon. Tebak siapa yang kedua?”

“Jennie?”

“True.”

“Terus?”

“The rumor is Irene sengaja transferred her shares to Jennie to secure her a place in XBC. I mean siapa juga yang bakal jual saham pas nilainya lagi kayak sekarang? Gue rasa it’s her strategy gitu loh, kayak jaminan bahwa agensi kita bakal terus supply artisnya ke acara-acara XBC. Terus rumornya Bae Corp, well Irene, planning to buy the majority shares of XBC too. Cocok kan? Irene jadi middle-woman gitu in between.”

“Hah? Terus apa benefitnya buat Jennie deh?”

“Hih! Heran deh, masa nggak pernah denger rumor kalo Jennie itu hidden heiressnya XBC?”

“Pernah, barusan.”

“Astaga! Nih ya, the Kims as you know kan emang yang megang di entertainment industry, like Taeyeon and her family own one of the biggest agencies. Then there is the other side of the Kims yang fokus di Media. Rumornya penerus yang dipilih itu Jennie tapi ya banyak penolakan, terutama dari paman-pamannya dia. Tapi orang-orang yakin banget Jennie yang pasti naik apalagi setelah dapet backingan dari Irene.”

“Bodo amat lah, pusing gue mikir yang kayak gitu.”

“Dih, asik tau! Sumpah sih Irene business woman sejati, kalo kenal please dong sebut nama gue. Siapa tau kan gue naik pangkat, gak terus-terusan ngurus lo.”

“Sialan! Emang segitunya amat gue?”

“Iya kalo lagi gila suka nyusahin sih, selebihnya gue gak ada komplain.”

Mereka berdua tertawa mendengar jawaban yang keluar dari mulut Sam.

“But serius deh, gue akuin dia jago banget. Irene and her strategy is always risky but also tricky. Terus gue gak bayangin deh itu orang sekaya apa?”

“Kaya banget sih, sampe gue juga heran apa dia bisa beli negara ya?” batin Wendy.

“Sorry pembicaraannya dipotong sebentar” sosok Irene sudah berdiri di sebelah manager Wendy. “Wan, saya tunggu di coffee shop bawah ya sama Jennie.”

“Gak usah, ini udah selesai kok.”

“Sam duluan ya!” Wendy menepuk pundak managernya lalu berjalan ke arah Irene dan menggandeng tangan Irene erat.

Tindakannya ini sontak membuat beberapa mata tertuju ke arah mereka.

“Yakin mau gandengan sama saya disini?” tanya Irene sambil melihat tangan mereka berdua yang bertautan.

“Emang kenapa?”

“Well, Saya sih nggak ada masalah. Tapi kamu kan baru mau ngeluarin album baru? Emang mau kena gosip?”

“Kata kamu kalo ada berita jelek nanti kamu yang urus?” jawab Wendy, ia sengaja mengulang ucapan Irene beberapa minggu yang lalu.

Irene menatap Wendy untuk beberapa saat. “Kalau ini masih bagian dari usaha kamu supaya saya luluh dan gak jadi ngomel ke kamu, saya kasih tau aja ya nggak mempan.”

Wendy menggelengkan kepalanya, “No, aku udah nyiapin telinga kok.”

True to her words. Wendy memang tidak bermaksud untuk membujuk Irene, hanya saja tiba-tiba ia merasa sangat bangga dengan Irene setelah mendengar cerita singkat dari managernya itu. Ditambah fakta bahwa even in her angry mode, Irene tetap memperhatikannya.

Irene bought the staff all those foods and drinks so they will take care of her.

Another day of learning from Joohyun.

Her cool and awesome Joohyun.

Yes, her Joohyun.

233.

Perlahan Wendy membuka matanya. The dizziness is still there at the back of her head, she feels disoriented.

