215.
Tim Sashi pagi hari itu terlihat cukup tegang. Ninda yang berulang kali membaca kembali berkas-berkas mereka, Ale dan Yuki yang terlihat diam namun terus mengulang-ulang skenario yang sudah di briefing oleh Sashi di dalam benak mereka, lalu ada Sashi yang berulang kali berusaha menarik napasnya untuk menenangkan dirinya.
Kemudian ada Rena yang hari itu datang lebih awal karena diminta oleh Teira. Rena cukup terkejut ketika Sashi dan Teira melakukan briefing darurat kepadanya pagi hari itu, di dalam mobil pribadi milik Rena, dengan Teira yang hanya bisa mengikuti briefing tersebut lewat sambungan telepon. Ia akan menyusul ke pengadilan nanti.
Ia terkejut ketika Sashi memberikannya amplop yang sama yang kemarin diberikan kepada Sagala. Amplop yang berisikan foto-foto dirinya. Tidak bisa ia pungkiri, rasanya jantung Rena pindah ke perut saat ia melihat foto-foto tersebut.
Hal pertama yang terlintas di benaknya bukanlah narasi-narasi liar yang pasti akan digunakan oleh tim Azkan untuk menyerang dirinya, namun bagaimana nasib Sagala setelah kasusnya.
Rena tahu ia akan keluar dari permasalahan ini dengan mudah. Namun tidak dengan Sagala dan hal ini pun langsung dikonfirmasi oleh Teira.
”Mulai hari ini Sagala gue keluarin secara resmi dari tim. Gue akan urus kalian berdua setelah sidang hari ini selesai, dimulai dari Sagala dulu.”
Kemungkinan terburuknya adalah Sagala dipanggil oleh Dewan Kehormatan untuk menjalani pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik, kira-kira begitu kata Sashi.
Di luar pembicaraan mereka bertiga, secara terpisah Sashi sempat berbicara serius dengannya. Jika dulu Rena sudah merasa canggung dengan sosok Sashi yang menurutnya sangat tegas dan berwibawa, hari itu Rena merasa cukup takut dengan tatapan Sashi.
”Gue nggak tau lo dan Sagala udah saling kenal sejauh apa, tapi apa lo tau kalau bokapnya Sagala adalah lawyernya Azkan? Bokapnya Sagala itu psikopat lo tau? Dia yang dulu bikin Sagala hampir dipanggil Dewan Kehormatan karena ngelanggar kode etik dengan sengaja ngeprovokasi Sagala. He said something very nasty to Sagala, about her late mom. Sagala lost her control and punched him. Dulu Sagala dia permainin kayak gitu, sekarang keulang lagi kayak gini.”
Ingin rasanya ia menangis. Apalagi jika ia mengingat apa yang terjadi belakangan ini.
Terlepas dari apa yang terjadi dan telah tertangkap oleh kamera, dalam hatinya Rena tahu ia egois karena hanya memikirkan perasaannya saja tanpa mempertimbangkan posisi Sagala.
Keegoisannya tidak hanya membahayakan Sagala, namun juga berpotensi membuat Sagala kehilangan ‘keluarga’ kecilnya. Rena hanya bisa berharap Sagala tidak dipecat dari kantornya karena hal ini akan membuat Sagala kehilangan sosok Teira, Sashi, Yesha, dan junior-junior lainnya yang saat ini sudah bertindak layaknya keluarga bagi Sagala.
Lamunan Rena terpecah ketika ia merasakan Sashi menyentuh bahunya kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Rena.
“Sepuluh menit lagi mulai Sidangnya. Inget briefing gue tadi. Jangan bereaksi apapun, apapun ya Ren, mau ucapan mau gestur tubuh mau mimik wajah, jangan kasih mereka respon apapun yang terjadi. Serahin semuanya ke tim gue.” bisik Sashi kepada Rena.
Rena mengangguk paham.
Lima menit menjelang dimulainya sidang yang sudah di jadwalkan, tiba-tiba sosok Sagala memasuki ruang sidang dengan wajah yang sangat nampak kekurangan istirahat.
Melihat hal ini Rena secara refleks bangkit dari kursinya membuat Sashi pun turut menolehkan kepalanya ke arah tujuan tatapan Rena.
“Lo ngapain disini Wen?!” desis Sashi.