Namun Wendy merasa cukup tenang karena ia tahu saat ini ia berada di kamarnya walau ia sama sekali tidak ingat bagaimana ia bisa sampai disini dalam keadaan yang utuh dan tidak mencium bau yang menjijikan dari seluruh alkohol yang seingatnya ia tenggak kemarin malam.

Matanya terasa sangat berat untuk dibuka dan ia merasa sekujur tubuhnya pegal. She feels extremely exhausted. Dengan susah payah Wendy berusaha memfokuskan pikirannya dan perlahan ia dapat mendengar suara di sekelilingnya.

Kamarnya hening, namun ia dapat mendengar suara air purifier, probably Joohyun’s. Ia juga mulai mencium wangi aromaterapi, it’s lavender, this one she’s sure is Joohyun’s. Kemudian Wendy dapat mendengar seseorang bergerak kesana kemari di dapur, that of course is Joohyun.

Joohyun.

Joohyun.

Joohyun

Wendy memejamkan matanya kembali. Semenjak ia kenal Joohyun, hampir setiap detik di hidupnya berkaitan dengan Joohyun, or at least reminds her of Joohyun. Bahkan di saat seperti ini ia berhalusinasi that she saw Joohyun, heard Joohyun’s voice, and felt Joohyun’s touch on her body last night.

The realization scares her as much as it’s exciting for Wendy. Has she ever felt something like this with anyone before? Yes. Was it this scary? No.

Tiba-tiba Wendy merasakan tenggorokannya terbakar dan kepalanya seakan-akan terbentur keras. Ia mengerang berusaha untuk setidaknya menahan sakit yang ia rasakan.

Wendy mendengar suara pintu kamarnya dibuka namun dia tidak bisa mengeluarkan suara apa pun untuk merespon.

“Seungwan? Kamu udah bangun? You okay?”

Mendengar suara Joohyun membuat Wendy ingin berteriak. Setelah semua yang ia lakukan terhadap Joohyun, mengapa ia masih memperlakukannya dengan semanis ini?

“Seungwan?”

Kali ini Wendy merasakan Joohyun membelai kepalanya dengan halus. She hated to admit that this gesture totally calmed her mind and heart. Joohyun’s genuine voice tells her that she’s worried for her and it made Wendy believe that she can trust Joohyun completely.

And maybe that was all she needed to move on. Just Joohyun. Maybe.

“Kamu kenapa? Please say something Wan, jangan bikin saya takut gini. Apa kita ke rumah sakit aja?”

Joohyun sudah hampir mengambil ponselnya dari saku celana yang ia kenakan namun tangan Wendy sudah terlebih dahulu mencegahnya. Ia baru saja ingin membuka mulutnya namun tiba-tiba ia merasakan mual yang luar biasa.

Entah ia mendapatkan energi dari mana, Wendy dengan secepat kilat turun dari kasurnya dan berlari ke arah kamar mandi. Ia berlutut tepat di depan kloset dan memuntahkan seluruh isi perutnya.

Awesome, now even her stomach is hurting.

“Easy there, Seungwan.” ujar Joohyun yang mengikuti Wendy dan kini sudah berdiri tepat di belakangnya. Tangan kirinya memegang rambut Wendy agar tidak terkena muntahan sedangkan tangan kanannya berusaha memijat pelan tengkuk Wendy.

Wendy hanya bisa mengangguk pelan.

“Saya tinggal sebentar ya, ambil minum buat kamu.”

Lagi-lagi Wendy hanya bisa menganggukkan kepalanya. Ia kemudian menyandarkan tubuhnya ke tembok sedangkan Joohyun dengan sigap menekan tombol flush.

Tak lama setelah itu ia mendengar Joohyun setengah berlari keluar dari kamar mandi dan kembali berlutut disisinya.

“Ayo bangun dulu, jangan di lantai nanti kamu kedinginan.”

Wendy hanya bisa pasrah saat Joohyun mengangkat tubuhnya. Namun ia tahu setidaknya ia harus membantu Joohyun agar ia tidak lebih banyak mengalami kesulitan, akhirnya Wendy berusaha untuk memberikan kekuatan pada kedua kakinya dan bangkit secara perlahan.

“Pelan-pelan ya.”

Joohyun kemudian menyodorkan gelas kaca ke bibir Wendy dan membantunya untuk menenggak air mineral tersebut, although some of the water still spilled on her pajamas. Ia menghabiskan isi gelas tersebut seakan-akan ia sangat kehausan.

Joohyun mengambil gelas kaca yang Wendy pegang dan menaruhnya di wastafel.

Untuk beberapa saat keduanya terdiam, well mostly on Wendy’s part because Joohyun is still observing her dan Wendy hanya bisa menundukkan kepalanya. Ia tidak sanggup untuk menatap mata Joohyun.

“Kalo kamu mau omelin aku, please jangan sekarang.” ucap Wendy tiba-tiba.

Sangat masuk akal, Joohyun sebenarnya juga sudah gatal untuk memarahi sikap Wendy yang kabur dan mabuk-mabukan semalam. Namun ia tahu saat ini bukanlah saat yang tepat. Baik dirinya maupun Wendy sama-sama harus bekerja hari ini dan memulai hari dengan pertengkaran adalah pilihan yang bodoh.

“Nggak, saya simpan omelan saya untuk nanti malam. Kamu sekarang mandi aja, saya siapin baju gantinya. Setelah itu kita sarapan dan nanti saya yang antar kamu ke tempat shooting. Saya nggak terima penolakan untuk kali ini, itung-itung ini hukuman buat kamu.” jawab Joohyun yang berkacak pinggang di depan Wendy.

“Okay...tapi please nanti malem jangan kelamaan ngomelnya.” tawar Wendy.

Joohyun sudah hampir membuka mulutnya namun Wendy lebih dulu memotong Joohyun.

“I’ve something for you tonight, please? Aku selesai rekaman jam lima hari ini, habis itu I’m totally free. So I thought we should do something.”

Joohyun memejamkan matanya, ia sedikit kesal dengan Wendy. Bisa-bisanya wanita di depannya itu bermanuver dengan cara seperti ini untuk membujuk dirinya.

“Terserah saya mau ngomel berapa lama. Just take a bath now okay?”

“Okay…...but Joohyun, we are okay now right?”

Joohyun menggeleng, “No, we still have a lot to talk about. First, please don’t do this ever again. I’m so terrified. I beg you.” ujar Joohyun sambil menggerakkan tangannya menunjukkan bahwa ia tidak menyukai sikap Wendy.

“I’m so sorry for my behaviour yesterday. I’m not mad at you, I’m mad at myself yang terlalu childish, jealous untuk urusan yang nggak penting. Maka dari itu saya cuma bisa diam sepanjang jalan kemarin. Saya cuma butuh waktu untuk menenangkan hati saya tapi kamu malah pergi tanpa bilang seperti semalam. I’m so mad at you Wendy.” lanjut Joohyun.

Wendy memasang muka cemberut dan menatap ke arah Joohyun berharap ia akan luluh. Namun Joohyun tidak menunjukkan perubahan ekspresi.

“So when she’s mad I’m Wendy huh?” batin Wendy.

“I’m sorry too…....It’s…. old habits die hard I guess? Abis kamu juga kenapa sih diemin aku? Kesel tau!”

“Loh kok jadi kamu yang marah?! Saya cuma nggak mau ngomong pas saya lagi kesel. Tapi tindakan kamu kemarin malam itu membahayakan diri kamu sendiri tau nggak?!”

“Ya abis! Kamu sih kenapa juga bercandaannya Lucas dibawa serius?! Terus abis itu ngambek nggak jelas! Emangnya enak di diemin?!”