Tidak berbeda dengan Sashi, seluruh anggota tim melihat sosok Sagala dengan ekspresi terkejut bercampur tegang dan hal ini terlihat dengan jelas oleh tim Gala Abiseka. Sejujurnya hanya Teira, Sashi, dan Ninda yang mengetahui kegentingan hari ini. Tentu saja Teira tidak akan mempermalukan Sagala di depan junior-juniornya.
Setelah keributan antara Sashi dan Sagala, Sashi segera melaporkan kegentingan kemarin kepada Teira yang berujung pada rapat darurat di antara Teira, Ninda, dan Sashi. Dua Senior Associate pilihan Teira itu bekerja ekstra semalaman untuk memikirkan jalan keluar dan bantahan atas kemungkinan asumsi-asumsi liar yang akan digunakan oleh tim Azkan.
Sementara itu Sagala bak hilang ditelan bumi. Bahkan ia tidak bisa dihubungi, begitu pula dengan Yesha.
“Please, percaya sama gue. I can handle this. I will make this right. Dia dateng hari ini, Sas. Dia sengaja dateng karena gue.” ucap Sagala.
“Lo jangan gila Sagala! Kita nggak tau mereka punya apa aja! Lo bisa dipermalukan disini! Reputasi lo, license lo?!” desis Sashi lagi.
Sagala hanya menepuk lengan Sashi kemudian mengambil posisi di sisi terjauh dari tempat Rena duduk. Sashi tidak sempat menyeret Sagala keluar dari ruang sidang dikarenakan panitera pengganti sudah mengumumkan bahwa rombongan Majelis Hakim telah memasuki ruang sidang.
Yesha pun dengan terburu-buru nampak memasuki ruang sidang tepat disaat Majelis Hakim memasuki ruangan tersebut. Junior Sagala itu mengambil posisi di kursi pengunjung sidang. Ia kemudian memberikan sinyal kepada Sagala bahwa tugas yang tadi diminta sudah ia lakukan dengan mengangkat ibu jarinya.
Rena dapat melihat bagaimana kondisi Sagala dan Yesha pagi itu yang sangat terlihat kelelahan dengan kantung mata yang sangat nampak jelas. Terdapat perasaan lega dalam diri Rena karena ia dapat melihat Sagala lagi hari itu, namun juga terdapat perasaan khawatir yang lebih dominan ia rasakan.
“Majelis Hakim memasuki ruang sidang, hadirin dimohon untuk berdiri.”
Dua hakim laki-laki dan satu hakim perempuan yang memimpin jalannya persidangan kemudian memasuki ruangan dan menempati meja hakim. Seluruh pengunjung sidang kemudian kembali duduk ketika Majelis Hakim telah menempati kursi masing-masing.
Sepanjang persidangan Rena berusaha menahan dirinya untuk tidak melirik ke arah Sagala. Ia sama sekali tidak memperhatikan jalannya persidangan, Rena hanya memberikan respon kepada Sashi yang sesekali meminta perhatiannya dan menanyakan beberapa hal yang perlu dikonfirmasi oleh Sashi.
Sesekali pula Rena merespon pertanyaan-pertanyaan dari Majelis Hakim. Semuanya dilakukan oleh Rena dalam keadaan otomatis, ia bekerja layaknya pesawat dalam mode autopilot.
Sementara itu, seperti yang sudah diduga oleh tim Sashi, kuasa hukum Azkan berusaha berkilah dengan memberikan bukti-bukti yang diharapkan dapat meringankan maupun membantah tuduhan yang sudah dilayangkan oleh tim Sashi.
Bantahan demi bantahan saling dilemparkan oleh masing-masing pengacara, pertanyaan demi pertanyaan diutarakan kepada beberapa saksi yang dihadirkan, dan selama itu pula Sagala tidak bergeming dari posisinya. Ia membiarkan Sashi dan Ninda melakukan tugas mereka sesuai dengan skenario yang tidak diketahui oleh Sagala.
Beberapa kali Sagala memberikan notes kepada Ale dan Yuki agar disampaikan kepada Ninda dan Sashi. Sagala menuliskan beberapa pertanyaan-pertanyaan singkat maupun beberapa petunjuk bagi Ale dan Yuki untuk diperiksa di dalam berkas yang sudah mereka susun.
Selebihnya Sagala tetap dalam diamnya, mengamati jalannya persidangan.