“God, that’s not what makes me mad, Wendy! You clearly said to me that you are not in a relationship at least for the last five years. That’s what makes me mad! Saya pikir I’m your someone but it doesn't seem like that right?”

Oh….

“I will be honest, it hurts me, Wen. But then I remember you asked me to be patient with you, wait for you and give you more time. That’s why then I know this is my fault. Tapi saya kecewa kamu lebih memilih pergi daripada ngomong sama saya.”

Wendy masih terdiam. Ia sama sekali tidak menyadari ucapannya yang waktu itu karena ia justru berfokus untuk memperjelas bahwa ia dan Lucas sama sekali tidak ada hubungan apapun.

“We are not okay right now, we still have a lot to talk about. Just please promise me we'll talk it out, just don’t repeat it again.” ujar Joohyun.

Wendy mengangguk pelan. Ucapan Joohyun benar-benar membuatnya merasa bersalah.

“Sekarang mandi, you look like a lost puppy. A smelly one.” sambung Joohyun, tangannya mencubit pipi Wendy. Kemudian ia mengacak-acak rambut Wendy dan setelahnya meninggalkan kamar mandi tersebut.

Sedangkan Wendy menghela napas lega. Setidaknya Joohyun sudah bisa sedikit bercanda dengannya. Yang harus ia lakukan sekarang adalah menuruti ucapan Joohyun dan nanti meluruskan permasalahan mereka.

232.

Irene menatap langit-langit kamarnya tepat setelah ia mengirimkan pesan selamat malam untuk Wendy. Ia baru saja hendak memejamkan matanya saat ia mendengar suara alarm pintu apartemen berbunyi.

Dengan segera Irene membuka matanya dan menajamkan pendengarannya, mungkin saja ia salah dengar.

Namun ia merasa kebingungan dan sedikit panik saat ia mendengar pintu apartemen terbuka dan ada langkah kaki yang mengikuti.

“Aneh banget?” batin Irene.

Sontak Irene langsung berdiri dan berjalan keluar dari kamarnya, ia menahan napas sambil mencari-cari barang yang bisa dijadikan alat pertahanan diri. Sejujurnya ia cukup merasa deg-degan karena yang ia tahu hanya Wendy, dirinya, Joy, dan Yerim yang mengetahui password apartemen ini.

Irene hampir berteriak kaget saat mendengar suara barang terjatuh. Ia kemudian memberanikan diri untuk mengintip ke arah pintu apartemen dan cukup terkejut saat menemukan Wendy tergeletak di lantai.

“Seungwan?!” Irene segera mendatangi Wendy dan berlutut di sebelah Wendy. Disana ia dapat mencium bau alkohol yang sangat keras dari sosok Wendy yang terlihat antara dalam keadaan sadar dan tidak sadar. “Wan?! Kamu mabuk?!”

Sedangkan yang diajak bicara hanya melambai-lambaikan tangannya.

“Noooopppppssss!”

“Damn you’re definitely drunk! Come on, let’s get you cleaned up.” ujar Irene sembari memapah Wendy untuk berdiri. Sementara Wendy justru tertawa pelan dan menyentuh pipi Irene dengan telunjuknya.

“Irene!”

“Yes Wendy?” jawab Irene sambil berjalan menuju kamar Wendy.

“Yooouuuu aarrr sssooo ppreettyyy!”

“Thank you I guess? You’re beautiful too Seungwan.” ujar Irene menanggapi celotehan Wendy.

Kepala Irene diselimuti banyak pertanyaan. Apakah dari tadi artinya Wendy tidak ada di apartemen? Seberapa banyak Wendy minum hingga ia mabuk seperti ini? Apa yang membuatnya sampai harus mabuk-mabukan padahal besok ia jelas-jelas memiliki jadwal shooting?

Namun dilain sisi ia berusaha untuk tetap fokus pada kondisi Wendy saat ini. Irene meletakkan Wendy dengan perlahan di atas kasurnya. Kalau saja saat ini situasinya berbeda, Irene ingin sekali mencubit pipi Wendy karena saat ini ia terlihat sangat menggemaskan dengan pipinya yang gembil dan terlihat memerah.

Setelah beberapa saat memperhatikan kondisi Wendy, akhirnya Irene cukup lega saat ia melihat Wendy sudah tertidur, dadanya naik-turun berirama.

Irene kemudian memutuskan untuk meninggalkan kamar Wendy namun bau alkohol yang ia cium sangat mengganggunya, akhirnya Irene memilih untuk mengganti baju Wendy. As much as she’s nervous because she has to take Wendy’s clothes off, she still prefers it than letting Wendy sleep while reeking of alcohol.

“It’s so easy right? Just change her clothes?” batin Irene.

But the reality is, Irene is quite struggling while changing Wendy’s outfit to her pajamas and can feel her face redden by each clothes coming off from Wendy.

“What the fuck Bae Joohyun.” gerutu Irene pada dirinya sendiri.

Setelah ia selesai mengganti pakaian Wendy, Irene memeriksa kondisi Wendy sekali lagi kemudian baru ia membawa baju kotor Wendy dan memasukkannya ke mesin cuci. Tak lupa Irene mengambil gelas yang diisi air mineral dan menyiapkan obat-obatan yang akan Wendy butuhkan esok pagi.

Kemudian Irene kembali ke kamar Wendy dan menaruh minuman serta obat yang ia siapkan di meja yang terletak di sebelah Wendy. Pandangan Irene kemudian terjatuh pada sosok Wendy yang tertidur pulas, namun terlihat jelas dahinya mengkerut seakan-akan ia sedang berpikir dalam tidurnya.

Irene berjongkok di sebelah Wendy dan membelai pelan kepala Wendy, “Why you’ve to be like this, Wan? I thought we agreed to talk over our problem?”

Irene menghela napasnya, ia cukup kecewa dengan tindakan Wendy namun ia tahu ia harus mendengarkan dahulu penjelasan Wendy. Ia baru saja berencana untuk bangkit dari posisinya saat ia mendengar Wendy menggumamkan kata-kata secara tidak jelas.

“I’m sorreey hyunniee. Ddonn’t maad at mee. Ddon’tt lleaaave. Sstaayy. I nneed you”

Wendy mengucapkan kalimat yang sama beberapa kali sebelum Irene akhirnya mengerti apa yang Wendy ucapkan. Irene’s heart is hurting with each apology Wendy said to her in this condition.

Irene kembali membelai kepala Wendy namun kini ia juga mendaratkan kecupan di kening Wendy. Tangannya menggenggam tangan Wendy dengan erat.

“Sleep Seungwan. I’m not mad at you. I'm here to stay okay? Don’t worry, I need you too, love. Let’s talk tomorrow okay?”

232.

Irene menatap langit-langit kamarnya tepat setelah ia mengirimkan pesan selamat malam untuk Wendy. Ia baru saja hendak memejamkan matanya saat ia mendengar suara alarm pintu apartemen berbunyi.

Dengan segera Irene membuka matanya dan menajamkan pendengarannya, mungkin saja ia salah dengar.

Namun ia merasa kebingungan dan sedikit panik saat ia mendengar pintu apartemen terbuka dan ada langkah kaki yang mengikuti.

“Aneh banget?” batin Irene.

Sontak Irene langsung berdiri dan berjalan keluar dari kamarnya, ia menahan napas sambil mencari-cari barang yang bisa dijadikan alat pertahanan diri. Sejujurnya ia cukup merasa deg-degan karena yang ia tahu hanya Wendy, dirinya, Joy, dan Yerim.

Irene hampir berteriak kaget saat mendengar suara barang terjatuh. Ia kemudian memberanikan diri untuk mengintip ke arah pintu apartemen dan cukup terkejut saat menemukan Wendy tergeletak di lantai.