“Majelis, tidak adil rasanya jika retaknya pernikahan antara klien saya dengan penggugat hanya dititikberatkan pada tuduhan-tuduhan penggugat kepada klien saya. Nyatanya, penggugat pun bukan istri yang setia. Kami memiliki beberapa bukti-bukti bahwa saudari Justicia pun sering kali pergi dengan teman-teman prianya dan nampak bermesraan di depan publik. Jika penggugat saja bisa dengan santai bermesraan seperti ini di tempat umum, kita tidak pernah tahu apa yang bisa mereka lakukan ditempat lain.” ucap salah seorang kuasa hukum Azkan.
“Keberatan yang mulia!” potong Sagala mendahului Ninda yang juga akan melakukan hal yang sama.
Sementara itu Rena memutar kedua bola matanya malas saat mendengar tuduhan tersebut. Jelas-jelas yang dituduhkan sebagai ‘teman pria’ nya itu adalah beberapa rekan kerja maupun public figure lainnya yang ia temui karena kebutuhan pekerjaan.
“Bohong, semuanya cuma rekan kerja. Bahkan itu yang aku peluk sepupuku sendiri.” bisik Rena pada Sashi.
Sashi mengangguk pelan, “Publik tahu kalian sepupu?”
“Nggak. Janu anak angkat Tante ku. Tapi, my team and my agency can vouch that Janu is my cousin. I can even call him right now.”
Sashi kembali mengangguk.
“Baik, jika fakta yang kami berikan tadi masih belum cukup membuktikan bahwa saudari Justicia ini juga mengambil andil dalam keretakan pernikahan antara penggugat dan tergugat, kami memiliki bukti lainnya. Saudari Justicia ini nampaknya sangat mudah memperdaya orang-orang disekitarnya, termasuk klien kami, dan juga tidak memiliki iktikad baik sebagai seorang istri. Yang terbaru, kami mendapatkan bukti bahwasanya saudari Justicia pun juga melakukan perselingkuhan dengan salah seorang kuasa hukumnya.” ucap Gala Abiseka sembari menunjukkan foto-foto Sagala bersama Rena.
Ale dan Yuki menatap Sagala terkejut. Majelis Hakim pun memeriksa foto yang diajukan dan berkali-kali melihat ke arah Sagala untuk memastikan apakah sosok yang ada dalam foto adalah sosok yang sama dengan yang hadir di persidangan.
Sementara itu Sashi mengepalkan tangannya keras-keras. Jika bertahun-tahun silam Sagala yang memukul Gala Abiseka, mungkin hari ini Sashi yang akan meninju pria paruh baya tersebut.
Namun Sagala justru tersenyum singkat. Sedangkan Yesha secara tidak sadar menghela napasnya lega.
Semua foto yang ditunjukkan oleh tim kuasa hukum Azkan tidak jauh berbeda dengan yang kemarin mereka dapatkan. Memang ada beberapa foto yang tidak mereka miliki, foto-foto dengan angle yang berbeda atau ada pula beberapa foto yang memang menunjukkan kedekatan antara Sagala dan Rena, namun masih pada hari yang sama dibuktikan dengan pakaian yang masih terlihat sama dalam foto-foto yang dikirimkan dalam amplop cokelat.
“Mampus lu babi.” ujar Yesha pada dirinya sendiri.
Tepat setelahnya, Sagala berdiri dengan tenang.
“Majelis, tuduhan ini sangat liar.”
“Yang mulia, kami bahkan bisa memberikan bukti video bagaimana saudari Justicia dan saudari Sagala ini terlihat sangat dekat. Melebihi yang seharusnya dilakukan oleh kuasa hukum dengan klien. Bisa Majelis lihat disini bahwa pada peresmian proyek kereta cepat, Saudari Justicia dengan sengaja meninggalkan gerbongnya entah kemana. Namun belakangan diketahui bahwa ternyata Saudari Justicia sengaja bertemu dengan Saudari Sagala.” potong Gala Abiseka.
Tim kuasa hukum Azkan kemudian memutar sebuah video dari laptop yang mereka bawa. Seseorang merekam Rena yang pergi meninggalkan gerbong keretanya, kemudian video tersebut terpotong dan langsung berpindah waktu, menunjukkan saat makan siang dimana lagi-lagi Sagala terlihat bersama Rena sedang asik bercengkerama dan tertawa. Terlihat bagaimana Sagala sangat attentive kepada Rena, memberikan perhatian penuh kepada Rena. Sesekali Rena pun terlihat menepuk-nepuk tangan Sagala.