“Seungwan?!” Irene segera mendatangi Wendy dan berlutut di sebelah Wendy. Disana ia dapat mencium bau alkohol yang sangat keras. “Wan?! Kamu mabuk?!”

Yang diajak bicara hanya melambai-lambaikan tangannya.

“Noooopppppssss!”

“Damn you’re definitely drunk! Come on, let’s get you cleaned up.” ujar Irene sembari memapah Wendy untuk berdiri. Sementara Wendy justru tertawa pelan dan menyentuh pipi Irene dengan telunjuknya.

“Irene!”

“Yes Wendy?” jawab Irene sambil berjalan menuju kamar Wendy.

“Yooouuuu aarrr sssooo ppreettyyy!”

“Thank you I guess? You’re beautiful too Seungwan.” ujar Irene menanggapi celotehan Wendy.

Kepala Irene diselimuti banyak pertanyaan. Apakah dari tadi artinya Wendy tidak ada di apartemen? Seberapa banyak Wendy minum hingga ia mabuk seperti ini? Apa yang membuatnya sampai harus mabuk-mabukan padahal besok ia jelas-jelas memiliki jadwal shooting.

Namun dilain sisi ia berusaha untuk tetap fokus pada kondisi Wendy saat ini. Irene meletakkan Wendy dengan perlahan di atas kasurnya. Kalau saja saat ini situasinya berbeda, Irene ingin sekali mencubit pipi Wendy karena saat ini ia terlihat sangat innocent.

Hatinya cukup lega saat ia melihat Wendy sudah tertidur, dadanya naik-turun berirama.

Irene hendak meninggalkan kamar Wendy namun bau alkohol yang ia cium sangat mengganggunya, akhirnya Irene memutuskan untuk mengganti baju Wendy. As much as she’s nervous because she has to take Wendy’s clothes off, she still prefers it than letting Wendy sleep while reeking of alcohol.

“It’s so easy right? Just change her clothes?” batin Irene.

But the reality is, Irene is quite struggling while changing Wendy’s outfit to her pajamas and can feel her face redden by each clothes coming off from Wendy.

“What the fuck Bae Joohyun.” gerutu Irene pada dirinya sendiri.

Setelah ia selesai mengganti pakaian Wendy, Irene memeriksa kondisi Wendy sekali lagi kemudian baru ia membawa baju kotor Wendy dan memasukkannya ke mesin cuci. Tak lupa Irene mengambil gelas yang diisi air mineral dan menyiapkan obat-obatan yang akan Wendy butuhkan esok pagi.

Kemudian Irene kembali ke kamar Wendy dan menaruh minuman serta obat yang ia siapkan di meja yang terletak di sebelah Wendy. Pandangan Irene kemudian terjatuh pada sosok Wendy yang tertidur pulas, namun terlihat jelas dahinya mengkerut seakan-akan ia sedang berpikir dalam tidurnya.

Irene berjongkok di sebelah Wendy dan membelai pelan kepala Wendy, “Why you’ve to be like this, Wan? I thought we agreed to talk over our problem?”

Irene menghela napasnya, ia cukup kecewa dengan tindakan Wendy namun ia tahu ia harus mendengarkan dahulu penjelasan Wendy. Ia baru saja berencana untuk bangkit dari posisinya saat ia mendengar Wendy menggumamkan kata-kata secara tidak jelas.

“I’m sorreey hyunniee. Ddonn’t maad at mee. Ddon’tt lleaaave. Sstaayy. I nneed you”

Wendy mengucapkan kalimat yang sama beberapa kali sebelum Irene akhirnya mengerti apa yang Wendy ucapkan. Irene’s heart is hurting with each apology Wendy said to her in this condition.

Irene kembali membelai kepala Wendy namun kini ia juga mendaratkan kecupan di kening Wendy. Tangannya menggenggam tangan Wendy dengan erat.