Melihat video ini, Sashi semakin geram. Rahangnya mengeras.
“Majelis, jika majelis mengizinkan, saya telah mengajukan bukti tambahan pagi hari tadi sebelum sidang dimulai. Sudah kami sampaikan melalui Panitera.” potong Sagala.
“Keberatan Majelis!” potong salah seorang kuasa hukum Azkan.
Sagala beradu tatap dengan salah seorang Majelis Hakim. Berusaha untuk menunjukkan keseriusannya sembari memohon agar permintaannya dikabulkan.
Hakim tersebut kemudian membisikkan sesuatu kepada Hakim Ketua dan tak lama kemudian panitera memberikan satu bundel dokumen ke meja hakim.
“Tuduhan dari kuasa Tergugat ini sangat serius. Anda bisa dipanggil oleh Dewan Kehormatan karena hal ini.”
Sagala mengangguk, “Benar Majelis. Dan jika Majelis berbaik hati, izinkan saya untuk membela diri saya dan kehormatan klien saya.”
“Bukti ini yang anda maksud?” tanya salah seorang Majelis Hakim.
“Keberatan Majelis! Kami tidak terinfokan atas bukti tersebut dan bukti yang akan diajukan dipersidangan seharusnya diberikan melalui jalur formal!” sanggahan kembali dilayangkan.
“Silakan saudara penasihat hukum penggugat.”
“Keberatan Majelis!”
Hakim Ketua mengetuk palu nya kencang satu kali.
“Majelis harap tetap kondusif disini. Tergugat sudah melayangkan saksi-saksi, sanggahan, maupun mengajukan tuduhan yang cukup serius. Ini yang dituduh ada di ruangan ini, kenapa tidak dibuat clear saja sekalian. Kita lihat apa pembelaan dari kuasa penggugat. Nanti biar Majelis Hakim yang menilai.” balas sang Hakim Ketua.
“Silakan kuasa penggugat.”
Yesha menghela napasnya lega saat mendengar keputusan Majelis Hakim. Pasalnya ia cukup khawatir permintaan Sagala ditolak, walaupun pagi tadi Sagala dengan yakin menyampaikan pada Yesha bahwa bukti tambahan ini akan diterima.
Walau sejujurnya Yesha pun cukup penasaran bagaimana Sagala bisa memiliki keyakinan sekuat itu.
“Terima kasih Yang Mulia.”
Sagala menatap Gala Abiseka dengan lekat, ia tersenyum penuh kemenangan. Lalu tak lupa ditatapnya pula Azkan dengan senyuman merendahkan.
“Untuk mempermudah Majelis sekalian dan seluruh hadirin yang ada disini, tim kuasa tergugat terutama, saya akan menjelaskan semua hal berdasarkan timeline kejadian yang nantinya akan menjelaskan seluruh tuduhan-tuduhan tidak berdasar dan sangat kekanak-kanakan barusan.” ucap Sagala mengawali bantahannya.
“Satu november lalu, hari rabu, tepatnya sekitar jam dua siang, selepas persidangan pertama kasus ini, tergugat dan penggugat kembali bertengkar. Klien kami, penggugat, dalam kondisi tertekan dan ketakutan kemudian menelpon saya sebagai salah satu senior lawyer yang menangani kasus ini. Tergugat dengan emosinya yang tidak stabil dan sifatnya yang kasar-...”
“Apa-apaan maksudnya?!” potong Azkan yang buru-buru dihentikan oleh salah seorang kuasa hukum yang duduk tepat disebelah Azkan.
“Emang gorila satu ini beneran gak punya otak deh.” tawa Yesha pelan.
Sagala kembali tersenyum merendahkan Azkan.
“.....-Tergugat dengan emosinya yang tidak stabil dan sifatnya yang kasar, mengancam klien kami dengan ucapan-ucapan kasar yang rasanya tidak patut untuk kami ucapkan di ruang sidang yang mulia ini. Permintaan klien kami pada dasarnya sangat sederhana, ia hanya ingin meninggalkan rumah yang sudah tidak lagi memberikan kehangatan dan perlindungan bagi seorang istri. Namun tergugat dengan gelap mata justru menyakiti istri yang seharusnya ia kasihi. Kami memiliki bukti visum hasil penganiayaan tergugat kepada klien kami, yang dapat Majelis temukan salinannya pada halaman pertama dokumen yang kami berikan.”