“Sleep Seungwan. I’m not mad at you. I'm here to stay okay? Don’t worry, I need you too, love. Let’s talk tomorrow okay?”

230.

“Gi…..”

“Halo Ren? Ada apa?”

“Kok berisik banget sih? Lo gak jadi balik? Udah jam berapa sekarang? Pulang lo.” ujar Irene melalui sambungan telepon, matanya melirik ke arah jam dinding.

“Oh, nggak ini gue lagi dinner sama Sooyoung. Udah lama gak dinner bareng gini.”

Mendengar jawaban Seulgi, Irene menjadi teringat ajakan makan malamnya yang masih belum di balas oleh Wendy. Sedangkan ia sendiri tidak berani untuk mendatangi kamar Wendy setelah mengetuk tiga kali dan tidak ada jawaban.

“Ada apa Ren?” Tanya Seulgi.

“No problem Gi, lo sama Sooyoung aja dulu. Ini gue cuma mau curhat masalah sepele kok.”

“Ren tapi suara lo kayak gini, pasti lo kepikiran banget. Gini deh, Sooyoung lagi ke toilet kok sekarang jadi lo cerita dulu sama gue. Nanti kalo emang udah ngeganggu date gue sama Sooyoung, pasti bakal gue putus juga ini telepon.”

Irene menggigit bibirnya, disatu sisi ia tahu tidak adil baginya untuk mengganggu Seulgi di saat seperti ini tapi disisi lain ia butuh tempat untuk bercerita.

“Well gue berantem sama Seungwan. Truth to be told, lebih tepatnya gue ngediemin Wendy dan sekarang dia ngediemin gue.”

Irene mendengar Seulgi terdiam dan menarik napas sejenak. “Tumben banget Ren? Ada apa?”

“Sebenernya ini karena gue udah kesel dari pagi sih Gi. I’m mad at the situation at first. Gue udah punya rencana ini itu yang harus batal, terus ternyata jadwal gue nggak ada yang match sama Seungwan. Belum lagi masalah kantor, lo paham kan?”

“Terus?”

“Then siang ini kita udah baikan dan gue jemput dia di kantor dia. Gue ketemu sama salah satu temennya dia, well I don’t know what’s their actual relationship sih, tapi dia sempet bercanda kalo dia itu cowoknya Seungwan. Gue akuin sih ini emang gue yang childish banget karena jealous, padahal Seungwan juga udah bilang kalo temennya dia cuma bercanda.”

“Yang bikin lo marah apa terus?”

“She said that she’s not in any relationship, Gi. Terus gue jadi mikir, selama ini gue dianggep apa sama dia?”

Lagi-lagi Irene mendengar Seulgi menghela napasnya. “Ren, she’s traumatized. Kita sama-sama tau dia sakit apa kan? Kurang-kurangin deh Ren kayak gini. It’s not good for you and her.”

“I know Gi. But it hurts me too when she said it so easily just like that.”

“Ren menjalin hubungan sama orang yang nggak punya trauma aja ada kesulitannya apa lagi sama Wendy yang dia punya trauma Ren. Lo harus lebih sabar lagi kalo lo emang mau lanjut sama dia.”

“I know…..Sekarang enaknya gue gimana ya Gi?”

“Yaudah lo minta maaf ke dia dan jelasin, terus tuh lo juga kurang-kurangin deh jealous lo itu atau suka suka ngatur dia asal gak kebangetan. Sooyoung cerita ke gue kalo Wendy juga udah usaha kok in her part, maybe lo aja yang belum tau.”

“Tapi salah gak sih Gi gue berharap dia bisa slowly open her heart for me? Kadang gue masih mikir yang kemaren itu pas dia bilang dia mau nyoba sama gue, dia sadar gak ya? Dia serius nggak ya? Gue takut dia tiba-tiba ilang gitu aja, Gi. The problem is I know I will stay, but I don’t know about her.”