“Keberatan Majelis! Dokumen ini dapat dipalsukan dan jika kejadian ini benar-benar terjadi, seharusnya penggugat sudah menyampaikannya di beberapa persidangan yang lalu! Bahkan penggugat juga sama sekali tidak menyinggung kejadian ini saat sidang pembuktian penggugat minggu lalu!”
Hakim Ketua melihat dokumen yang diberikan oleh Sagala sementara salah seorang Hakim Anggota kembali menatap Sagala dengan lekat.
“Bisa dijelaskan kenapa hal ini tidak disinggung sebelumnya, penasihat hukum penggugat?”
“Karena kebesaran hati klien kami. Klien kami tidak ingin memperpanjang kasus ini, selain itu klien kami berharap bahwa kejadian traumatik tersebut hanya karena tergugat terguncang dengan keputusan klien kami yang akhirnya memilih untuk menyudahi pernikahan mereka.” ucap Sagala.
“Ada lagi?”
“Masih ada Majelis.”
“Silakan.”
“Sejak satu november tersebut, kemudian tim kami bersepakat bahwa klien kami membutuhkan pendampingan untuk menghindari hal serupa terjadi. Karena hal itu kemudian diputuskan saya lah yang bertugas untuk selalu berada bersama klien kami. Semua foto-foto yang disajikan pada persidangan hari ini tidak lebih dari permainan kotor tim kuasa hukum tergugat. Kami memiliki bukti-bukti bahwa semua tuduhan tersebut tidak benar. Terlebih, penganiayaan yang dilakukan oleh tergugat kepada klien kami nyatanya kembali terulang.” ucap Sagala
Sagala kemudian balik membalas tim kuasa hukum Azkan dengan memutar sebuah video dari laptop miliknya. Video dashcam mobil listrik milik Sagala di hari dimana Azkan mendatangi Rena di apartemennya saat Rena diantar pulang oleh Sagala setelah peresmian proyek kereta cepat.
“Majelis, dalam video ini dapat dilihat jelas bahwa pakaian yang dikenakan oleh saya dan klien saya serta gaya tatanan rambut kami masih sama persis dengan apa yang ada dalam video yang tadi ditampilkan oleh kuasa tergugat. Yang artinya waktu kejadian yang ada pada video tim tergugat maupun video ini terjadi pada hari yang sama. Kami secara tidak sengaja bertemu dalam proyek tersebut, Saya juga sudah menyertakan bukti undangan dari pemerintah untuk acara peresmian proyek tersebut dalam dokumen yang saat ini berada di meja Majelis. Kedekatan saya dan klien saya tidak seperti yang disangkakan, lagipula bukankah wajar seorang pengacara harus memelihara kedekatan dengan klien-kliennya, sangat tidak masuk akal apabila seorang pengacara justru bertindak dingin dan angkuh pada kliennya.” ucap Sagala lagi.
Sagala memberikan jeda pada penjelasannya untuk menatap ke arah Gala Abiseka.
“Majelis, dalam video ini terlihat bagaimana saudara Javas Azkantara ini dengan kasar menarik klien kami dan hampir memukul klien kami jika saat itu tidak ada saya disana.” lanjut Sagala.
Kali ini keadaannya berbalik seratus delapan puluh derajat.
Tim kuasa hukum Azkan sama sekali tidak memprediksi bahwa Sagala memiliki video-video tersebut. Mereka pun tidak mengetahui bahwa Azkan pernah mendatangi Rena di apartemennya.
“Jika kuasa tergugat mampu membuat asumsi liar dan menuduh klien kami berselingkuh, maka kami juga bisa membuat asumsi liar bahwa tergugat secara sengaja berulang kali mencoba mencelakai klien kami. Dua serangan yang dilakukan oleh tergugat secara langsung dan satu serangan oleh orang tidak dikenal yang terjadi beberapa hari silam, bisa saja merupakan perbuatan tergugat. Kami sertakan pula laporan polisi atas serangan tersebut.”
“Keberatan Majelis! Sangkaan penggugat tidak berdasar!”
Sagala mengedikkan bahunya ke arah tim kuasa tergugat. Kemudian ia melanjutkan narasi yang sudah ia persiapkan semalaman bersama dengan Yesha.