“Nggak Ren, lo nggak salah. It's just natural lo pengen dia juga bales perasaan lo Ren, especially when you already fall for her kayak gini. Ren, lo inget gak sih dulu gue juga ngejar Sooyoung kayak apa?”

Irene tertawa saat mendengar ucapan Seulgi dan mengingat masa-masa awal kuliahnya. Saat itu Irene dan Seulgi adalah mahasiswi tingkat dua dan Sooyoung masih ada di bangku SMA.

“Gaada harga diri sih lo Gi. Gue aja yang cuma bantuin lo ikutan malu, Jennie aja tuh sampe walkout kan pas yang malem-malem itu lo nge-serenade si Sooyoung pake onesie di taman kota.”

“Well, she challenged me dan gue mau buktiin kalo gue woman of her words. Tapi kan abis itu worth it ren!”

“Apaan, abis itu Sooyoung juga ikutan malu anjir. Dia gak nyangka kalo lo segitunya.”

“Yee tapi abis itu dia ngaku ke gue kalo dia mulai liat gue sebagai orang yang bisa diandelin.”

“Ih, baru tau gue? Lah emang sebelumnya dia liat lo sebagai apa?”

“Kakak kelas yang nyebelin katanya, soalnya gue suka bikin dia emosi. Well anyway, the point is prove it kalo lo emang bakal stay Ren. Hati manusia gak terbuat dari batu kok Ren, ada kalanya usaha lo pasti bakal bikin orang tersentuh.”

“Seulgiiiii gue pengen nangis nih jadinya!”

“Yaudah sih nangis aja? Itung-itung gue bayar utang dulu sering nangis tiap kita mau ujian dan gue harus kebut semalem semua materi.”

“Beda ya gila lo!” Irene tertawa namun ia merasakan matanya mulai berkaca-kaca. Perlahan Irene menarik napasnya namun justru membuat tangisnya tidak terbendung.

Sementara itu Seulgi bisa mendengar Irene yang sedang menangis pelan hanya bisa tersenyum. Ia tahu Irene sering memendam perasaannya dan disaat-saat seperti ini lah perasaan terjujur yang ia rasakan akan terlihat.

“Ren, lo sekarang lagi capek ren. Wajar lo kayak gini, justru disaat kayak gini lo butuh orang yang nemenin kan? Makanya lo kesel banget gak bisa quality time sama Wendy?”

“Yeah.”

“Wajar Ren, gue juga kalo suntuk pasti nyari Sooyoung kok. You find your home in her, Ren. Oh iya Ren gue lupa ngomong tadi, you took years to heal from Nana. You know how hard it is to move on, so don’t forget to see your relationship from her perspective too. Pelan-pelan Ren, itu loh kayak pepatah anak SD. Biar lambat asal selamat.”

“Seulgiiiii! Kalimat awal lo bagus tapi akhirnya bikin gue ngakak.”

“Ya bagus dong? Eh Ren, nih Sooyoung udah mulai cemberut. Gue matiin ya?”

Irene melihat lagi ke arah jam dindingnya. Ia terkejut saat mendapati bahwa sudah lebih dari tiga puluh menit ia berbincang dengan Seulgi.

“Sorry ya gue ganggu, thanks a lot Gi. Sampein salam ke Sooyoung juga.”

“Iya sama-sama Joohyuun, gemes deh gue sama lo berdua. Anyway, inget yang tadi dan jangan lupa, she needs time okay? Just tell her what you want, what’s your problem, then let her talk too.”

Irene mengangguk walaupun ia tahu bahwa Seulgi tidak bisa melihatnya saat ini.

Setelah sambungan telepon terputus, Irene terdiam sejenak di kasurnya berusaha untuk menarik napas panjang dan menenangkan dirinya.

“Come on Joohyun, be the mature one in this relationship. You can do it, you know you want her.” ujar Joohyun pada dirinya sendiri.