“Majelis, kami rasa jika seluruh video diputar hari ini maka akan memakan waktu yang cukup lama dikarenakan kami memiliki bukti-bukti lengkap yang bisa menyanggah seluruh tuduhan liar dan tidak berdasar yang diberikan oleh Tergugat. Video-video lainnya juga sudah kami sertakan dalam flashdisk yang sudah kami berikan kepada panitera. Pada dasarnya klien kami hanya ingin segera terbebas dari pernikahan yang sudah tidak bisa diselamatkan ini. Volenti non fit iniuria, nulla iniuria est, quae in volentem fiat, tidak ada ketidakadilan yang dilakukan kepada seseorang yang menginginkan hal itu dilakukan. Perbuatan tergugat yang telah menodai ikatan suci antara klein kami dan tergugat jelas jelas dilakukan oleh tergugat dalam keadaan sadar dan berulang kali. Klien kamilah yang merasakan ketidakadilan itu sekarang.”
Sagala menyelesaikan bantahannya dengan memberikan anggukan hormat kepada Majelis Hakim.
Hakim Ketua membalikkan halaman-halaman bukti tambahan yang diajukan oleh Sagala kemudian menatap ke arah Rena lalu ke arah Azkan.
“Video ini sudah disampaikan ke panitera?”
“Sudah Majelis. Bahkan kalau Majelis berkenan, saya bisa memberikan seluruh data dashcam mobil saya untuk membuktikan bahwa video yang saya sudah kirimkan adalah otentik.” jawab Sagala.
Hakim Ketua kemudian memberikan dokumen yang ada di tangannya kepada Hakim Anggota yang berada di sebelah kanannya.
Sementara itu rasa khawatir Rena pada Sagala kini sudah hilang sepenuhnya, berganti dengan rasa syukur dan penuh kekaguman. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Sagala mampu keluar dari situasi genting seperti ini dan berbalik menyerang Azkan.
Sashi dan Ninda hanya bisa bertukar tatap melihat apa yang baru dilakukan oleh Sagala. Video yang diputar oleh Sagala terlalu rapi untuk dikatakan sebagai keberuntungan. Sashi pun ikut dibuat terkejut oleh tindakan Sagala barusan. Ia sama sekali tidak melihat adanya kegentaran dalam wajah Sagala.
Sashi bahkan melihat bagaimana Sagala melayangkan senyuman tipis ke arah Gala Abiseka. Ia perlu berbicara dengan Sagala secara serius.
Selebihnya sidang berlangsung sebagaimana biasanya dan sesuai dengan persiapan yang sudah dilakukan oleh Sashi. Mata Sashi secara awas melihat Sagala, ia cukup khawatir akan terjadi hal yang tidak diinginkan olehnya hari itu.
Setelah sidang ditutup, Sagala berdiri dari kursinya. Ia kemudian berjalan ke arah meja tim kuasa hukum Azkan. Sashi dengan cepat menghadang Sagala.
“Wen, stop. Lo punya banyak hal yang perlu dijelasin ke gue.” desis Sashi.
Sagala menoleh ke arah tangan Sashi yang menahan lengannya, lalu beralih menatap mata Sashi.
“I know.”
Sagala pun kemudian melepaskan tangan Sashi dan lanjut mendatangi Gala Abiseka yang kini sudah menuju pintu keluar. Sagala dengan cepat mencegat Gala Abiseka tidak jauh dari pintu keluar ruang sidang.
“Aku tau perbuatan Ayah kirim orang untuk ikutin aku.” ucap Sagala menghentikan langkah Gala Abiseka dan beberapa anggota tim kuasa hukum Azkan.
“Kenapa kirim foto-foto itu ke Sashi? Mau ngancem tim aku?” lanjut Sagala lagi.
Namun Sagala melihat adanya kebingungan di wajah ayahnya beserta tim besutan ayahnya dan justru melihat wajah merah padam Azkan di kejauhan. Melihat hal ini Sagala tertawa kencang.
“Oh my God…. jadi ini semua emang kerjaan ayah tapi klien ayah yang bodoh itu yang kirim fotonya ke aku? Well, thank you then.” tawa Sagala.
Sagala kemudian mendekatkan dirinya ke arah Gala Abiseka.
“Aku masih inget ucapan Ayah bertahun-tahun lalu yang buat aku hampir kehilangan pekerjaanku, aku gampang dipermainkan bukan karena aku anak Bunda. Tapi justru karena aku anak Ayah. Sekarang kita impas, satu sama.” bisik Sagala pada Gala Abiseka.
Sagala kemudian menepuk lengan Gala Abiseka lalu pergi meninggalkan sang Ayah.